Semakin marak aksi korupsi di Indonesia, yang ditandai oleh pemberitaan korupsi tiada henti, membuat para petinggi di DPR RI tambah kebingungan. Lalu, kebingungan itu langsung saja ditimpakan ke sekolah dengan menyarankan Pendidikan Antikorupsi masuk ke kurikulum sekolah.
Betapa, isu korupsi di Indonesia dikandangkan di sekolah. Guru menjadi orang yang bertanggung jawab atas pendidikan antikorupsi. Seolah-olah, korupsi berpangkal dari sekolah lalu merebak ke masyarakat. Oleh karena itu, sekolah mempunyai tanggung jawab mendidik siswanya untuk tidak korupsi.
Padahal, tindak korupsi tidak bersumber dari sekolah semata. Tindak korupsi berasal dari pengaruh budaya yang merasuk di tubuh warga Indonesia dengan kuatnya. Budaya yang mempengaruhi itu adalah budaya instan, seolah-olah, konatif yang berlebihan, standar hidup mewah, dan kongkalkong. Siapakah yang menyebarluaskan budaya itu? Para petinggi yang berada di posisi di celah korupsi. Lalu, celah itu dimanfaatkan karena dorongan budaya tadi.
Dengan begitu, permaalahan korupsi tidak akan selesai jika dikandangkan ke sekolah. Korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya populer. Siapa yang tidak ikut budaya itu akan merasakan tertinggal. Dia saja korupsi, mengapa saya tidak. Permasalahan korupsi menjadi permasalahan besar yang harus dipecahkan dengan pemikiran besar pula. Harus ada revolusi perubahan budaya penyebab korupsi.
Tentu, tidak hanya sekolah saja yang dibebani untuk pendidikan antikorupsi. Pada ujungnya, jika ada korupsi, tinggal gampang, salahkan saja pendidikan di sekolah. Padahal, pendidikan itu bersentra di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Korupsi dengan begitu menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Hidup anak yang paling banyak waktunya di keluarga dan masyarakat. Jadi, perlu formulasi pendidikan antikorupsi di masyarakat. Caranya, para pejabat memberikan contoh kidup sederhana tanpa korupsi, perbanyak siaran berbudi baik tanpa korupsi, perbanyak buku antikorupsi, perbanyak lagu yang berisikan antikorupsi, dan perketat hukum bagi penyandang korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar