Ternyata, praktik jalan pintas dengan cara mengakali karya orang lain seolah-olah karya sendiri juga mendera insan perguruan tinggi. Bahkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh turut berang. Mendikbud mengatakan, praktik
plagiat telah menabrak norma-norma akademis yang berlaku. Namun, belum semua perti mau menelusuri ulang dokumen para gubesnya untuk klarifikasi.
Tunjangan besar bagi seorang guru besar memberikan jalan untuk seseorang berjalan pintas dan melanggar karakter diri. Menurut laporan kompas.com, disebutkan bahwa populasi guru besar di Indonesia saat ini cenderung
meningkat secara signifikan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal
ini menyebabkan adanya kesulitan dalam kurun waktu tersebut mendeteksi
telah terjadi praktik plagiat atau tidak.
Hal ini diungkapkannya
untuk merespons adanya dugaan plagiarisme oleh tiga calon guru besar
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Nuh melanjutkan,
pelaku plagiarisme tidak bisa dijerat secara hukum dengan
undang-undang yang ada. Pasalnya, menurut dia, mereka hanya melanggar
norma-norma akademis yang penyelesaiannya diserahkan kepada perguruan
tinggi sebagai pemegang statuta.
"Di situ letak kredibilitas
sebuah universitas. Kami hanya bisa menindak jika terjadi pelanggaran
norma non-akademis seperti kasus korupsi misalnya," kata Nuh, Senin
(5/3/2012) malam, di Gedung Kemdikbud, Jakarta.
Nuh memaparkan,
ada beberapa alasan mengapa para plagiator yang berasal dari dunia
akademis melakukan tindakan tercela itu. Menurutnya, aksi plagiarisme
terjadi karena status sosial akademis yang akan disandang oleh
seseorang saat dikukuhkan sebagai guru besar. Kedua, tunjangan yang
tinggi. Dan ketiga, lemahnya integritas mereka sebagai ilmuwan.
"Itulah mengapa mereka sampai hati menjiplak karya orang lain," kata Nuh.
Angkat jempol dengan UPI yang berani mengungkap borok plagiat untuk masa depan yang lebih baik. Bisa jadi, banyak kasus serupa yang merambah perguruan tinggi lain, namun para insan perti itu tidak mampu dan tidak mau mengangkat ke permukaan. Pada
Jumat (2/3/2012) lalu, UPI menggelar konferensi pers. Dalam kesempatan
itu UPI menyatakan pembatalan pengajuan tiga calon guru besar.
Alasannya, karya tulis mereka terbukti menjiplak setelah melalui proses
penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) dari
Kemdikbud.(Sumber: kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar