Betapa riuhnya sebuah kelas S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia semester 2 di kelas Pascassarjana Unesa. Hari itu, ada dua topik dipresentasikan oleh mahasiswa, yakni kelompok desain pembelajaran di Finlandia dan Korea Selatan.
Kelompok Finlandia disajikan oleh Mas Pana dan Mas Eko.
Mereka berdua mengeksplorasi informasi pendidikan modern yang berbasis guru. Konsistensi dan toleransi guru mengantarkan negara Finlandia menjadi berprestasi unggul tingkat dunia. Pertanyaan mahasiswa lain sangat beragam. "Bisakah itu diterapkan di Indonesia?; Terang saja berprestasi karena jumlah penduduk hanya 5 juta orang; Mereka konsisten sedangkan guru di kita, mana?: dan pertanyaan lainnya,".
Mahasiswa seakan terbius akan keinginan untuk menjadi Finlandia kedua di Indonesia.
"Susah, karena kita berada di tingkat 80-an," ujar salah satu mahasiswa.
"Kalau konsistensi tinggi, kita pasti dapat menyaningi Finlandia meskipun jumlah penduduk sangat banyak," ujar mahasiswa lain.
Lalu, kelompok kedua, yakni kelompok Korea Selatan menyajikan di depan kelas. Dikatakannya bahwa tingkat bunuh diri tinggi karena ketatnya pelajaran yang dituntut oleh sistem.
"Bagaimana tidak, dalam sehari siswa belajar dari pukul 08.00 sampai dengan 22.00 malam," kata Udin dan Berti sebagai penanggung jawab kelompok 2.
"Mana bisa sistem Korea diterapkan di Indonesia. nanti, akan banyak yang bunuh diri," ujar salah satu mahasiswa yang menyimak presentasi tersebut.
"Bisa saja, asal kita konsistensi atas sistem yang dikembangkan," jawab wakil kelompok. Diskusi dua topik sangat menarik. tentu, akan lebih menarik lagi jika diskusi itu melebar di luar kelas sehingga suatu ketika negara Indonesia naik peringkatnya.
Model Finlandia yang bertoleransi tinggi, manusiawi, dan kreatif sangat bagus. Begitu, pula model Korea Selatan yang sangat disiplin, konsisten dengan sistem, dan berbasis anak juga baik. Tentu, Indonesia akan menemukan modelnya sendiri yang mampu mengangkat prestasi anak-anaknya.
Selasa, 13 Mei 2014
Jumat, 09 Mei 2014
Berkarya dari Kantin Unesa
Ternyata, kantin tidak sekadar tempat untuk menutup lapar bagi pengunjungnya dengan aneka makanan dan minuman. Kantin juga mampu menjadi pemicu kreativitas insan yang berada di dalamnya. Lihat saja, kantin Unesa telah membuktikan hal itu.
Dari pertemuan sore beberapa alumni muda yang hanya bermodal secangkir kopi dan jajanan, lahirlah majalah kebudayaan Kalimas dengan versi baru. Saya katakan versi baru, karena majalah Kalimas pernah terbit di tahun 90-an lalu mati karena kehilangan amunisi. Sekarang, kalimas tampil dengan seri kebudayaan yang memunculkan banyak gagasan budaya, sastra, dan seni. Majalah kebudayaan itu lahir dari kantin Unesa.
Bahkan, para punggawa tidak puas dengan majalah Kalimas saja. Mereka akan menerbitkan karya pribadi dalam bentuk buku. Pada saatnya nanti, kata mereka, buku-buku itu akan dipamerkan dan ditunjukkan pada dunia agar mereka tahu bahwa Ketintang, lewat sebuah kantin Unesa, mampu memberikan sumbangan literasi. Betapa angan-angan itu membaik dan bertumbuh menjadi keniscayaan.
Saat ini, mereka sudah membuktikan akan penerbitan itu di samping menggarap edisi kedua majalah Kalimas. Atas dasar itu, saya juga merasa terpanggang untuk berkreasi. Ada satu judul kumpulan puisi yang saya siapkan untuk mendukung komunitas kantin Unesa itu. Judul yang mereka sarankan adalah bersuku kata sembilan. Saya bertanya, "Mengapa?". "Itu Hoki, Pak," jawab salah satu peserta pesta kopi sore hari di kantin. Saya menyengir dan menyetujui judul itu. Buku saya sedang digarap desainnya oleh mereka. Ada 52 judul puisi yang saya berikan.
Sore hari, selepas bekerja, mereka berada di kantin Unesa. Ada kopi dan air mineral menemaninya. Saya sesekali ikut nimbrung dengan gaya anak muda juga. Betapa dunia menjadi seimbang jika pekerjaaan yang padat diimbangi dengan duduk santai mengurai gagasan baru. Kantin Unesa adalah sebuah inspirasi bagi kaum muda tersebut.
Sebelumnya, saya tidak pernah terpikirkan untuk menerbitkan kumpulan puisi. Puisi, bagi saya, hanya sebuah tempat menagngkangi gagasan. Namun, berkat dorongan anak muda di kantin Unesa itu, puisi saya menjadi luluh untuk disebarluaskan ke publik. Saya tidak dapat menolak dengan permintaan itu. Puisi pilihan saya berikan ke mereka, yakni 52 judul dengan segala bentuknya.
Berikut ini salah satu puisi saya yang turut diterbitkan dalam kumpulan puisi itu.
Dari pertemuan sore beberapa alumni muda yang hanya bermodal secangkir kopi dan jajanan, lahirlah majalah kebudayaan Kalimas dengan versi baru. Saya katakan versi baru, karena majalah Kalimas pernah terbit di tahun 90-an lalu mati karena kehilangan amunisi. Sekarang, kalimas tampil dengan seri kebudayaan yang memunculkan banyak gagasan budaya, sastra, dan seni. Majalah kebudayaan itu lahir dari kantin Unesa.
Bahkan, para punggawa tidak puas dengan majalah Kalimas saja. Mereka akan menerbitkan karya pribadi dalam bentuk buku. Pada saatnya nanti, kata mereka, buku-buku itu akan dipamerkan dan ditunjukkan pada dunia agar mereka tahu bahwa Ketintang, lewat sebuah kantin Unesa, mampu memberikan sumbangan literasi. Betapa angan-angan itu membaik dan bertumbuh menjadi keniscayaan.
Saat ini, mereka sudah membuktikan akan penerbitan itu di samping menggarap edisi kedua majalah Kalimas. Atas dasar itu, saya juga merasa terpanggang untuk berkreasi. Ada satu judul kumpulan puisi yang saya siapkan untuk mendukung komunitas kantin Unesa itu. Judul yang mereka sarankan adalah bersuku kata sembilan. Saya bertanya, "Mengapa?". "Itu Hoki, Pak," jawab salah satu peserta pesta kopi sore hari di kantin. Saya menyengir dan menyetujui judul itu. Buku saya sedang digarap desainnya oleh mereka. Ada 52 judul puisi yang saya berikan.
Sore hari, selepas bekerja, mereka berada di kantin Unesa. Ada kopi dan air mineral menemaninya. Saya sesekali ikut nimbrung dengan gaya anak muda juga. Betapa dunia menjadi seimbang jika pekerjaaan yang padat diimbangi dengan duduk santai mengurai gagasan baru. Kantin Unesa adalah sebuah inspirasi bagi kaum muda tersebut.
Sebelumnya, saya tidak pernah terpikirkan untuk menerbitkan kumpulan puisi. Puisi, bagi saya, hanya sebuah tempat menagngkangi gagasan. Namun, berkat dorongan anak muda di kantin Unesa itu, puisi saya menjadi luluh untuk disebarluaskan ke publik. Saya tidak dapat menolak dengan permintaan itu. Puisi pilihan saya berikan ke mereka, yakni 52 judul dengan segala bentuknya.
Berikut ini salah satu puisi saya yang turut diterbitkan dalam kumpulan puisi itu.
KUBANGUNKAN BUKIT MATAHARI
kubangunkan bukit matahari
ketika ringkih kuda menuangkan gelas
kopinya
panas yang setengah cukup menularkan
kehangatan
di pucuk bukit bertuah sinar palinggi
yang ada
ombak datang menjemput cahayamu
dari kejauhan merangkak cepat di garis
pantai
Pinupahar mengikat kerinduan bukit dan
langit
disaksikan air laut melatari pandangan
yang jauh
kuda beranak-pinak menyedoti sinar
mentari
yang lahir dari bukit nenek-moyang
sapi bertukar pandang menggamit cahaya
hari
yang lahir dari ceruk lembah yang setia
babi, kambing, dan anjing bertahan nasib
yang lahir dari dongeng malam para ompu
kubangunkan bukit matahari
karena utangku pada Sumba Timur yang
selatan
melahirkan anak-anak harapan
Pinupahar, Sumba
Timur, 11 Juni 2013
Pemuda: Santunlah Berbahasa Indonesia
Oleh
Dr. Suyatno, M.Pd.
/1/
Siapakah pencetus bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional? Pencetusnya adalah pemuda. Dengan lantang, penuh keberanian,
dan bertanggung jawab, para pemuda se-Indonesia mencantumkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan di naskah Sumpah Pemuda. Mereka sepakat bahwa
satu-satunya bahasa yang dapat mempersatukan suku di Indonesia adalah bahasa
Indonesia.
Kini, para pemuda dengan lincah menggunakan
bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Grup band di Indonesia yang di
dominasi oleh para pemuda banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana
penuangan ide-idenya. ‘’Mau di bawa ke mana, hubungan kita/jika kau terus
menunda-nunda/dan tak pernah katakan cinta/Mau di bawa ke mana/hubungan kita…”
Itulah syair lagu grup Armada. Albumnya tampak dengan lincah dan mantap berisi
bahasa Indonesia. Lihat pula, grup lain juga terlihat menggunakan bahasa
Indonesia untuk menampung intuisi dan imajinasi pikiran pencipta lagu sehingga
lagu tersebut indah didengar dan bermanfaat dari segi isinya.
Bahasa Indonesia juga mampu dipakai sebagai
alat untuk menuangkan imajinasi bersastra kaum muda. Banyak puisi, cerpen, dan
novel dilahirkan para pemuda dengan bahasa yang mudah dipahami. Penulis itu
dengan lincah menyampaikan gagasannya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Itulah bukti bahwa bahasa Indonesia mampu memunculkan keindahan setelah diolah
dengan kalimat yang tertata dengan baik.
Bahasa Indonesia juga mampu berperan aktif
dalam menampung pikiran ilmiah para peneliti. Banyak hasil penelitian yang
memberikan masukan bagi kehidupan dikemas dengan bahasa Indonesia. Kalimat demi
kalimat tertata dengan baik sehingga mampu memberikan arti keilimiahan sebuah
karya tulis ilmiah.
Buku pengetahuan tersebar di berbagai toko
buku dan dapat dinikmati oleh pembacanya karena bahasa Indonesia yang digunakan
memudahkan pemahaman. Bahasa Indonesia mampu mengimbangi keperluan kreatif
penulis untuk buku-buku pengetahuan. Ada ribuan judul buku telah ditulis dengan
menggunakan bahasa Indonesia.,
Itulah bukti bahwa bahasa Indonesia mampu
digunakan dalam segala bentuk kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
pemuda sebagai sosok generasi yang bersemangat seharusnya juga mempunyai
semangat untuk mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang baik dan
benar. Bukankah, pemuda sebenarnya sosok yang paling bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional maupun bahasa
negara.
/2/
Meskipun gigih terhadap perkembangan bahasa
Indonesia, bahasa pemuda juga mengandung virus kesalahan berbahasa Indonesia.
Jika virus itu tidak segera diantibiotik dengan serum bahasa yang baik dan
benar, penurunan kualitas bahasa Indonesia akan terjadi. Bahasa baik dan benar
tidak akan selamanya bertahan karena kualitasnya bergantung pemakainya. Bahasa
Indonesia tidak datang dari langit melainkan datang dari penggunaan secara
rutin.
Sama dengan bahasa lain di dunia, bahasa
Indonesia adalah bahasa yang mampu menampung ide sedalam apapun yang ada di
pikiran pemakainya. Bahasa Indonesia mampu melancarkan karya ilmiah seseorang.
Bahasa Indonesia mampu membantu kesuksesan bisnis apapun. Begitu pula, bahasa
Indonesia mampu dipakai sebagai alat komunikasi sosial, budaya, politik,
ekonomi, pertahanan, hiburan, dan sebagainya.
Bahkan, saat ini, banyak negara yang tertarik
untuk membuka jurusan bahasa Indonesia di perguruan tingginya. Di Korea, Cina,
Australia, Vietnam, Belanda, Jerman, dan negara lainnya terdapat program studi
di perguruan tingginya. Di Indonesia, banyak pula warga negara asing yang
belajar bahasa Indonesia di pusat-pusat bahasa, yakni di UI, UGM, Unesa, UM,
USU, Unhas, dan lainnya. Mereka dengan semangat tinggi ingin menguasai bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa di laman pramuka dunia.
Bisa jadi, bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia karena jumlah pemakainya
ratusan juta orang.
Sudah menjadi kewajiban pemuda Indonesia saat
ini untuk terus menguatkan posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi
dalam negeri dan luar negeri. Cita-cita itu bukan mustahil akan terwujud jika
pemuda dengan gigih memperjuangkan bahasa Indonesia. Agar menjadi bahasa yang
dapat bersanding dengan bahasa besar lainnya, cara yang dilakukan adalah (1)
gunakan bahasa Indonesia dalam kesempatan apapun; (2) pemakaian bahasa baik dan
benar harus menjadi kewajiban para pemuda; (3) di laman-laman, media sosial,
blog, dan dunia maya lainnya, bahasa Indonesia harus dengan kokoh digunakan
oleh para pemuda; (4) promosikan terus bahasa Indonesia di dunia maya; (5)
minimalkan kesalahan berbahasa; dan (5) resolusikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa dunia melalui PBB atau yang membidanginya. Itulah perjuangan yang harus
dilakukan oleh pemuda saat ini.
Mau tidak mau, pemuda harus memberikan
keteladanan santun berbahasa Indonesia di setiap kesempatan. Jika bukan pemuda
bangsanya yang melakukan, siapa yang harus membangun bahasa Indonesia?
/3/
Banyak kesalahan berbahasa Indonesia yang
dilakukan oleh para pemuda. Kesalahan itu seakan menjadi tren dan gagah-gagahan
para pemuda. Mereka tidak mau menggunakan bahasa yang baik dan benar karena
malu dianggap tidak modern. Pemuda yang menggunakan bahasa Indonesia dengan
tidak semestinya itu layak disebut sebagai pemuda minus.
Perhatikan kesalahan berbahasa Indonesia yang
dilakukan pemuda minus berikut ini.
(1)
Pesan pendek (SMS):
tgAlx
kpn, P
jd
ujian skrg, pak
kpn
ttdx
(2)
Surat elektronik:
makalah sudah terkirim
Pak mohon dicek
Pak mau nanya, daftar SNMPTN
mash dibuka nih
(3)
Karangan:
Surabaya
nih, menurutku mulai macet seperti jakarta aja. Macet tiap hari serasa sedih
sekali aku. Coba deh dilihat jalan A Yani tu, minta ampun deh sumpeknya.
Sekolah telat lagi. Dimarahin guru so pasti. Gimana ya biar tidak macet? Kalo
saranku sih, buat aja jalan layang semua. He.He. Pasti deh kagak macet. (Siswa
SMA XXXX)
(4)
Sapaan:
Hei, Bro. Nandi ae. Aku tunggu lo. Ya udah,
antar formulir ini ke panitia, sana. Gak boleh takut, lo ya.
(5)
Lagu:
Kau bidadari jatuh dari surga di hadapanku
(baby
please be mine, eeeaa, baby please be mine)
Kau
bidadari jatuh dari surga, kau di hatiku
(baby
please be mine, eeeaa, baby please be mine)
(Coboy
Junior)
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
(lyla-Magic)
Banyak guru yang mengeluh terhadap kalimat
yang digunakan siswa dalam menulis. Begitu pula, banyak dosen yang
menggelengkan kepala terlihat sedikit pusing jika mencermati tulisan
mahasiswanya dalam tugas akhir. Bahkan, majalah dinding, buatan siswa, dalam konteks
lomba di Jawa Pos menggunakan bahasa Indonesia yang penuh dengan virus.
Berkaitan dengan bentuk bahasa Indonesia yang mereka hasilkan itu, jawaban yang
muncul adalah, “biar keren, Pak’; “Kan, gaul, Pak”; “emang masalah buat lo”;
dan seterusnya. Betapa kesalahan berubah menjadi sebuah pembenaran baru di mata
pemuda minus itu.
Tidaklah cukup kesalahan dengan hal tersebut.
Masih banyak kesengsaraan bahasa Indonesia saat menghuni rumah pikiran pemuda
minus. Bahasa Indonesia dijungkir-balikkan, disakiti, diamputasi, dan
dipingir-pinggirkan. Lihatlah, data berikut ini.
(6)
Aku CinT4 k4Mu; B3g0; S4tu 7an; M3J3N9 4h
(7)
alay, lebay, titi dj, lemot, telmi
(8)
malam ini kita meeting sebentar, ya
Di samping hal di atas, terdapat kesalahan
berbahasa yang mengakibatkan seseorang marah. Ada pemuda yang dimarahi orang
lebih tua akibat kesalahan penggunaan kata. Misalnya pernyataan, “pinjam korek,
Pak.” Orang tua akan marah karena tidak ada penghormatan dan mengira pemuda
tersebut tidak bersopan santun. Bahkan ada seseorang masuk di penjara. Sebut
saja, si Polan, yang suka menebar kata-kata tidak santun di media sosial Facebook.
Dia berperkara di pengadilan akibat menuliskan pernyataan, “Hai, si
Cerewet.” Teman Facebook-nya tidak berterima lalu mengadukan ke
polisi tentang perkara tersebut. Banyak kasus semacam itu di pengadilan saat
ini.
Apakah pernyataan salah seperti contoh di atas
tidak dapat diperbaiki sehingga menjadi bahasa santun yang baik dan benar? Tentunya,
pernyataan perbaikan itu justru akan menguatkan kewibawaan berbahasa
pemakainya. Pembicara akan lebih disegani dan dihormati karena menggunakan
kesantunan berbahasa Indonesia.
Bukankah, kecendekiaan seseorang tercermin
dari bahasanya? Begitu pula, kekuatan pemuda Indonesia salah satunya terletak
pada pemertahanan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa yang sangat hebat adalah
bahasa dapat mempersatukan bangsanya.
Kesalahan berbahasa Indonesia tampaknya akan
semakin menggejala dan runyam. Ujung-ujungnya, bahasa Indonesia akan kehilangan
jatidirinya. Agar kerunyaman tidak semakin parah, diperlukan usaha yang keras
dari para pemuda. Usaha itu dapat dilakukan perorangan maupun kelompok dari
situasi yang paling terkecil (diri sendiri, keluarga, teman) sampai
situasi terbesar (sekolah, acara
kebahasaan, seminar, dan seterusnya).
/4/
Kesantunan berbahasa Indonesia menjadi sebuah
keharusan bagi penggunanya agar terjalin komunikasi yang sempurna. Komunikasi
sempurna ditandai oleh kelengkapan unsur komunikasi, yakni pembicara, pendengar, tempat, waktu, topik, saluran, dan tujuan. Salah satu unsur itu tidak
terpenuhi maka komunikasi akan mengalami gangguan.
Sebelum
berkomunikasi, pemakai bahasa sebaiknya tahu latar belakang pembicara. Baik
dari sisi usia, status, jabatan, sampai pada kondisi terkini pembicara
tersebut. Cobalah perhatikan pilihan kalimat berikut ini.
(9)
Kamu akan ke sini?
(10)
Saudara akan ke sini?
(11)
Bapak akan ke sini?
(12)
Tuan akan ke sini?
(13)
Bos akan ke sini?
(14)
Kalian akan ke sini?
Kalimat (9) sampai (14) di atas akan
berbeda-beda digunakan karena perbedaan pembicara atau pendengarnya. Cobalah
mengucapkan Kalian akan ke sini
kepada para orang tua. Pembicara pasti akan dimarahi atau didiamkan saja.
Begitu pula unsur komunikasi lainnya
akan menentukan keberhasilan berbahasa. Selain itu, pengguna bahasa akan tunduk
pada norma budaya, sosial, dan ekonomi yang melatari komunikasi. Pengguna
bahasa akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang
yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak
berbudaya akibat kesalahan berbahasa dalam komunikasinya.
Grice
(1978) mengidentifikasi bahwa komunikasi secara santun harus memperhatikan
prinsip kerja sama. Ketika berkomunikasi, seorang penutur harus memperhatikan
(1) prinsip kualitas (Informasi
harus di dukung dengan data agar lebih sah dan benar sehingga lawan bicara
tidak merasa tertipu); (2) prinsip kuantitas (informasi harus sesuai dengan
yang diperlukan, tidak lebih dan tidak kurang); (3) prinsip relevansi (ketika berkomunikasi
dengan orang lain harus relevan dan berkaitan dengan yang dibicarakan oleh
lawan bicara); dan (4) prinsip cara (cara penyampaian harus diperhatikan).
Berikut pedoman
berbahasa yang mendapatkan hasil maksimal.
1. Jangan
memperlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepada penutur
2. Jangan
mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai diri mitra tutur atau orang
atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur
3. Jangan
mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur sehingga mitra tutur
merasa jatuh harga dirinya
4. Jangan
memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri sendiri
5. Maksimalkan
ungkapan simpati kepada mitra tutur
6. Minimalkan
rasa tidak senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa senang
Kesantunan berbahasa ditentukan oleh sikap hormat,
kerendahan hati, dan ketulusan. Sebaliknya, berbahasa yang tidak santun dicirikan oleh (1) penutur menyatakan kritik secara langsung dan dengan kata -kata
kasar; (2) Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur; (3) Penutur protektif terhadap pendapatnya; (4) Penutur sengaja memojokkan mitra tutur dalam bertutur; (5) Penutur menyampaikan tuduhan atas
dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.
/5/
Oleh karena itu, pemuda Indonesia haruslah mempunyai
daya bahasa yang mampu digunakan untuk berkomunikasi secara santun. Di mana
saja, kapan saja, dan kesempatan apa saja, merupakan titik perhatian berbahasa
pemuda Indonesia. Dengan begitu, kualitas hidup pemuda Indonesia akan menaiki
tangga bermartabat.
Langganan:
Postingan (Atom)