Jumat, 28 November 2008

Cara Menghadapi Siswa Celometan atau overspeech

Oleh Suyatno

Di kelas, kadang banyak siswa yang celometan dengan suara keras, menyela tanpa makna, dan melawak saat guru berada di tengah-tengah mereka. Guru yang baik tentunya dapat mengatasi hal itu dengan cara cantik. Namun, guru yang tidak baik, dia akan marah atau terbawa arus sehingga pembelajaran menjadi rusak dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Siswa celometan atau overspeech merupakan perwujudan dari rasa ingin diperhatikan, dianggap paling jago, dan disegani. Itu merupakan hal yang wajar bagi eksistensi siswa. Hanya saja, kalau berlebihan, pembelajaran akan terganggu. Berikut ini cara untuk menghadapi siswa celometan itu.

1. Abaikan
Saat mengajar, tiba-tiba ada seorang siswa yang celometan mencari perhatian. Kalau yang celometan itu sendirian, guru perlu mengabaikan, jangan dilihat, dan pandangan arahkan ke teman lain yang diam. Biarkan saja. Siswa itu akan menghentikan sendiri celometannya.

2. Tegurlah
Jika celometan terus menerus dan mengganggu konsentrasi kelas, guru perlu menegur siswa tersebut. Teguran itu upayakan didengar oleh teman lainnya sehingga siswa celometan itu merasa malu dengan isi celometannya.

3. Ingatkan
Jika celometan berlangsung agak lama dan dilakukan banyak siswa, guru perlu memberikan peringatan dengan suara lebih keras, tepuk, atau ketuk sambil ucapkan kata "coba perhatikan", dengan agak lantang.

4. Hukumlah
Siswa yang berkali-kali celometan tanpa memperhatikan peringatan atau teguruan perlu diberikan hukuman yang tentunya bersifat mendidik. Umpamanya, siswa itu ditunjuk untuk mengerjakan soal dengan jumlah lebih atau hukuman nonfisik lainnya.

Celometan terjadi di setiap situasi. Apalagi, saat guru tidak siap, tanpa media, dan tanpa perencanaan, celometan akan terjadi lebih serius. Kunci agar siswa tidak celometan adalah (1) kuasailah kelas dengan tampilan dan suara yang baik dan mudah diterima siswa; (2) jangan cepat tertawa dengan lelucon dangkal dari siswa yang hanya bersifat menggoda; (3) aturlah pandangan ke semua siswa tanpa pandang buluh; (4) berjalanlah dengan penyesuain tinggi terhadap perencanaan; dan (5) jangan salah ucap, salah berdiri, dan jangan menggunakan pakaian yang membuat siswa tertawa.

Kondisi di atas sering terjadi pada guru baru yang belum mempunyai aura mengajar dengan baik. Kalau guru lama, dia sudah mempunyai kiat khusus untuk itu. Namun, guru baru hanya menguasai materi tetapi belum kaya dengan cara menampilkan di situasi siswa yang berbeda-beda. Hanya pengalaman mengajarlah yang akan membuat siswa tidak celometan tak terkendali. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Hadapilah siswa celometan dengan tegar dan hati yang sabar.

Senin, 10 November 2008

Guru di Mata Mbok Siti (32)

Tiba-tiba, Mbok Siti mengajakku sejenak ke belakang rumah. Aku turut saja ajakannya. Kami duduk di bawah pohon sawo belakang rumah. Pohon buah berwarna coklat tua dengan rasa manis itu teramat rindang bagi siang yang menyengat itu. Lalu, diambilnya sawo jatuh karena dimakan codot (kelelawar besar). "Buah ini berarti sudah tua dan matang sebab codot itu telah memakannya", ujarnya. Rasanya, kita tiap hari berlomba dengan codot itu untuk menentukan cepat mana antara kita yang memetik atau codot yang merusak itu. Andai saja, kita tidak tahu kalau buah itu layak petik, tentu buah itu pada gilirannya akan dimakan codot.

Tingkat kematangan buah sawo harus dapat kita ketahui dengan cermat. "Dengan begitu, kita dapat dengan tepat memetiknya dan tidak salah dengan buah yang masih muda serta mentah", ujar Mbok Siti. Guru yang paham akan tingkat kematangan siswa, dia akan dengan cepat menakar kekuatan siswa tersebut. Jika guru tidak punya bekal melihat kematangan siswa, dia tidak akan pernah mampu memberikan kemanfaatan bagi siswanya.

Kesan Pertama Menentukan Prestasi Mengajar

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda berkesan di mata siswa sendiri? Apakah kesan itu seterusnya melekat? Apakah Anda ingin memperbaiki kesan pertama yang Anda berikan kepada siswa di kelas? Apakah Anda ingin kemampuan Anda disamakan dengan guru lain? Kesan pertama guru di mata siswanya sangat menentukan. Seringkali, orang menilai kemampuan guru dari kesan pertama yang mereka tangkap. Itu sebabnya, memberikan kesan pertama yang berkesan sangatlah penting dalam pembelajaran.

Banyak siswa yang merasakan tidak ada kesan kepada seorang guru karena guru itu tiap hari selalu sama baik dalam berpakaian, ucapan, maupun kinestetisnya. Parahnya, guru demikian malah beralasan kalau perbuatan statis itu memang karakternya. Sebaiknya, tiap bertemu dengan siswa, guru mengubah intonasi berbicara, gaya berpakaian, dan gaya menyapanya. Dengan begitu, siswa akan merasakan dinamika kesan dalam dirinya.

Bukan rahasia umum lagi, sebagai guru, Anda harus lebih memperhatikan kesan yang Anda berikan kepada siswa karena Anda harus mengubah kesan dengan komentar yang sering kita dengar, "Oh pantesan, guru hebat sih". Bila Anda ingin dipandang orang sebagai seorang guru yang mempunyai rasa percaya diri, mampu, dan tulus, simaklah tips-tips berikut ini.

Memasuki Kelas
Bila Anda berjalan dengan beberapa siswa, cobalah untuk berjalan di depan. Hal ini memperlihatkan kesan yang kuat. Bila Anda sendirian dan masuk ke kelas yang sudah dipenuhi oleh siswa, masuklan melalui pintu depan, berdiri beberapa saat di bagian pinggir dan dengan cepat meneliti ruangan untuk menentukan bagaimana Anda akan duduk atau berdiri.

Mungkin Anda akan melewati sekelompok siswa yang telah Anda kenal, ambil kesempatan ini untuk membicarakan mengenai topik yang sesuai dengan acara pelajaran hari itu. Bila Anda merasa canggung, dekati siswa dan berdiri agak sedikit di luar zona mereka dan tersenyum; tunggu sampai ada jeda pada pembicaraan tersebut lalu ambil kesempatan untuk menguatkan gaya mengajar Anda.

Kekuatan Berbicara
Jadilah guru yang memulai pembicaraan dengan bicara menarik dari isi dan suara agar siswa tertarik dan memberikan kesan pertamanya. Pada saat Anda berbicara, sekali-sekali coba berikan jeda karena memberi kesan Anda menguasai pembicaraan. Tetapi bila Anda berhadapan dengan siswa yang senang menginterupsi, lupakan jeda dan gunakan tangan Anda untuk memintanya menunggu sebentar.

Anggukan dan Kedipan
Kedua gerakan di atas memperlihatkan lemahnya kekuatan. Coba untuk tidak mengerdip terlalu sering karena akan memberikan kesan gelisah. Coba untuk tidak mengangguk terlalu sering karena akan membuat siswa menganggap Anda setuju dengan apa yang diucapkannya atau menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan.

Tersenyum
Siswa selalu mengharap guru lebih banyak tersenyum. Bila Anda kurang banyak tersenyum, Anda akan dianggap tidak ramah. Tentu Anda dapat memberikan senyuman, tapi ingat, jangan memberikan senyuman pada topik pembicaraan yang tidak Anda setujui, atau bila Anda diserang secara lisan. Banyak, lho, guru yang mempunyai kebiasaan tersenyum bila merasa tidak nyaman dan bila pendapat guru diserang.

Sabtu, 08 November 2008

Guru di Mata Mbok Siti (31)

Tangan tua Mbok Siti masih lincah ketika mengupas kentang untuk acara selamatan malam itu. Aku juga menirukan memegang pisau dapur untuk turut mengupas kentang yang diletakkan di baskom terendam air. "Aduh, sulitnya setengah mati", gumamku lirih. Semakin aku lincah seperti Mbok Siti, semakin kentang berloncatan seperti katak kedatangan hujan.

"Mengapa berkeringat begitu?", tanya Mbok saat melihat aku menyeka dengan lengan yang terbebani tangan memegang pisau dapur. "Ternyata sulit ya...Mbok, mengupas kentang itu", jelasku memberikan alasan. Mbok hanya tersenyum. "Kita merasa sulit mengupas karena melihat kentang yang banyak, belum pernah, dan berpikiran sulit", jawabnya. Cobalah menganggap bahwa yang dikupas satu lalu satu lalu satu, pasti kita tidak merasa sulit. Apalagi, kalau kita pernah mengupas, untuk mengupas berikutnya, tentu rasanya akan semakin mudah. Yang paling penting, dalam menghadapi kentang yang banyak ini, kita perlu berpikiran positif saja, yakni berpikir bahwa pastilah kentang ini terkupas.

Begitulah seorang guru, dia harus melihat pembelajaran dari hal yang kecil agar tidak merasakan kejenuhan. Guru perlu pengalaman yang memberikan kekuatan bagi pembelajaran berikutnya. "Kemudian, guru harus senantiasa berpikiran positif", katanya dengan lembut.

Jumat, 07 November 2008

Kiat Sukses Ikuti Diklat PLPG Sertifikasi Guru

Oleh Suyatno

Minggu ini merupakan masa penantian panjang seorang guru dalam kepastian lolos sertifikasi melalui portofolio atau mengikuti diklat PLPG untuk angkatan 2008. Yang lolos, sudah pasti, dia akan mengembangkan senyum dan seraya bersyukur sedangkan yang tidak lolos, pastilah sedikit bersedih dan bersusah. Sedih dan susah merupakan sesuatu yang sangat wajar. Hadapilah dengan biasa dan mengalir saja.

Untuk yang tidak lolos melalui dokumen portofolio, tentunya, garduguru mengucapkan selamat karena akan mengikuti diklat. Kok ucapan selamat? Ya. Dalam diklat yang sembilan hari itu, tentu, banyak yang didapat oleh seorang guru sehingga sedikit banyak memberikan perubahan gaya mengajar kelak. Kedua, selamat karena peserta tidak ditarik biaya untuk diklat sembilan hari dengan makan dan jajanan gratis. Ketiga, peserta akan menemui kawan yang senasib dan tentu akan menjadi relasi baru dalam pembelajaran ke depan. Keempat, peserta dapat istirahat sejenak dalam mengajar untuk sekadar refreshing dalam diklat.

Lalu, bagaimana agar lancar dalam diklat dan tentunya sekaligus lolos? Gampang dan mudah. Peserta pasti lolos asal mengikuti diklat dengan serius, disiplin, dan memahami materinya. He.he. (ya..pasti begitu).

Diklat PLPG sertifikasi guru dirancang dengan model pelatihan partisipatif. Peserta lebih banyak praktik untuk melaksanakan pembelajaran inovatif termasuk sistem evaluasi dan cara meneliti tindakan kelasnya. Penilaian untuk peserta diambil dari hasil tes tulis di akhir diklat, partisipatipasi peserta saat diklat di tiap topik sajian, hasil tugas, penilaian teman sebaya, dan kehadiran.

Berikut kiatnya. Pertama, buang jauh kekesalan, kesedihan, dan rasa malas kemudian ganti dengan percaya diri, optimistis, dan berniat. Ketiga, bawalah kurikulum, buku pelajaran, dan buku lainnya dalam diklat sebagai acuan meskipun nanti peserta akan mendapatkan modul pelatihannya. Keempat, masuklah tepat waktu dan jangan sekali-kali izin karena hal itu termasuk dalam penilaian. Kelima, bacalah modul dengan seksama meskipun penatar tidak menyuruh membaca karena soal tes diambil dari modul itu. Keenam, aktiflah di kelompok dengan kesetiakawanan tinggi, empati, dan toleransi karena hal itu juga menjadi bagian penilaian teman sejawat. Ketujuh, buatlah RPP yang inovatif dan praktikkan saat peer teaching dengan baik. Peer teaching maksudnya praktik mengajar di depan teman-teman diklat sendiri. Dalam peer teaching, penatar akan menunggui dan memberikan penilaian tentang sikap, gaya mengajar, membuka, menerangkan, menutup, bertanya, menegelola kelas, dan menggunakan media inovatif. Untuk itu, jangan sampai dalam peer teaching, grogi, tidak keluar suara, gemetar, dan sebagainya. Anggap saja seperti mengajar ke siswa di sekolah.

Saat diklat berlangsung, cobalah menikmati dengan membuang segala prasangka buruk tetapi justru membangun suasana diklat dengan kegembiraan dan kehendak untuk maju yang tinggi. Dengan begitu, diklat akan terasa berjalan dengan nyaman dan serasa cepat. Percayalah.

Masih Perlukah Guru Killer?

Oleh Esti Nugraheni
Guru SMPN 39 Surabaya

Indonesia sudah selangkah demi selangkah berupaya mengentaskan keterpurukan pendidikan. Upaya itu ditandai dengan perbaikan kurikulum yang sudah mengalami perubahan sebanyak empat kali sejak tahun 1975. Selain itu upaya pemerintah yang lain yaitu mengentas pendidikan guru dengan cara mewajibkan pendidikan penyetaraan S1 bagi guru SD, SMP, maupun SMA, bahkan memberi peluang bagi guru yang ingin melanjutkan pendidikan S2. Belum lagi kegiatan-kegiatan penataran yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru.
Upaya pemerintah Indonesia untuk mengentas pendidikan ini mendapat banyak sambutan dari masyarakat, namun tidak kalah banyak juga yang menyambutnya dengan dingin dan apatis. Masyarakat yang menyambut dengan antusias dan gembira adalah masyarakat yang menginginkan perubahan menuju kepada perbaikan. Mereka bersikap demikian karena mereka melihat laju pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun tidak ada perkembangan baik dalam proses pembelajaran maupun hasil outputnya. Sedangkan masyarakat yang menyambut dengan dingin dan apatis adalah masyarakat yang melihat bahwa upaya tersebut hanyalah sia-sia bahkan merepotkan, dalam arti merepotkan guru untuk selalu belajar dan merepotkan guru untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan kurikulum yang diberlakukan.
Dalam masa sekarang ini, kebutuhan anak didik untuk lebih mendapatkan "kebebasan" dalam belajar hendaknya guru menyambutnya dengan antusias karena anak didik berhak mendapatkan itu.
Mengapa demikian? Setiap peserta didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih berkembang. Anak didik bukanlah objek pendidikan, sehingga guru seyogyanya memusatkan belajar pada siswa, artinya dalam pembelajaran, segalanya berpusat dari siswa mulai penentuan pokok bahasan yang akan dipelajari sampai kepada kegiatan pembelajaran. Guru tinggal memotivasi dan memediatori siswa dalam pembelajaran.
Memang, kegiatan pembelajaran yang demikian itu sangatlah sulit untuk dilaksanakan apalagi budaya kolonialisme sudah berurat berakar di Indonesia termasuk dalam lingkup pendidikan. Ditambah lagi dengan pemikiran guru yang seperti ini: "Ah, selamaini saya mengajar dengan cara lama ya baik-baik saja, tidak ada masalah". Ada pula guru yang bangga dijuluki guru killer karena kegalakannya. Guru tersebut menggunakan sistem seperti itu karena mungkin guru tidak ingin direpotkan dengan siswa yang ramai, yang malas, atau yang kurang pandai. Guru tersebut merasa nyaman mengajar dengan siswa yang duduk rapi dalam keadaan sunyi sepi dan dalam suasana tegang karena takut. Guru yang demikian itu melihat pembelajaran berfokus pada guru(pribadi) tetapi tidak melihat dari sisi siswa (peserta didik). Hal yang demikian hendaklah dipikirkan kembali.
Menurut Freire, pendidikan dengan paradigma kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek. Bagi Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subjek bukan penderita atau objek. Menurut Freire pula, jika seseorang pasrah, tetap pada sistem dan struktur yang sebenarnya usang dan menyerah pada sistem tersebut sesungguhnya ia sedang tidak manusiawi. Lalu bagaimanakah sikap guru menghadapi tantangan ini?
Guru adalah sosok yang dibutuhkan dalam pembelajaran, khususnya di kelas. Seperti yang sudah ditulis di atas, guru adalah sebagai mediator dan memfasilitasi peserta didik untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya meskipun masih dalam koridor kurikulum yang diberlakukan. Guru harus termasuk golongan yang menyikapi perubahan paradigma pembelajaran dengan antusias dan gembira. Karena diharapkan guru dapat mencetak peserta didik yang kreatif dan inovatif, sehingga dapat dipastikan Indonesia nantinya tidak akan kekurangan SDM berkualitas.
Guru harus senang menerima pengetahuan-pengetahuan baru tentang pendidikan dan berupaya untuk mengaplikasikannya di kelas. Bukankah anak didik adalah tanggungjawab guru? Baik tidaknya hasil yang diperoleh anak didik juga tergantung seberapa besar upaya guru dan kemampuan guru untuk memotifasi, memfasilitasi, dan menjembatani antara anak didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Maka membuka lebar-lebar hati untuk menerima perubahan dan mau mengubah cara pembelajaran yang selama ini bersifat konservatif bukanlah hal yang tabu.
Sebagai orang yang menangani pendidikan, guru harus berani dan mempunyai komitmen untuk mengubah paradigma yang dipegang selama ini ke paradigma baru yang justru dibutuhkan oleh masyarakat. Freire membagi kesadaran manusia dalam belajar ke dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah kesadaran magis, yaitu kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara faktor satu dengan faktor lainnya. Proses pendidikan metode tersebut tidak memberikan kemampuan analisis tentang kaitan antara sistem yang diciptakan dalam proses pelatihan dalam pendidikan dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Peserta didik secara dogmatis menerima kebenaran dari pendidik tanpa ada mekanisme pemahaman makna setiap konsepsi kehidupan masyarakat.
Kelompok kedua adalah kesadaran naïf, yakni melihat aspek manusia menjadi penyebab masalah yang berkembang di masyarakat. Pendidikan dalam konteks naïf tersebut tidak mempertanyakan sistem dan struktur pelatihan. Bahkan, sistem dan stuktur yang ada dianggap sudah baik dan benar. Sistem tersebut dianggap given oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan. Tugas pelatihan atau proses pendidikan adalah mengarahkan agar peserta didik dapat masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.
Kelompok ketiga disebut dengan kesadaran kritis. Kesadaran tersebut lebih melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam pendidikan melatih peserta didik mampu mengidentifikasikan ketimpangan struktur dan sistem yang ada kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem bekerja serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pendidik dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan sesuai dengan diri peserta didik.
Dari kesadaran tersebut dan kaitannya dengan sistem pendidikan maka apabila guru mengajar dengan melihat dari sisi anak didik maka tentunya guru tersebut termasuk orang yang mendukung kelompok ketiga. Alangkah bahagianya bila semua guru bersatu padu meneriakkan "Selamat datang pendidikan kritis, Selamat datang KBK!" maka pendidikan Indonesia akan mampu menyamai pendidikan modern di negara-negara lain. Pendidikan di Indonesia akan mengantarkan bangsa Indonesia siap menerima era globalisasi tanpa ragu. Dalam kualitas pendidikan, bangsa Indonesia tidak akan berada di peringkat 109 dari seluruh jumlah negara-negara di dunia. Bangsa Indonesia tidak akan lagi menjadi bangsa konsumen tetapi akan siap menjadi bangsa produsen. Itulah setidaknya yang harus dicita-citakan guru. Betapa mulianya. Tidak salah bila selama ini bangsa kita menyebut guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Nah, kalau sudah demikian apakah guru akan tetap bangga dengan predikat guru killer?


Daftar Pustaka

Fakih, Mansour dkk. 2001. Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Suyatno, 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa Dan Sastra. Surabaya. SIC.

Rabu, 05 November 2008

Obama is The Best Teacher

Oleh Suyatno

Obama is The Best Teacher. Ia telah memberikan inspirasi bagi jutaan manusia dari segala penjuru untuk melakukan perubahan paradigma berpikir, paradigma bertindak, dan paradigma kepastian. Selama ini, tidak ada yang memastikan bahwa Benua Amerika, yang asal mulanya dikuasai kulit putih dan kulit hitam sebagai budaknya, akan dipimpin oleh keturunan kulit hitam, Barack Obama. Barack Obama membius alam sadar dan alam bawah sadar warga Amerika untuk secara serta merta mendukungnya.

Guru biasa menjelaskan, guru baik mendemonstrasikan, dan guru hebat menginspirasikan. Itulah kategori guru yang menandakan masih ada peringkat guru berdasarkan gaya mengajarnya. Nah, Barack Obama masuk dalam kategori guru hebat karena mampu memberikan inspirasi bagi warga Amerika untuk memilihnya, mengangkatnya, dan mendudukkan di singgahsana Gedung Putih. Inspirasi itu bersumber dari gaya berbicara, berjalan, senyuman, daya tanggap kepada lawan bicara, dan daya pikir Obama.

Lihat saja, saat menaiki tangga panggung atau podium, Obama selalu bergaya cepat menaiki tangga seperti berlari. Saat berjalan, Obama menunjukkan gaya cepat melintasi altar yang dilewati. Saat orang lainnya menyapa baik lisan maupun gerak, Obama langsung menoleh dan tersenyum. Gaya tersebut sebenarnya adalah gaya guru hebat. Citra diri guru memberikan inspirasi untuk berpikir positif bagi orang lain.

Andai saja, banyak guru yang menangkap gaya Obama ini, tentu, akan banyak guru yang berubah gaya, dari gaya guru baik ke gaya guru hebat. Perubahan paradigma murid terhadap guru memberikan keberhasilan tersendiri bagi perkembangan siswa. Tentunya, perubahan itu ditandai oleh perubahan positif, optimis, dan bertujuan. Guru gaya Obama, siapa yang terinspirasi?