Rabu, 20 April 2011

Mengajar dengan Metode Inovatif Sistem Among Ki Hajar Dewantara


Metode sistem among dapat dikatakan metode pembelajaran inovatif yang mampu mengembangkan jiwa merdeka siswa. Metode ini melawan metode klasikal yang kaku, statis, dan dingin dengan info-info guru semata. Guru Indonesia sebaiknya jangan bertipe semut di seberang lautan tampak dan gajah di depan mata tidak tampak. Sebelum melirik gaya mengajar yang diimpor dari luar negeri, marilah melirik gaya mengajar yang telah dikembangkan tokoh Indonesia Ki hajar Dewantara. gaya itu adalah gaya mengajar dengan sistem among. 
Among mempunyai pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang. Lalu gurunya disebut pamong karena momong (mengasuh) yang mempunyai kepandaian dan pengalaman lebih dari yang diamong. Guru disebut pamong yang bertugas mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu. Tujuan sistem among membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa, merdeka lahir batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani rohani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya.
Sistem among memberikan ciri jiwa merdeka. Jadi, mengajar dengan sistem among yang pertama harus ditumbuhkan adalah mengenalkan, menanamkan, dan mewujudkan jiwa merdeka. Dengan jiwa merdeka, kreativitas dn imajinasi siswa akan muncul dan kelak menjadi bekal membangun Indonesia. Oleh karena itu, sistem among mengharamkan hukuman disiplin dengan paksaan/kekerasan karena itu akan menghilangkan jiwa merdeka anak. Sistem Among dilaksanakan secara “tut wuri handayani”, bila perlu perilaku anak boleh dikoreksi (handayani) namun tetap dilaksanakan dengan kasih sayang.
          Ki Hadjar Dewantara menyebutkan bahwa “Sang anak harus tumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Pendidikan yang beralaskan paksaan-hukuman-ketertiban (regering-tucht en orde) kita anggap memperkosa hidup kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Itulah yang kita namakan Among Methode.”
Dalam pelaksanaan pembelajaran, Ki Hajar Dewantara menuturkan “Pelajaran berarti mendidik anak-anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka fikirannya dan  merdeka tenaganya.”
Pembelajaran dengan metode sistem among bersendikan  Kodrat Alam dan Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya. Sendi kedua Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin anak hingga dapat hidup mandiri. Ki Hajar Dewantara menempatkan jiwa merdeka sebagai sifat kodrati sang anak yang harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan dan pengajaran.
        Cara mengajar dengan metode sistem among berarti mengajar dengan cara terbuka, kasih sayang, bebas, dan melindungi siswa dengan kesejukan dan kenyamanan pikiran. Teknik mengajarnya dengan cara bermain. Ki Hajar Dewantara sering menganjurkan para pamong untuk mengajak siswa sambil “bermain” dalam memberikan pelajarannya. Misalnya pelajaran ilmu bumi (geografi) dengan menggambar pulau Indonesia pada tanah/pasir dan menandai kota-kota dengan batu, gunungnya dengan gundukan kecil, hutan dengan lumut hijau. Pelajaran menghafal abjad dengan bernyanyi/tembang, pelajaran biologi dan botani (tumbuhan) dengan bermain jalan-jalan ke sawah/kebun. Bahkan pelajaran seni dengan nyanyi/tari dolanan anak hingga kini masih menjadi ciri khas perguruan Tamansiswa. Praktek bermain merangsang tumbuhnya jiwa merdeka si anak, dan dalam bermain harus konsisten dan konsekuen pada aturan main yang disepakati.
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa kemerdekaan itu tidak tak terbatas. Kemerdekaan dibatasi oleh tertib damainya masyarakat sehingga kemerdekaan seseorang tidak dibenarkan mengganggu kemerdekaan orang lain. Kemerdekaan diri mengandung arti kemerdekaan yang bertanggung jawab atas pengendalian diri dan tidak melanggar kemerdekaan orang/golongan lain.
Seseorang tidak selayaknya “dengan merdeka” meletakkan material batu/pasir di pinggir jalan, karena mengganggu kemerdekaan pemakai jalan yang lewat. Walaupun ada Perda yang mengatur dan memberi sanksi mengenai hal itu, namun banyak masyarakat yang belum faham betul arti kemerdekaan diri yang sejati. Kemerdekaan pers seorang wartawan-pun seharusnya tidak etis bila memberi informasi yang mengganggu azasi orang lain.
(Sumber: tamansiswa.org)

Tidak ada komentar: