Kamis, 30 Juli 2009

S-1 Pendidikan Belum Menjadi Guru Sebelum Ikut PPG

Oleh Suyatno

Tidak lama lagi, para lulusan S-1 Pendidikan tidak serta merta menjadi guru seperti tradisi yang ada sekarang ini. Lulusan S-1 Pendidikan akan menjadi guru apabila telah mengantongi sertifikat pendidik alias sertifikat guru yang diperoleh dari program prajabatan guru, yakni Pendidikan Profesi Guru. Program PPG itu ditempuh melalui seleksi dengan jangka tempuh 36 s.d. 40 SKS atau kurun waktu setahun. Nantinya, guru memang akan benar-benar berkualitas meskipun masih guru baru.

Saat ini, calon penyelenggara PPG masih memasuki tahap penilaian proposal dan kunjungan tim penilai. Yang lolos penilaian itu akan mempunyai hak melaksanakan PPG kemudian jangka beberapa tahun ke depan akan ditinjau ulang. Tidak mudah bagi perguruan tinggi menjadi pelaksana PPG karena syarat yang diberikan sangat sulit, yakni perti harus terakreditasi minimal B, mempunyai 2 doktor dan 4 magister yang salah satunya telah berjabatan lektor kepala, mempunyai sekolah mitra atau sekolah laboratorium, kurikulum yang dikembangkan bernuansa PPG, dan sarana harus memadai untuk PPG.

PPG nanti dirancang tidak dalam bentuk perkuliahan melainkan berbentuk workshop dan praktik. Jadi, jika pola lama, calon guru ber-PPL hanya dua bulan atau tiga bulan, untuk PPG, peserta akan ber-PPL 6 bulan atau 1 tahun. Mereka sehari-hari akan merumuskan RPP dan mempraktikkannya. Pola seperti itu tentunya akan mematangkan calon guru sehingga saat menjadi guru akan langsung dapat mengajar dengan bagus.

Rabu, 22 Juli 2009

Raimuna Jatim 2009: Alam Sebagai Media Pembelajaran

Oleh Suyatno

Salah satu media yang paling tepat untuk mendidik seseorang adalah alam yang sebenarnya bukan tiruan. Saat di alam, peserta didik akan langsung berhadapan dengan tingkat kesukaran yang berbeda, tantangan diri yang berbeda, dan multifungsi yang berbeda-beda pula. pengalaman itu pada suatu saat nanti pasti bermanfaat bagi peserta didik itu dalam menghadapi hidupnya kelak dengan tantangan yang berbeda pula. Semakin berpengalaman seorang peserta didik, akan semakin mahir dalam menjalani hidupnya kelak.

Oleh karena itu, tak ayal, John Dewey, Baden Powell, Krashen, dan Vigotsy menggunakan alam sebagai titik tumpu mengembangkan konsep pendidikan bagi manusia. Mereka memberikan resep yang berbeda-beda namun dalam bungkus yang sama, yakni alam sebagai media pendidikan.

Raimuna Jatim 2009, 20 s.d. 25 Juli, di Tulungagung, merupakan perkemahan bagi pramuka usia 16 s.d. 25 tahun yang menerapkan alam sebagai media nyata. Dalam perkemahan yang diikuti 1700 peserta itu, peserta dapat mengalami langsung yakni masak sendiri padahal sebelumnya dimasakkan ibunya, angkat air, tidur di tikar, kehujanan, pasang tali, meloncat, berjalan, berwisata, berdiskusi, dan lainnya. Kegiatan itu tentu sangat mahal jika dihitung dalam angka uang namun sangat memberikan pengalaman baru bagi peserta didik.

Oleh karena itu, kegiatan sejenis, dengan pola yang dinamis perlu terus dilaksanakan dengan gencar agar pendidikan di Indonesia semakin maju. itulah realitas kini.

Jumat, 17 Juli 2009

Kapan Proses Belajar Siswa Terjadi

Oleh Suyatno

Pada dasarnya, proses belajar terjadi ketika siswa mampu memberikan makna/membangun pemahaman pada pengalamannya terhadap suatu objek atau suatu peristiwa. Misalnya, ketika seorang siswa baru pertama kali melihat kerbau dia akan mengatakan kerbau itu sebagai ‘anjing besar’ karena sehari-harinya dia terbiasa melihat anjing. Dia senantiasa berupaya mengaitkan pengetahuan baru itu dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Setelah dia amati berkali-kali, dia menyadari bahwa ‘anjing besar’ ini berbeda dengan anjing yang biasa dilihatnya sehari-hari. Pada waktu itu, siswa mulai membangun pengetahuan tentang ciri-ciri ‘anjing besar’ ini. Dalam jaringan struktur kognitif siswa ini, tidak hanya ada konsep anjing tetapi bertambah dengan ‘anjing besar’ yang dalam beberapa kali pengalamannya ‘melihat kerbau’, terminologi ‘anjing besar’ ini digantinya dengan terminologi baru menjadi ‘anjing bertanduk’. Proses belajar berlangsung dari dalam diri, ketika siswa secara terus menerus membangun gagasan baru atau menyempurnakan gagasan lama.
Ketika siswa memperoleh pengalaman pertama melihat seekor kerbau, struktur kognitif siswa mengalami goncangan ketidakseimbangan (disequilibrium) akibat perbedaan karakteristik anjing yang biasa dilihatnya dengan karakteristik kerbau yang sekarang dilihatnya. Kondisi ini memaksa siswa untuk membangun gagasan baru (anjing besar) yang berasal dari gagasan lama (‘anjing’ yang biasa dilihatnya). Proses seperti ini disebut proses assimilasi. Pada proses ini, pada dasarnya gagasan lama tidak berubah, siswa hanya melakukan perluasan gagasan dalam jaring kognitifnya. Proses lain adalah proses akomodasi dimana terjadi penggantian gagasan lama dengan gagasan baru.

Rabu, 15 Juli 2009

Mengajar di Sekolah Baru

Marina, seorang guru baru, mulai mengajar di sekolah baru dengan modal kependidikan yang baru pula. Tentu sungguh mengasyikkan kondisi tersebut karena Marina dapat lebih leluasa untuk mengeksplorasi kemampuannya di lingkungan baru. Lebih asyik lagi jika Marina mampu merencanakan dengan kuat tindakan yang akan dilakukannya.

Sebenarnya, sekolah lama atau baru sama saja karena mempunyai permasalahan dan tantangan sendiri-sendiri yang juga sama memerlukan sentuhan dari seorang guru. Lalu, bagaimana cara yang paling tepat untuk mengajar di sekolah baru?

Sekolah baru adalah sekolah yang belum mempunyai tradisi persekolahan. Yang ada hanyalah persepsi imajinatif dari pengelola sekolah berdasarkan pengalaman yang dimiliki atau berdasarkan teks yang pernah dibacanya. Dari kondisi itu, tentu muncul kesenjangan antara angan-angan dengan kenyataan yang harus terjadi.

Beberapa rambu yang perlu diperhatikan adalah analisis kondisi siswa yang ada, pelajari kurikulum baku, perhatikan kondisi sekolah, cek kondisi masyarakat, dan perhatikan sarana dan prasarana yang dimiliki. Hasil analisis kondisi siswa menentukan bagi pola pembelajaran yang dijalankan beserta kemasan materinya. Kurikulum (KTSP) perlu dikembangna berdasarkan kemauan sekolah yang berkembang. Kondisi masyarakat diperlukan untuk memberikan gaya persekolahan yang akan dijalankan. Kondisi sekolah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembelajaran. Sarana dan prasarana memeberikan kelancaran bagi keterlaksanaan pembelajaran.

Senyampang sekolah baru, pengelola perlu langsung tancap gas untuk menerapkan sistem pembelajaran modern yang berbasis siswa karena pola tradisional belum mengental di antara guru. Guru perlu bertemu untuk menentukan menu pembelajaran dengan prinsip integratif dan kondusif.

Guru di Mata Mbok Siti (57)

Kambing di belakang rumah Mbok Siti tampak sehat-sehat dengan gerak mulut lincah mengunyah rumput. Tiap aku sodori rumput, kambing itu dengan cepat menyambarnya seolah mengucapkan terima kasih. Mbok Siti tiba-tiba memberikan seikat rumput berupa dedaunan di wadah makanan yang diikat setinggi 60 cm menempel di kandang. "Kok banyak Mbok?", tanyaku menyelidik. "Rumput segini, memang sudah porsinya, anakku", sambil tersenyum memandangku. Karena tiap hari memberikan rumput, Mbok Siti sangat hafal takaran rumput yang diberikan.

Begitu pula, guru sudah seharusnya hafal dengan takaran materi pembelajaran yang diberikan. "Guru harus tahu seberapa berat materi diberikan untuk siswanya", kata Mbok Siti. Tentu, tidak semua siswa menerima takaran yang sama. Takaran materi pembelajaran tentu bergantung kapasitas siswa, situasi, kondisi, dan tujuan yang akan dicapai. "Anakku, jangan sekali-kali melihat materinya tetapi lihatlah siapa yang akan menerima materi itu", pesannya. Akupun mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.

Jumat, 10 Juli 2009

Peran Guru dalam Melejitkan Minat Baca Siswa

Oleh Suyatno

Sampai saat ini, membaca masih belum menjadi budaya kuat di kalangan manusia INdonesia. Meskipun, pertumbuhan penerbitan buku mengalami kemajuan pesat yang ditandai oleh banyaknya penerbitan yang berada jauh dari kota Jakarta. Budaya membaca masih sebatas untuk kalangan pembelajar di sekolah dan bangku kuliah. Budaya membaca itu mungkin saat ini mulai dikalahkan oleh budaya internetan dan sms.

KOndisi memprihatinkan itu tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja bagi semua pihak, khususnya guru. Guru mempunyai peran sentral dalam memberikan motivasi kepada siswanya untuk gemar membaca sepanjang hidupnya. Di samping itu, orang tua juga harus memberikan motivasi kuat kepada anaknya untuk membaca.

Guru sebagai anutan siswa yang tiap hari bertemu meskipun hanya 5-6 jam sehari diharapkan mampu memberikan keteladanan membaca bagi siswa. Guru mengajak siswa untuk membaca dari buku yang ringan ke buku yang rumit. Membaca yang baik dengan kecepatan menyerap informasi juga perlu diajarkan dan dibiasakan di kalangan siswa.

Prinsip pendidikan berupa dari sederhana ke kompleks, dari dekat ke yang jauh, dari mudah ke yang sulit, dari konkret ke yang abstrak perlu diterapkan dalam pembiasaan membaca. Biarkan siswa membaca sesuai dengan seleranya. Namun, lambat laun harus digeser ke membaca sesuai dengan fokus dan topik yang ditentukan dengan target waktu tertentu.

Guru di Mata Mbok Siti (56)

Air sumur di rumah Mbok Siti sangat jernih bagaikan awan tanpa mendung sedikit pun. Aku sempatkan cuci muka dan berkumur dengan lama di sumur belakang rumah. "Benar-benar sejuk dan menyegarkan jika dibandingkan air PAM di kota", gumamku. Kesegaran itu masih aku rasakan ketika aku sudah berada di teras rumah Mbok Siti.

"Air sumurnya sangat segar Mbok", tanyaku sambil mengusap bekas cuci muka di wajahku. "Iya, anakku. Sepanjang hidup, dari turun-temurun, sumur itu dapat menghidupi keluarga kami sampai kini", jelas Mbok yang penuh senyum itu. Air itu dapat segar dan sejuk karena berada di sumur yang alamiah dengan menampung sumber air di sekitarnya. Apalagi kanan kiri sumur itu terdapat tetumbuhan yang bertugas menahan laju air agar tetap di sumur itu.

Begitu pula, seorang guru, dia harus dapat secara alamiah memberikan kesegaran dan kesejukan bagi siswanya. "Guru adalah sumur yang mampu menampung air secara terus-menerus dan memberikan manfaat air itu bagi kehidupan secara menyegarkan dan menyejukkan", kata Mbok Siti. Guru bukanlah air yang dikatakan segar setelah diberi ramuan obat penjernih.

Sekolah Alam Mulai Menggeliat

Saat ini, sekolah alam mulai menggeliat setelah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sekolah alam yang menawarkan pendidikan yang ramah lingkungan dan menghargai potensi individu berkembang pesat serta diminati masyarakat. Di sekolah alam pendidikan tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik anak.

Sejumlah pimpinan sekolah alam, Rabu (8/7), mengatakan, orangtua yang sadar mengenai pendidikan yang bisa memberi keleluasaan untuk bereksplorasi serta pengembangan minat dan bakat anak mulai memilih sekolah alam. Citra sekolah alam, yang tadinya dianggap sekolah ”aneh” karena ruangan kelasnya hanya saung-saung, kini mulai berubah. ”Kepedulian orangtua dan masyarakat soal alam belakangan ini semakin tumbuh. Awalnya banyak keraguan dari orangtua karena pendidikan yang ditawarkan tidak seperti sekolah umum,” kata Principal Sekolah Alam Bogor Agus Gusnul Yakin.

Ketika dibuka tahun 2002, sekolah ini hanya memiliki 27 siswa. Sekarang jumlahnya mencapai 350 siswa. Bahkan, tahun depan akan dibuka level SMP. Meskipun mulai diminati orangtua, setiap kelas hanya diisi 24 siswa dengan dua guru. Kondisi itu bertujuan untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang lebih bisa mengembangkan potensi individu anak. ”Kami yakin, sekolah alam bisa jadi mainstream dalam pengembangan sekolah Indonesia ke depan,” kata Agus.

Laila Sari, Kepala Sekolah Alam Medan Raya, di Deli Serdang, Sumatera Utara, mengatakan, awalnya sekolah ini hanya untuk anak-anak tidak mampu yang disponsori sebuah lembaga amil zakat. Namun, kehadiran sekolah itu mulai menarik minat orangtua dari kalangan yang mampu secara ekonomi. ”Pembelajaran tetap mengacu pada kurikulum nasional. Namun, guru memperkayanya dengan sumber-sumber lain dengan metode pembelajaran yang menyenangkan. Belajar anak-anak itu istilahnya ’mendarah daging’ karena mereka selalu diajak mengalaminya secara nyata di alam,” kata Laila.

Ketika sekolah alam itu membuka paket Holiday In Action untuk anak-anak umum selama liburan, ternyata minat masyarakat cukup tinggi. Akhirnya, program itu dibuka setiap bulan supaya siswa umum bisa merasakan pembelajaran ala sekolah alam Medan Raya. Loula Maretta dari Green Education mengatakan bahwa pengembangan sekolah-sekolah, terutama milik pemerintah, lebih banyak pada hal-hal fisik. Pengembangan Sekolah Standar Nasional atau Sekolah Bertaraf Internasional, misalnya, lebih direpotkan pada tersedianya bangunan-bangunan fisik daripada mutu guru dan proses belajar yang menyenangkan. ”Orangtua sekarang banyak yang merindukan pendidikan alternatif yang tidak hanya fokus ke akademik. Pendidikan memang mestinya mengembangkan multi-intelegensia tiap anak,” ujarnya (Sumber: Kompas.com)

Rabu, 08 Juli 2009

Daoed Joesoef: Jalankan Pendidikan Bukan Persekolahan

Seperti diberitakan kompas.com, mantan mendiknas, Daoed Joesoef mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia semakin lama semakin terasa menjauh dari tujuan yang dikehendaki oleh founding fathers seperti yang tercantum dalam UUD 1945.

Hal tersebut ditegaskan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef dalam diskusi 'Mencari Profil Ideal Menteri Pendidikan Nasional' di Jakarta, Selasa (7/7). Hal tersebut terjadi, menurut Daoed, disebabkan oleh konsep pendidikan (education) yang diidentikkan dengan persekolahan (schooling).

"Padahal keduanya memiliki pemahaman yang jauh berbeda, pendidikan merupakan proses pembelajaran di sekolah yang membiasakan anak didik menggali dan memahami nilai-nilai yang dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat," ujar Daoed. Daoed melanjutkan, sedangkan persekolahan merupakan pembelajaran di sekolah dengan aksentuasi pada penguasaan materi yang diajarkan. Penguasaan materi itu nantinya diketahui lewat ujian dengan rentang waktu tertentu dengan penghargaan berupa ijazah dan gelar.

"Materi yang sudah dikuasai dianggap sebagai pengetahuan yang dapat memberikan kekuatan, karena itu anak-anak sejak jenjang sekolah paling bawah sudah diberikan berbagai macam pengetahuan di luar kapasitas mereka sebagai anak-anak yang masih butuh bermain," tambah Daoed. Selain itu, penyetaraan dalam pembelajaran yang diberlakukan pada semua anak didik dengan hasil ujian yang berbeda-beda juga membuat kebebasan anak diabaikan. Hasilnya, ujar Daoed, semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang sama di sekolah dengan konsekuensi mutu pembelajaran turun untuk mengejar kesetaraan.

"Sementara dalam pendidikan yang seharusnya diberlakukan ada tiga jenjang yaitu informasi, pengetahuan, serta kearifan," tandasnya. Menurut Daoed, informasi sebagai nilai diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar. Pengetahuan, yang juga sebagai nilai, diajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. "Sedangkan kearifan diajarkan pada jenjang kuliah baik itu program sarjana, master, maupun doktor. Orang berpengetahuan dan punya gelar belum tentu memiliki kearifan," ujarnya.

Pada saat, lanjut Daoed, ketika arus informasi semakin cepat, anak-anak menerima begitu banyak informasi yang bukan merupakan pengetahuan. Seharusnya, dari berbagai informasi itu dipilah-pilih yang masuk ke dalam pengetahuan dan tidak. Hakikatnya, kata Daoed, pengetahuan berkaitan dengan sistem, tatanan, dan persepsi mengenai sebab-akibat. Dari pengetahuan itulah, dipilih lagi pengetahuan yang arif dan yang tidak untuk diaplikasikan dalam kehidupan. "Jadi sebaiknya yang dijalankan dalam pendidikan di Indonesia adalah pendidikan bukan persekolahan," ujar Daoed. (sumber: Kompas.com, 7 Juli 2009/M1-09)

Selasa, 07 Juli 2009

Kalau Berbisik dengan Siswa, di Telinga Sebelah Mana?

Sering, guru berbisik kepada siswa untuk menyampaikan informasi penting atau sekadar menunjukkan perhatian saat di kelas atau di tempat lain. Kalau berbisik dengan siswa, sebaiknya telinga sebelah mana yang dibisiki? Liputan6. com melaporkan bahwa sekalipun tidak terlalu signifikan, berbisik di telinga kanan tidak hanya lebih disukai, ternyata lebih tepat. Doktor Luca Tommasi dan Daniele Marzoli dari Universitas Gabriele d`Annunzio, Chieti e Pescara, Italia, mengungkapkan rahasianya.

Rupanya ini terkait dengan Hemispheric asymmetry di dalam otak manusia yang ternyata sangat didominasi telinga kanan. Telinga kanan diyakini tersambung dengan otak kiri yang mengatur proses informasi verbal. Tommasi dan Marzoli serta timnya mengadakan serangkaian penelitian. Penelitian pertama mengamati perilaku para pengunjung klub dalam ruangan yang berisik. Sebanyak 286 pengunjung diamati, telinga mana yang mereka gunakan saat berbicara dengan rekan mereka. Hasilnya 72 orang melakukannya dengan telinga kanan.

Pada penelitian kedua, para peneliti mendekati sejumlah pengunjung klub malam. Kemudian dengan sengaja meminta rokok yang mereka miliki saat para pengunjung kurang mendengar. Ternyata, sebanyak 58 persen pengunjung menggunakan telinga kanan untuk meminta penegasan, sisanya menggunakan telinga kiri.

Penelitian ketiga, peneliti dengan sengaja meminta rokok dari para pengunjung klub di kedua telinga. Hasilnya, mereka yang dibisiki di telinga kanan memberikan lebih banyak rokok daripada mereka yang dibisiki di telinga kiri.

Dari hasil ini menandakan adanya keuntungan komunikasi dan kekhususan dari dua belahan otak dalam merespons sesuatu saat telinga mendapat bisikan. Jadi, agar bisikan Anda tepat ditanggapi, berbisiklah di telinga kanan.(ANS/ScienceDaily)

Guru di Mata Mbok Siti (55)

Ketika tiba-tiba kambing di belakang rumah mengembik bersahut-sahutan, secara cepat, Mbok Siti ke belakang rumah untuk mengambil cadangan rumput yang disimpannya di kiri kandang. Padahal, waktu itu, kami sedang asyik ngobrol tentang air dan timba yang ada di sumur. Akupun, sejurus kemudian, turut mengikuti Mbok ke arah kandang. "Ada apa Mbok?", tanyaku. "Oh, anakku, enggak ada apa-apa. Hanya, kambing ini memberikan tanda kalau lapar dengan cara mengembik", katanya. Tiap makhluk mempunyai tanda sendiri-sendiri dalam menjalani hidupnya, terutama untuk tanda lapar. "Kita harus mengenalinya dengan kuat, anakku", jelas Mbok yang suka baju hitam itu.

Begitu pula, dalam pendidikan, guru harus sangat paham dengan tanda-tanda yang dimunculkan oleh siswa. "Tiap siswa selalu mempunyai tanda yang berbeda-beda ketika menyatakan keinginannya", jelas Mbok. Keinginan itu berupa keinginan belajar, jenuh, gembira, dan seterusnya. Guru yang baik adalah guru yang kenal dengan tanda-tanda yang dimunculkan siswanya.

Sabtu, 04 Juli 2009

Siswa SMKN 7 Samarinda Produksi Laptop Sendiri

SAMARINDA, KOMPAS.com — Pihak DPRD Kalimantan Timur menyatakan salut atas kemampuan pelajar SMKN (Sekolah Menengah Kejuruan Negeri) 7 Samarinda yang mampu memproduksi (merakit) laptop secara massal, serta mengharapkan agar keahlian mereka terus dikembangkan.

"Kami bangga atas prestasi ini. Tidak semua sekolah kejuruan bahkan sekolah yang sama di daerah lain memiliki kemampuan seperti itu. Jadi, kami berharap agar SMKN 7 mendapat dukungan semua pihak sehingga keahlian mereka dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan," kata anggota DPRD Kaltim, Entjik Widyani, di Samarinda, Sabtu (4/7). Kemampuan itu, katanya, menambah bukti bahwa mutu pendidikan di Kaltim tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia.

"Namun, sebaiknya kita tidak merasa berpuas diri, semua pihak harus mendukung penuh agar kemampuan dan keterampilan SMKN 7 ini terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga nanti bukan hanya sekadar memproduksi laptop, melainkan juga berbagai alat elektronik lainnya," imbuh dia.

Pihak DPRD Kaltim berjanji akan mendukung penuh berbagai program untuk meningkatkan mutu pendidikan, termasuk kepada SMKN 7 tersebut. "Secara umum, DPRD Kaltim sudah sepakat melaksanakan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni mengalokasikan 20 persen dari total APBD untuk sektor pendidikan," kata dia. DPRD Kaltim juga mendukung penuh program Kaltim yang melaksanakan Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun atau di atas program nasional, yakni Wajar Sembilan Tahun. Mengenai kemampuan SMKN 7 itu, ia menilai harus dimanfaatkan pihak-pihak terkait, misalnya program untuk memberikan laptop gratis yang tahap awal hanya kepada 20 persen dari total guru di Kaltim mencapai 58.829 orang.

Pengajuan dana untuk bantuan laptop cuma-cuma kepada sejumlah guru di Kaltim itu telah masuk dalam APBD Perubahan 2009 Kaltim. "Kita baru mendapat informasi bahwa baru Pemkot Kota Samarinda yang telah mengajukan permintaan 2.000 laptop buatan SMKN 7 untuk mendukung program pembagian laptop gratis itu," katanya. Ia mengharapkan agar daerah lain juga mengikuti hal yang sama, tujuannya untuk memberdayakan kemampuan SMKN 7 dalam memproduksi laptop secara massal itu. "Selain itu, harga alat elektronik produksi SMKN 7 ini jelas lebih murah, tetapi kualitas cukup bagus sehingga bisa menekan dana APBD dalam menjalankan program pembagian laptop gratis ini," katanya.

Kepala SMKN 7 Samarinda Edih Rahmanuddin mengatakan bahwa pihaknya sudah mendapat kewenangan untuk memproduksi laptop secara massal. SMKN 7 memiliki tiga jurusan kompetensi, yakni multimedia, rekayasa peranti lunak, serta teknik komputer dan jaringan. Jumlah semua siswa SMK saat ini ada 803 anak, 45 persen di antaranya sanggup merakit laptop. "Jadi, atas kemampuan para siswa itu, maka kami tidak khawatir apabila ada permintaan secara massal karena satu siswa mampu merakit laptop hanya beberapa jam," ujar Edih. Sumber : Antara

Guru Kursus Dapat Kaya Raya

Liputan6.com melaporkan, untuk ukuran seorang guru, Woo Hyeong-cheol bisa disebut kaya. Bayangkan saja ia mampu mengumpulkan penghasilan hingga 4 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar 40 miliar rupiah dalam setahun.

Woo yang merupakan warga negara Korea Selatan ini, memang bukan guru pada lembaga resmi di Korea. Ia hanyalah seorang guru kursus, tapi bukan guru kursus biasa. Melainkan guru kursus yang dapat membuat siswa mampu mengerjakan soal yang demikian rumit dengan cepat. Di luar Korsel, metode ini disebut cram school. Sarana yang digunakannya juga tidak biasa. Untuk meraih banyak pelanggan ia menggunakan internet. Di Korsel, hampir 90 persen rumah tangga telah tersambung ke internet.

"Guru sekolah biasanya terlalu banyak memberikan palajaran moral. Namun, di sini kita fokus memberikan cara kepada siswa bagaimana mampu menyelesaikan soal yang demikian rumit dalam waktu yang singkat. Inilah yang membuat kita demikian populer," ujar Woo, membagi rahasia kesuksesannya.

Tidak hanya kecepatan solusi yang ditawarkan Woo. Ia juga kerap menyisipkan humor bahkan ancaman hukuman bagi siswanya yang tidak taat.

Di Korsel bisnis ini memang membuat orang ngiler. Menurut data yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik Korsel, tahun kemarin saja sebanyak tiga dari empat siswa mengambil kursus tambahan di luar jam sekolah. Jumlah total dana yang dikeluarkan seluruh orang tua siswa untuk mendaftarkan anaknya di cram school atau sejenisnya tak tanggung-tanggung, mencapai 16 miliar dolar AS atau sekitar 160 triliun rupiah. Wow.

Meski demikian, maraknya cram school di Korsel bukan tanpa kritik. Umumnya cram school dianggap hanya memberikan jalan pintas bagi mereka yang hendak lulus melewati ujian, namun meremehkan proses analisis. Anda bisa bayangkan bagaimana jika pada seorang siswa yang belajar Bahasa Inggris diterapkan metode seperti ini. Mereka akan jago menghadapi soal ujian. Tapi begitu diminta berbicara, mereka akan seperti orang bisu. Itu artinya sistem ini hanya membuat siswa menjadi macan kertas. Waduh.(Reuters/LUC)

Accelerated Learning

Accelerated Learning (A.L.) adalah cara belajar cepat dan alamiah yang merupakan gerakan modern yang mendobrak cara belajar di dalam pendidikan dan pelatihan terstruktur. Dave Meier, penulis buku The Accelerated Learning Handbook, yang diterbitkan oleh McGraw-Hill New York tahun 2000, mengajak kita untuk memperbarui pendekatan terhadap pembelajaran untuk memenuhi tuntutan dinamika kebudayaan yang bermetabolisme tinggi ini.

Accelerated Learning memperbarui metode-metode belajar konvensional, yang dilahirkan pada awal era ekonomi industri, cenderung menyerupai bentuk dan gaya pabrik: mekanisasi, standardisasi, kontrol luar, satu-ukuran-untuk-semua, pengondisian behavioristis (hadiah dan hukuman), fragmentasi, dan tekanan pada format “Saya-bicara-kau-mendengar” (yang juga dikenal sebagai teknik membosankan). Dimana Kita merasa bahwa itulah satu-satunya cara untuk mempersiapkan pelajar menjalani kehidupan yang kering dan membosankan.

Landasan lama didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah konsumen, pada prestasi individu, pengotak-ngotakan (orang dan pokok masalah), kontrol birokrasi terpusat, pelatih sebagai pelaksana program, bahwa pembelajaran terutama bersifat verbal dan kognitif, dan program pelatihan sebagai proses jalur perakitan. Landasan baru didasarkan pada anggapan bahwa pembelajar adalah kreator, pada kerja sama dan prestasi kelompok, kesalingterkaitan, belajar sebagai aktivitas seluruh pikiran/tubuh, dan program belajar yang menyediakan lingkungan belajar yang kaya-pilihan dan cocok untuk seluruh gaya belajar.

Banyak faktor lain telah memberikan sumbangan pada perkembangan yang mantap dan berlangsung terus-menerus dalam filosofi, metode, dan aplikasi A.L. di antaranya: (1)Ilmu kognitif modern, terutama penelitian mengenai otak dan belajar, telah mempertanyakan banyak asumsi lama kita mengenai pembelajaran. Lenyap sudah pendapat bahwa belajar itu semata-mata aktivitas verbal dan “kognitif”. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa belajar yang paling baik melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra, dan segenap kedalaman serta keluasaan pribadi (yang disebut oleh Lozanov “cadangan pikiran yang tersembunyi”). Kemudian, (2)Penelitian tentang gaya belajar menunjukkan orang belajar dalam cara yang berbeda-beda dan satu jenis belum tentu tepat untuk semua orang. Ini telah menantang secara serius gagasan kita mengenai pendidikan dan pelatihan formal sebagai proses jalur perakitan atau ban-berjalan; (3)Tumbangnya pandangan-dunia Newtonian (bahwa alam bekerja seperti mesin, secara otomatis patuh pada proses yang mandiri, linear, langkah-demi-langkah) dan bangkitnya fisika kuantum telah memberi kita apresiasi baru terhadap kesalingterkaitan dari segala sesuatu dan terhadap hakikat realitas yang nonlinear, nonmekanistis, kreatif, dan “hidup”; (4)Evolusi yang berlangsung lambat laun (namun tidak sempurna) dari kebudayaan yang didominasi pria menjadi kebudayaan yang menyeimbangkan perasaan pria dan wanita memungkinkan berkembangnya pendekatan yang leih lembut, kolaboratif, dan bersifat mengasuh pada aktivitas belajar; (5)Runtuhnya Behaviorisme sebagai psikologi yang dominan dalam pembelajaran telah mendorong timbulnya keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang lebih manusiawi dan holistis.

Prinsip-prinsip Accelerated Learning,(1) Belajar Melibatkan seluruh Pikiran dan Tubuh. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya; (2)Belajar adalah Berkreasi, Bukan Mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pembelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pembelajar memadukan pengetahuan dan ketrampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam sistem otak/tubuh secara menyeluruh; (3)Kerja Sama Membantu Proses Belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-kawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain manapun. Persaingan di antara pembelajar memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempercepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa individu yang belajar sendiri-sendiri; (4)Pembelajaran Berlangsung pada Banyak Tingkatan secara Simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu secara linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah-sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indra, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah prosesor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus; (5)Belajar Berasal dari Mengerjakan Pekerjaan Itu Sendiri (dengan Umpan Balik). Belajar paling baik adalah dalam konteks. Hal-hal yang dipelari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi dengan bernyanyi, cara menual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak-asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung, dan menerjunkan diri kembali; (6)Emosi Positif Sangat Membantu Pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana muram tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati; (7)Otak-Citra Menyerap Informasi secara Langsung dan Otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra darpada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan darpada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipejari dan lebih mudah diingat.

Jumat, 03 Juli 2009

Tips untuk Guru: Cara Dampingi Siswa Berwisata

Musim liburan ini, banyak guru yang ditugasi untuk dampingi siswa berwisata, studi banding, perpisahan di luar kota, dan acara lainnya. Kalau memang sudah tugas, guru tidak boleh menolaknya. Meskipun, berwisata bersama siswa seringkali bikin pusing. Guru harus mendampingi dengan ceriah dan ikhlas. Sepanjang perjalanan, guru dituntut selalu siaga dan sabar. Asal guru tahu tips mendampingi siswa dapat tercipta kenangan dan pengalaman menyenangkan yang tidak terlupakan. Berikut tips guru dalam mendampingi siswa-siswanya.

Sebelum Berangkat
Biarkan siswa mengepak sendiri barang bawaan mereka. Putuskan pakaian seperti apa yang akan dibawa (terutama yang longgar dan nyaman), tetapi biarkan mereka memilih pakaian favorit mereka sendiri. Dalam tas jinjing, sarankan siswa agar memasukan juga beberapa manisan dan permen karet, handuk kecil, tisu, buku-buku, kertas, tas plastik bersegel. Bnetuklah kelompok kecil. Hafalkan ketua kelompok tersebut untuk memudahkan kontrol. sarankan agar siswa selalu berkelompok dalam berjalan-jalan meskipun ke toilet sekalipun. Ajari siswa mengenali dengan cepat tanda-tanda yang bermanfaat untuk pedoman berkumpul.

Buatlah perjalanan dengan bus jadi momen yang menyenangkan. Berhentilah secara rutin di tempat peristirahatan. Libatkan siswa dalam proses liburan tersebut. Simpanlah segala sesuatu yang berkaitan dengan liburan seperti brosur dan potongan tiket dalam sebuah tempat khusus seperti dalam sebuah buku tebal. Buatlah rencana terlebih dahulu dengan perusahaan bus agar yakin mereka menyiapkan kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan Anda.

Di Lokasi Liburan
Miliki jadwal harian dengan sejumlah kelonggaran atau waktu bebas untuk setiap siswa. Berilah teman atau kerabat nomor telepon dan alamat hotel tempat rombongan menginap, informasi tentang transportasi, dan nomor kontak untuk kondisi darurat. Jika mungkin, setiap kelompok siswa dilengkapi telepon seluler atau walkie-talkie agar bisa tetap berkomunikasi setiap waktu. Punya rencana darurat atau tempat pertemuan jika ada siswa yang tiba-tiba terpisah juga merupakan ide yang baik.

Masalah dapat muncul dan kecelakanan bisa saja terjadi tetapi tidak ada salahnya mengetahui berbagai tips demi kelancaran liburan. Hal yang tak kalah penting adalah ciptakan suasana humor yang menyenangkan selama perjalanan demi memberi siswa liburan yang mengesankan dan tidak terlupakan. Jangan sampai Anda larut dalam kekuatiran tentang aneka hal tak terduga yang mungkin muncul, lalu tidak sempat menikmati liburan itu sendiri. (Sumber: Kompas.com)



77

Tertawa Guru Pangkal Awet Muda

Oleh Suyatno

Pernahkah seorang guru tertawa ketika di kelas? Tentunya, guru pernah tertawa meskipun sangat jarang dibandingkan dengan marah di kelas. Ternyata, guru yang sering btertawa dan mengajak siswa tertawa dapat lebih awet mudah dibandingkan dengan guru yang setiap hari marah-marah. Di samping itu, tertawa dapat menyehatkan badan.

Lalu, bagaimana agar guru dapat tertawa? Untuk memancing tawa, guru dapat bernyanyi dengan lucu-lucunya, yang diplesetkan berkaitan dengan topik pembelajaran. Guru harus tertawa agar lebih segar, lebih optimistik, dan lebih sehat.

Guru yang gemar tertawa pasti tidak akan pernah marah-marah kepada siswanya. Selain itu, guru yang gemar tertawa dengan joke-jokenya akan selalu berada dalam kondisi penuh semangat keceriaan, segar, dan sehat. Penelitian Asosiasi Psikiatri Indonesia menyatakan, 94 persen populasi Indonesia mengalami depresi atau gangguan lain sejenis. Depresi dan stress dapat bermanifestasi dalam bentuk gangguan fisik. Segala penyakit fisik 100 persen disebabkan oleh pikiran kita. Tertawa adalah salah satu cara memberdayakan diri, yang orang banyak tidak tahu manfaatnya. Padahal, dengan tertawa hidup kita menjadi lebih sehat, bahagia, dan tenteram. Kesehatan adalah bonus dari kedamaian yang diperoleh oleh jiwa dan mental. Handrawan Nadesul mengutip ahli jantung Amerika, William Fry, mengatakan, tertawa identik dengan berareobik. Tertawa semenit saja sudah memberi relaksasi tubuh sebanyak 40 menit. Seratus kali ketawa setara dengan 10 menit jogging.

Kamis, 02 Juli 2009

Teknik Mengajar Sempoa untuk Pembelajaran Kimia

Prihatin terhadap nilai kimia para siswanya yang di bawah standar akibat kurang aktif belejar, Tin Mulyawati merancang metode baru belajar kimia berupa 'Pengisian Konfigurasi Elektron Menggunakan Biji Sempoa'. Hasilnya, 99 persen siswa lebih aktif belajar.

Awalnya, Tin Mulyawati, SPd merasakan bahwa besar kemungkinan para siswa tersebut menganggap kimia adalah pelajaran yang sulit dan membosankan. Tin menambahkan, kebetulan materi pelajaran kimia di semester satu kelas X yang diasuhnya itu banyak berupa teori dan abstrak. Materi tentang struktur atom, misalnya.

Alhasil, konsep pembelajarannya terkesan monoton. "Siswa sulit membayangkan bagaimana itu atom dan hal itu menyebabkan siswa tidak dapat menyerap pelajaran secara maksimal," kata guru pelajaran kimia di SMA Negeri 25, Bandung, ini.

Mulailah, Tin membuat suatu bagan 'Konfigurasi Elektron Menggunakan Biji Sempoa', yaitu sebuah alat peraga berupa diagram mnemonik Moeller yang menggunakan biji sempoa.

Pada diagram itu, Tin menganalogikan biji-biji sempoa sebagai elektron. Konfigurasi biji sempoa atau elektron tersebut ditentukan oleh jumlah elektron itu sendiri, yang bergerak mengelilingi inti pada lintasan sesuai tingkat energinya.

"Hasilnya, pada saat pelajaran berlangsung 99 persen siswa aktif berinteraksi baik dengan guru atau dengan sesama siswa lainnya," ujar Tin. "Padahal sebelumnya, dari 8 kelas rata-rata hanya 17 persen siswa yang aktif mengikuti pelajaran kimia ini," tandas Tin.

Di mata para siswa, metode tersebut pun diakui sangat membawa perubahan. Ganjar, siswa Kelas X C SMA Negeri 25, Bandung, misalnya, mengaku bahwa konsep belajar praktik tersebut ternyata lebih mudah dimengerti daripada membaca atau menghafalnya dalam bentuk teori. "Apalagi alat peraga ini bisa dibawa ke mana-mana," kata Ganjar.

Pendapat senada dilontarkan oleh Lira Mayora, siswi Kelas X-A di sekolah yang sama. "Kita tidak merasa bosan dan malas, karena cara ini terus membuat kita selalu aktif dan komunikatif," kata Lira.



Penghargaan CSF 2007


Lahir di Bandung, 26 November 1968, Tin Mulyawati, SPd merupakan anak ke-10 dari 11 bersaudara. Meskipun mengakui Matematika adalah pelajaran yang paling disukainya, Tin justru memilih jurusan kimia saat dirinya mengenyam pendidikan tinggi di Diploma III Kimia ITB, Bandung. Tin memperoleh jurusan tersebut melalui jalur PMDK III dan lulus pada 1990.

Lulusan SMA Negeri 14 Bandung ini lalu melanjutkan studinya di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA Kimia, Universitas Terbuka. Hanya empat tahun. yaitu pada 1994, Tin lulus dan meraih gelar sarjananya.

Berpredikat sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Tin mengajar di SMA Negeri 25 Bandung. Saat ini, selain di SMAN 25 Bandung, ibu berputra dua ini juga mengajar kimia di SMA Taruna Bakti sebagai guru lab kimia, tutor kimia di lembaga bimbingan belajar SSC Bandung, serta staf pengajar kimia di SMA unggulan Alfa Centauri Bandung.

Kompas.com melaporkan, demi menunjang profesinya sebagai guru, Tin banyak mengikuti berbagai pelatihan, mulai Sanggar Pemantapan Kerja Guru (SPKG), Pemantapan Kerja Guru (PKG), Musyawarah Kerja Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kimia, kaizen kimia, serta seminar-seminar, lokakarya ataupun workshop berkaitan dengan peningkatan profesionalismenya.

Sampai akhirnya, pada 2007 Tin mengajukan proposal hasil rancangannya berjudul "Pengisian Konfigurasi Elektron Menggunakan Biji Sempoa" ke Yayasan Hope Indonesia. Pengajuan tersebut adalah untuk mengikuti pemilihan aktivitas terbaik para guru melalui program 'Citi Success Program (CSF) 2007'. Hasilnya, Tin terpilih sebagai guru dengan aktivitas terbaik dari CSF 2007.

"Selain memudahkan siswa memahami cara pengisian konfigurasi elektron, alat peraga ini terbukti mampu meningkatkan interaksi antarsiswa dengan guru sehingga tercipta pembelajaran yang aktif dan menyenangkan," kata Tin. "Bagi sekolah, program ini semoga bisa bermanfaat sebagai inventarisasi baru alat-alat peraga IPA yang berguna bagi siswa-siswi lain tentunya," tambahnya.

Kondisi Anak Sangat Kasihan

Sosiolog dan Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Paulus Wirutomo mengatakan, kondisi anak-anak Indonesia hingga kini masih memprihatinkan karena banyak orangtua kurang menghargai hak-hak anak. "Dalam hal kesejahteraan saja, banyak orang tua belum tahu bagaimana makanan yang baik untuk anak, apalagi pendidikan dan lainnya," katanya di Jakarta, Ahad (21/6).

Menurut dia, faktor dominan yang menyebabkan kondisi anak hingga kini memprihatinkan adalah kemiskinan. Faktor tersebut, mengakibatkan orangtua tidak mengetahui harus bagaimana bersikap terhadap anak. Bahkan, terkadang banyak orang tua yang mengkaryakan atau mengeksploitasi anaknya sendiri untuk kepentingan bisnis atau bekerja menghidupi keluarga.

Dampak dari semua itu, kekerasan terhadap anak kerap terjadi, khususnya di daerah pinggiran kota.
Sebetulnya, lanjut dia, dari segi hukum di Indonesia sudah baik karena perangkat hukum dan kebijakan pemerintah terhadap perlindungan sudah ditetapkan.

Selain itu, kata dia, dari segi kelembagaan saat ini sudah ada komisi nasional (komnas) untuk anak dan di Departemen Sosial (Depsos) juga ada direktorat yang mengenai perlindungan anak. "Sebetulnya perhatian itu sudah cukup baik, sudah lumayan. Tapi memang keadaan anak masih banyak yang masih memprihatinkan," katanya.

Kurangnya orangtua menghargai hak-hak anak, sehingga masih sering dijumpai seperti ada anak di bawah umur yang dipaksa menjadi tanaga kerja anak, belum lagi banyak anak yang tidak sempat mendapatkan pendidikan di sekolah daar, putus sekolah dan lainnya. "Masalah pendidikan anak semakin berkembang, misalnya anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah karena sekolah tidak memenuhi standar," katanya.

Untuk itu, kata dia, yang diperlukan pemerintah saat ini adalah pemetaan, jika yang membuat kondisi anak memprihatinkan adalah masalah kemiskinan, maka langka yang harus ditempu adalah mengatasi persoalan kemiskinan itu. "Jika itu dilakukan, maka secara otomatis anak mendapatkan perbaikan dalam nasibnya. Selain itu, hak-hak anak juga harus diperhatikan," katanya.ant

Siswa dan Perkembangan Informasi

Kompas.com melaporkan bahwa perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya banjir informasi yang bisa jadi malah membingungkan. Sekolah perlu memberikan ketrampilan untuk mendapatkan informasi yang tepat serta penggunaan informasi secara tepat.

Demikian mengemuka dalam Workshop Penerapan Literasi Informasi di Sekolah yang diselenggarakan Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung, Kamis (2/7). Workshop diikuti 90 guru dari sekolah-sekolah di Bandung. S ulfan Zayd, Wakil Ketua Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) yang memandu workshop mengatakan, dalam menghadapi banjir informasi, siswa tidak bisa dikungkung. "Adalah lebih baik untuk mengajari mereka mencari dan menyeleksi informasi," kata Sulfan.

Sulfan mencontohkan, ketika seorang siswa mencari informasi di internet, maka ia akan mendapatkan banyak sekali informasi. Dalam tahap ini, siswa perlu memiliki kemampuan untuk memilih informasi yang benar dan tepat. Sebelum mencari informasi, siswa juga harus paham permasalahan sehingga bisa mencari informasi dengan cepat.

Sulfan menambahkan, ketrampilan ini tidak hanya berguna dalam proses belajar siswa. Selanjutnya, kemampuan mencari informasi merupakan salah satu ketrampilan hidup yang akan berguna bagi masa depan siswa, ujar Sulfan.

Ia menambahkan, di sekolah, perpustakaan diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi siswa. Sayangnya, fakta menunjukkan, banyak sekolah belum mengoptimalkan peran perpustakaannya. Banyak perpustakaan dengan koleksi dan sumber daya manusia yang seadanya, kata Sulfan.

Bahkan, dalam perpustakaan sekolah yang sudah bagus sekalipun, belum semua pemanfaatannya optimal. Masalahnya adalah tidak adanya pelibatan guru kelas (atau bidang studi) dalam penggunaan perpustakaan. Padahal, ketika guru dilibatkan, siswa akan aktif mencari informasi di perpustakaan. Ini justru meringankan tugas guru, kata Sulfan.

Panitia workshop, Entin Siti Rukhayah mengatakan, berdasarkan pengalamannya menjadi pustakawan, ia sering mendapati siswa kebingungan mengungkapkan jenis buku yang mereka butuhkan. Misalnya mereka bilang membutuhkan buku tentang gempa, padahal buku tentang gempa itu banyak. Ini artinya ada kelemahan dalam pemahaman masalah, kata Entin. Ia menambahkan, baik guru maupun siswa akan diuntungkan ketika perpustakaan diintegrasikan dalam rencana program pembelajaran (RPP).

Oprah: Beginilah Cara agar Anak Gemar Membaca

Sepuluh cara membuat anak senang membaca menurut Oprah:

1.Buatlah daftar buku-buku yang dapat Anda baca bersama dengan anak, dan lihatlah seberapa banyak mereka membaca. Apakah itu dua halaman ataupun 200 halaman, catatlah kemajuannya.

2.Pastikan bahwa anak-anak dapat menjangkau buku-buku yang ada di rumah dengan mudah. Jika buku cerita "Dr Seuss" lebih dekat daripada Digital Video Recorder (DVR), maka anak-anak akan lebih mungkin menggapainya daripada nonton video.

3.Jadilah contoh dengan membaca sendiri. Anak-anak pasti akan segera mengikuti.

4.Bukan hanya buku yang dapat dibaca. Seperti halnya Anda suka membaca majalah, ajarkan hal yang sama pada anak-anak untuk membaca apa pun yang mereka suka seperti komik, bahkan buku petunjuk game pun bisa membuat mereka suka membaca.

5.Radio bukan satu-satunya yang dapat anda dengarkan. Mintalah pada anak-anak untuk membaca keras-keras, sehingga Anda bisa mendengarkan. Jadi Anda dapat mengetahui kemajuan yang mereka capai dan mengetahui kesulitan yang mungkin mereka hadapi.

6.Untuk acara-acara khusus, berikan hadiah buku untuk anak anda dengan bungkus yang menarik.

7.Anak-anak belajar membaca pada kecepatan yang berbeda. Berikan mereka waktu untuk membaca, dan tidak perlu memberi target per halaman.

8.Tinggalkan buku disamping tempat tidur anak-anak. Jika anda menganjurkan mereka agar membaca beberapa menit setiap malam sebelum tidur, maka mereka akan menjadi rajin membaca buku tanpa kenal waktu. Akhirnya Anda juga akan diminta membacakan buku dengan suara keras pada mereka. Setelah semuanya itu, apa yang lebih baik selain cerita sebelum tidur?

9.Saat liburan sekolah, tetap anjurkan anak-anak untuk membaca secara teratur. Hal ini akan membuat mereka lebih pandai saat kembali ke sekolah. Daripada melihat anak-anak bertengkar, lebih baik bersantai sambil membaca.

10.Semua anak-anak senang berpetualangan. Buatlah petualangan kecil saat pergi ke perpustakaan atau ke toko buku. Hal ini akan sangat menyenangkan mereka sehingga membuat mereka terus ingin pergi ke sana.(oprah.com/LUC/liputan6.com)

Sekolah Negeri di Surabaya Hanya untuk Anak Pandai

Oleh Surabaya

Akibat kurangnya daya tampung SMP, SMA/SMK Negeri di Surabaya, pendaftaran siswa baru menggunakan sistem NEM tertinggi berdasarkan kuota yang diterima masuk sekolah. Siswa ber-NUN rendah jangan harap dapat menikmati sekolah negeri. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa sekolah negeri di Surabaya hanya untuk ber-NUN tinggi saja.

PSBSBY 2009 untuk Siapa?

Oleh Suyatno

PSBSBY Online 2009 yang digelar Dinas Pendidikan Kota Surabaya merupakan sebuah situs atau website untuk meningkatkan pelayanan Penerimaan Peserta Didik Baru SMP/SMA/SMK Negeri Surabaya pada tahun pelajaran 2009/2010. PSB itu tentunya digagas untuk mempermudah pendaftar, memperketat kolusi, dan informasi praktis bagi masyarakat. Namun, kenyataannya, banyak masyarakat awam yang tidak melek huruf masih sangat gagu untuk budaya dunia maya. Mereka kurang yakin dengan hasil yang diharapkan. Untuk itu, sosialisasi secara gencar sambil menerapkan sistem on-line di berbagai sudut kota perlu dilakukan. Sebenarnya, PSBSBY 2009 untuk siapa? Jawaban awamnya, ya untuk semua masyarakat Surabaya. Namun, jawaban nyatanya, PSBSBY untuk mereka yang mampu memainkan internet yang tidak bisa jangan harap puas.

Guru di Mata Mbok Siti (54)

Pagi itu, aku duduk santai di teras depan rumah Mbok Siti sambil menikmati kopi panas. Terlihat berduyun-duyun para penduduk berangkat ke sawah seperti saat kami sekolah dahulu yang bersama-sama jalan ke sekolah. Mereka sangat riuh dengan gaya kelakarnya sendiri. Tiba-tiba, Mbok Siti turut melihat para petani yang memanggul cangkul dan menenteng sabit.

"Itulah kebiasaan di sini secara turun menurun, anakku", katanya lembut. Tanpa disuruh, karena sebuah kewajiban, mereka dengan gembira ke sawah. Begitu juga, guru hendaknya dengan senang hati berangkat ke sekolah tanpa berpikir sebagai sebuah kewajiban saja melainkan sebagai sebuah kenikmatan untuk memberikan sentuhan akademis ke siswanya. "Dengan senag hati, guru harus melangkahkan kaki ke kelas kehidupan yang diasuhnya", jelasnya.

Sehari di Kampus Pendidikan Singapura

Oleh Suyatno

Dalam lawatan ke Singapura (27 Juni s.d. 1 Juli 2009) untuk kepentingan pendidikan, saya sempatkan mengikuti seminar tentang sertifikasi guru di Singapura. Seminar berlangsung di ruang kuliah 6, lantai 1, sebelah belakang gedung administrasi NIE (National Institute Education) Singapura.

Guru di Singapura harus berbasis teknologi informasi dalam pembelajarannya. Selain itu, guru harus senantiasa berhubungan dengan kampusnya untuk membangun kebersamaan dan mengurai perkembangan keilmuan. Hubungan guru dengan kampusnya sangat sinergis. Setiap temuan guru di sekolah selalu dilaporkan ke kampusnya untuk dikaji lebih mendalam. Nah, ini kisah isi pembinaan guru dalam bingkai seritifikasi.

Lalu, bagaimana dengan suasana kampusnya? Kampus sebagai ruang belajar dan berkreasi mahasiswa sangat diperhatikan perannya. Penataan ruang, taman, kebersihan, disiplin diri, dan kelengkapan sumber belajar lumayan unggul. Lalu, cerita lainnya apa? Berikutnyalah akan saya ceritakan Ya....

Internet sebagai Sarana Pembelajaran

Oleh Suyatno

Internet dengan segala pernik-perniknya telah menjadi bagian hidup generasi sekarang. Di mana-mana, banyak orang menumpahkan gagasan-gagasannya melalui internet tersebut. Tentu, pembelajaran di kelas tidak pernah lepas dari pengaruh internet itu. Guru haruslah membuka mata untuk senantiasa menggunakan internet sebagai salah satu sarana pembelajarannya karena manfaat Internet sebagai salah satu media terbesar di dunia bisa digunakan sebagai pendoronga kemajuan pendidikan.

Kita teramat paham bahwa teknologi internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara massal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metode konvensional dengan aplikasi teleconference.

Berdasarkan hal tersebut, internet sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu
a. sebagai media interpersonal dan massa;
b. bersifat interaktif,
c. memungkinkan komunikasi secara sinkron maupun asinkron.

Karakteristik itu memungkinkan pelajar melakukan komunikasi dengan sumber ilmu secara lebih luas bila dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional.
Teknologi internet menunjang pelajar yang mengalami keterbatasan ruang dan waktu untuk tetap dapat menikmati pendidikan. Metode talk dan chalk, ”nyantri”, ”usrah” dapat dimodifikasi dalam bentuk komunikasi melalui e-mail, mailing list, dan chatting. Mailing list dapat dianalogikan dengan ”usrah”, yakni pakar akan berdiskusi bersama anggota mailing list. Metode ini mampu menghilangkan jarak antara pakar dengan pelajar. Suasana yang hangat dan nonformal pada mailing list ternyata menjadi cara pembelajaran yang efektif seperti pada metode ”usrah”.

Berikut adalah beberapa manfaat penggunaan teknologi informasi :
•arus informasi tetap mengalir setiap waktu tanpa ada batasan waktu dan tempat;
•kemudahan mendapatkan sumber belajar yang lengkap,
•aktifitas pelajar meningkat,
•daya tampung meningkat,
•adanya standardisasi pembelajaran,
•meningkatkan learning outcomes baik kuantitas/kualitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa internet bukanlah pengganti sistem pendidikan. Kehadiran internet lebih bersifat suplementer dan pelengkap. Metode konvensional tetap diperlukan, hanya saja dapat dimodifikasi ke bentuk lain. Metode talk dan chalk dimodifikasi menjadi online conference. Metoda ”nyantri” dan ”usrah” mengalami modifikasi menjadi diskusi melalui mailing list.

Sebelumnya perlu dijelaskan istilah CAI dan CMI yang digunakan dalam kegiatan belajar dengan komputer. CAI; yaitu penggunaan komputer secara langsung dengan siswa untuk menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan dan mengetes kemajuan belajar siswa. CAI dapat sebagai tutor yang menggantikan guru di dalam kelas. CAI juga bermacam-macam bentuknya bergantung kecakapan pendesain dan pengembang pembelajarannya, bisa berbentuk permainan (games), mengajarkan konsep-konsep abstrak yang kemudian dikonkretkan dalam bentuk visual dan audio yang dianimasikan. CMI; digunakan sebagai pembantu pengajar menjalankan fungsi administratif yang meningkat, seperti rekapitulasi data prestasi siswa, database buku/e-library, kegiatan administratif sekolah seperti pencatatan pembayaran, kuitansi dll.Pada masa sekarang CMI dan CAI bersamaan fungsinya dan kegiatannya seperti pada e-Learning. Urusan administrasi dan kegiatan belajar mengajar sudah masuk dalam satu sistem.

Dalam kegiatan pembelajaran, internet mempunyai tujuan sebagai berikut. Pertama, tujuan kognitif, internet dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Internet juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri. Kedua, tujuan psikomotor, bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games dan simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya. Ketiga, tujuan afektif, bila program didesain secara tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan, pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media komputer.

Dalam internet, semua informasi berkembang secara dinamis. Pembelajar dapat melacak apa saja sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tentu, guru perlu lebih dahulu menjelajah dunia maya dengan kuat, mendalam, dan luas sehingga mampu memberikan motivasi kepada murid-muridnya.