Jumat, 30 Oktober 2009

Potensi Anak Jangan Diabaikan

Potensi anak jangan diabaikan tetapi justru menjadi pijakan dalam pengembangan pendidikan. Harian Kompas, Jumat, 30 Oktober 2009 melaporkan bahwa sistem pendidikan Indonesia sampai saat ini belum mengutamakan pengembangan potensi anak didik seluas-luasnya. Kurikulum pendidikan pun memperlakukan anak didik sama rata tanpa mempertimbangkan keunikan pada setiap anak didik. Setiap individu unik karena mempunyai potensi, bakat, dan talenta yang berbeda.

Hal itu mengemuka dalam seminar bertema ”Mengembalikan Pola Pendidikan Berbasis Potensi Anak yang Berwawasan Budaya Lokal Nusantara” yang digelar Forum Pengajar-Dokter-Psikolog bagi Ibu Pertiwi dan Yayasan Anand Ashram, Kamis (29/10) di Jakarta. ”Sistem pendidikan makin terfokus hanya pada materi. Menghancurkan bangsa itu mudah, bodohkan saja rakyatnya,” kata Ketua Yayasan Anand Ashram, Maya Safira Muchtar.

Potensi anak terkubur karena pendidikan terfokus pada materi. Akibat tuntutan materi yang meningkat, orangtua tidak mendukung pengembangan potensi anak, malah memaksakan keinginan kepada anak. ”Masih banyak orangtua yang beranggapan, jika ingin sukses atau kaya, anak harus menjadi dokter, insinyur, atau pengacara,” katanya.

Psikolog Rose Mini menyebutkan, setiap orangtua tentu ingin pendidikan anaknya berhasil. Patokan keberhasilan ini yang kerap dinilai hanya dari pencapaian prestasi bidang akademis dan eksakta. Adapun pencapaian bidang kreatif, seperti musik, belum dianggap sebagai prestasi. ”Setiap individu memiliki potensi cerdas. Tetapi, tidak akan teraktualisasi optimal jika tidak distimulasi dengan baik,” ujarnya.

Agar potensi anak berkembang optimal, Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia Frieda Maryam Siahaan mengingatkan, pendidik harus bisa mendidik dengan empati dan kepekaan sehingga potensi anak didik dapat diperhatikan satu per satu.

”Guru dan orangtua harus memiliki hati untuk meningkatkan kemampuan emosional, sosial, fisik, spiritual, dan kemandirian anak dalam menyelesaikan masalahnya,” ujar Frieda. (LUK)

Buku Struktur Narasi Novel Karya Anak Diresensi di Koran Sinar Harapan dan Batam Pos

Ternyata, buku Struktur Narasi Novel Karya Anak yang ditulis pemilik blog ini diresensi di berbagai media seperti Sinar Harapan dan Batam Pos. Tentu, media lain juga akan memuat resensi tentang buku tersebut. Buku itu memang menggambarkan potret kemampuan anak Indonesia yang luar biasa.

Anak yang masih dianggap belum mempunyai kemampuan apa-apa ternyata mempunyai potensi luar biasa jika disentuh dengan baik. Hal itu tergambar jelas mengapa dan bagaimananya dalam buku tersebut. Buku yang dikemas dengan bagus itu sekarang juga sudah beredar di toko-toko buku terutama toko buku Gramedia seperti yang saya lihat seminggu lalu. Selamat menikmati.

Penilaian Berbasis Kelas

Oleh Suyatno
Banyak guru yang belum mampu mengukur dan menilai siswa secara terbuka, valid, dan autentik sehingga tidak dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Bahkan, banyak guru yang hanya menilai sambil lalu, mengarang skor, dan menggunakan ilmu asal tulis skor. Seharusnya guru dapat akurat dan adil dalam memberikan penilaian dengan cara(a) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa dari sejumlah penilaian yang dilakukan dengan berbagai strategi dan cara, dan (b) Membuat keputusan yang adil terhadap penguasaan yang adil terhadap penguasaan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan hasil kerja yang dikumpulkan.

Penilaian kelas mempunyai pengaruh langsung pada pembelajaran. Hasil penilain yang digunakan oleh guru guru dapat dijadikan dasar bagi pengambil keputusan mengenai keefektifan program pendidikan secara umum. Ini merupakan kemampuan dan keterampilan guru sebagai individu. Kualitas keputusan guru ditentukan oleh bagaimana mereka dapat menyimpulkan apa yang dibutuhkan peserta didik.

Untuk melaksanakan KTSP, guru sebaiknya menggunakan penilaian berbasis kelas yang memandu keterlaksanaan pembelajaran di kelas. Authentik assessment (penilaian yang sebenarnya) menjadi acuan dalam penilaian di kelas, artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa diperoleh di sepanjang proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintregrasi dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata hasil.

Asesmen kelas suatu istilah umum yang meliputi prosedur prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran peserta didik (pengamatan, tingkat performans, tes tertulis) untuk dijadikan pertimbangan pemberian nilai dengan memperhatikan kemajuan belajarnya (Linn dkk., 1995: 5).

Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat berbentuk tes tertulis, performance, penugasan, atau proyek, dan portofolio. Penilaian kognitif semata-mata menilai sejauh mana seorang siswa memiliki pengetahuan terhadap fakta, konsep, dan teori. Penilaian ketrampilan mengukur kemampuan motorik siswa dalam ”bekerja ilmiah” mengikuti langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan.

Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dikembangkan dan ditanamkan di sekolah serta dapat dihayati, diamalkan/diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang digunakan sebagai feedback/umpan balik bagi guru dalam merencanakan proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan, memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran yang dilaksanakan (Sudjana, 2002: 2). Penilaian ini harus dilakukan secara jujur, dan transparan agar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya (Mulyasa, 2002: 183).

Prinsip-Prinsip Penilaian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 (Fajar, 2002: 184) adalah:
a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang dinilai.
b. Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.
e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pihak laian yang terkait).
f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.
g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini semua unsur penilaian digunakan untuk melihat aspek-aspek pada portofolio apakah akan mengalami pertumbuhan/peningkatan.

Instrumen Penilaian
Untuk memperoleh hasil penilaian, guru dapat menyiapkan intrumen penilaian (Fajar, 2002: 185) yang dapat berupa:
a. Soal tes tertulis
b. Soal tes lisan
c. Lembar observasi
d. Lembar portofolio
e. Lembar skala sikap
f. Lembar cheklist
g. Lembar pedoman wawancara
h. Lembar pedoman pengamatan
i. Lembar pedoman penelitian, dan sebagainya.

Mengurai Benang Kusut Profesi Guru

Oleh Suyatno

Keberadaan guru yang profesional tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam aspek kompetensi yakni pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Temu Nasional 2009 di Jakarta, Kamis, 29 Oktober (edukasi Kompas.com) meminta Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh untuk mengubah metodologi belajar-mengajar. Menurut Presiden, pendidikan jangan hanya mengejar nilai rapor dan ujian. ”Kalau itu yang dipilih, anak-anak bersekolah tetapi tidak berkembang kreativitas, inovasi, dan jiwa wirausahanya,” lanjut Presiden. Pola yang sekarang tidak mendorong siswa kreatif dan inovatif sehingga sulit memunculkan jiwa kewirausahaan anak didik. Metode belajar-mengajar anak didik yang dilakukan sejak taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah dinilai hanya menunjukkan gurunya yang aktif, sedangkan anak didik justru tidak aktif. Proses belajar seperti itulah yang dinilai tidak dapat mengembangkan inovasi dan kreativitas serta kewirausahaan.
Pernyataan presiden di atas merupakan puncak dari pergunjingan masyarakat yang prihatin terhadap dunia guru yang tidak juga berubah meskipun diberi perlakukan khusus melalui sertifikasi pendidik. Guru dalam perannya masih mempunyai beberapa permasalahan, yakni (1) masih berperan sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) terikat dengan sistem dan berpikir struktural, (3) menunggu arahan pejabat di atasnya, (4) memandang fakta, isi pelajaran, dan teori sebagai basis belajar, (5) lebih mentoleransi kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderung statis dan tidak kompetitif, (7) gaya verbalistis menjadi fokus utama di kelas, (8) miskin kreativitas dan inovasi, (9) komunikasi terbatas, (10) penilaian lebih bersifat normatif, dan (11) tidak peduli dengan perubahan dan perkembangan pembelajaran.
Dari sisi internal guru, ada beberapa problem yang menjadi batu sandungan dalam peningkatan profesi guru, seperti (1) masih banyak guru yang hidupnya tidak berkecukupan karena memang pendapatannya kecil; (2) banyak guru yang mengajar di daerah terpencil yang penampilannya tampak dekil, (3) heterogenitas paradigma dan persepsi guru yang sangat tinggi, (4) latar belakang akademis guru yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, (5) komitmen guru yang masih rendah dalam menjalani tugasnya, dan (6) minimalnya pengalaman guru.
Di tingkat eksternal guru, berbagai cara dilakukan untuk mengangkat citra guru secara mendasar seperti portofolio seritifikasi guru, PLPG (diklat guru yang tidak lolos portofolio), insentifikasi kesejahteraan guru, program lomba guru, pelatihan-pelatihan. Hanya saja cara-cara di atas masih bersifat permukaan semata tidak sampai mengubah prilaku dan paradigma guru di tingkat implementasi. Beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan sentuhan eksternal di atas adalah (1) kebijakan masih bersifat sentralistik, (2) program pengembangan hanya bersifat puncak gunung yang tidak sampai ke bukit dan ngarai, (3) pendidikan dan pelatihan guru tidak bersifat membelajarkan hanya mengajarkan, (4) terputusnya mata rantai pembinaan guru sampai ke satuan terkecil akibat kurang berfungsinya KKG dan MGMP, (5) miskinnya media pembelajaran inovatif dan buku-buku di sekolah terpencil, (6) program yang ada yang sampai saat ini belum menyentuh keadaan pikiran, sikap, dan kiprah guru yang sebenarnya, dan (6) kepedulian pejabat di tingkat bawah hanya sebatas selebrasi.
Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi
seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya
sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming process dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan belajar yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = intrinsic motivation).
Salah satu faktor yang memengaruhi menurunnya kualitas pendidik di Indonesia adalah guru. Padahal dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting selain tujuannya, kurikulum, metode, sarana dan prasarana, lingkungan dan evaluasi. Hal itu menunjukkan bahwa guru sangat berperan penting dalam memajukan kualitas anak bangsa. Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan sangat penting, dibutuhkan pemahaman yang baik dan benar dari guru terhadap profesinya sehingga proses dan hasil dari pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Dengan perubahan kurikulum, penerapan metode mengajar yang baru, pengelolaan sarana dan prasarana, pembelajaran akan berdaya guna apabila didukung oleh guru yang profesional. Semua pihak tahu bahwa tugas guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, guru dituntut memiliki kemampuan berwawasan luas, mempunyai sikap dan tingkah laku yang patut diteladani dan memiliki keterampilan.
Untuk itu, problematika di atas harus segera dipecahkan agar terwujud implementasi pembelajaran yang mampu mengeksplorasi dan mengelaborasi potensi anak secara kuat dan optimal. Pemecahannya dapat dilakukan melalui program yang sangat strategis yang mampu menggerakkan semua komponen dalam meningkatkan profesi guru sampai ke akar-akarnya.

Berikut ini saran pemecahan problematika profesi guru.
1.Upaya perbaikan dan peningkatan profesi guru dilakukan secara terprogram, terintegrasi, dan berkelanjutan yang memperhatikan semua komponen pendidikan.
2.Pertukaran guru lintas lokasi perlu dilakukan untuk membuka paradigma dan pengalaman baru secara langsung.
3.Pelaksanaan guru magang di sekolah-sekolah maju yang diasuh oleh guru yang sudah maju pula.
4.Pendampingan guru dengan sistem susun mentor dengan pengawasan yang simultan.
5.Penguatan peran komunitas guru berdasarkan spesifikasi yang dilaksanakan sampai ke tingkat pedalaman dengan memperan-aktifkan MGMP dan KKG.
6.Pemaksimalan kapasitasi tenaga kependidikan (kepala dinas, pengawas, kepala sekolah, dan lainnya) terhadap peningkatan profesi guru.
7.Pelatihan terfokus kepada semua guru dengan sistem identifikasi dan kualifikasi yang dapat memotivasi guru (pelatihan ramah anak, komunikasi, penguatan metode pembelajaran, penelitian, dan sebagainya).
8.Perbanyak lomba kualifikasi guru di semua lini.
9.Pemberian penghargaan diperbanyak dalam rangka mengangkat keprcayaan guru terhadap perannya.
10.Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) guru harus sampai ke tingkat yang paling pedalaman.
11.Penciptaan budaya semangat juang untuk meningkatkan citra guru pada era globalisasi ini.

Presiden: Ubah Metode Mengajar

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh untuk mengubah metodologi belajar-mengajar. Pola yang sekarang tidak mendorong siswa kreatif dan inovatif sehingga sulit memunculkan jiwa kewirausahaan anak didik.

Metode belajar-mengajar anak didik yang dilakukan sejak taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah dinilai hanya menunjukkan gurunya yang aktif, sedangkan anak didik justru tidak aktif. Proses belajar seperti itulah yang dinilai tidak dapat mengembangkan inovasi dan kreativitas serta kewirausahaan.

Demikian disampaikan Presiden Yudhoyono saat membuka Temu Nasional 2009 di Jakarta, Kamis (29/10). Dalam acara itu, hadir Wakil Presiden Boediono, para menteri kabinet, gubernur, bupati, wali kota, unsur pimpinan badan usaha milik negara (BUMN), dan sejumlah pejabat lain.

”Saya minta Menteri Pendidikan Nasional untuk mengubah metodologi belajar-mengajar yang ada selama ini. Sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah jangan hanya gurunya yang aktif, tetapi harus mampu membuat siswanya juga aktif,” kata Presiden.

Menurut Presiden, pendidikan jangan hanya mengejar nilai rapor dan ujian. ”Kalau itu yang dipilih, anak-anak bersekolah tetapi tidak berkembang kreativitas, inovasi, dan jiwa wirausahanya,” lanjut Presiden.

Kewirausahaan

Menurut Presiden, jiwa kewirausahaan sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil. Dengan demikian, setelah selesai menjalani pendidikan mereka tidak sekadar menjadi pencari kerja, tetapi menjadi pencipta lapangan kerja.

”Oleh karena itu, perlu reformasi di bidang pendidikan nasional. Guru dan dosen harus diajak untuk bisa mengembangkan jiwa kewirausahaan, inovasi, dan kreativitas,” ujarnya.

Sebelumnya Presiden Yudhoyono menyatakan telah menerima surat dari Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama dan pengusaha Ciputra agar pemerintah mendorong tumbuh dan berkembangnya jiwa kewirausahaan di Indonesia.

Dikatakan Presiden, jumlah wirausahawan Indonesia sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Amerika Serikat, Jepang, atau Singapura. Padahal dengan berkembangnya jiwa kewirausahaan, tingkat pengangguran dan kemiskinan dapat diturunkan.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, yang dimintai tanggapannya oleh pers, menyatakan akan segera mereformasi sistem pendidikan, khususnya metode belajar-mengajar. Meski demikian, akan dikaji dulu metode belajar-mengajar yang diterapkan saat ini.

Pada tahap awal, lanjut Mohammad Nuh, pembenahan akan dilakukan pada infrastruktur pendidikan. ”Jangan ada lagi sekolah yang bocor, apalagi ambruk,” kata Nuh.(Sumber: Kompas.com/HAR)

Kamis, 29 Oktober 2009

Video Game Menyehatkan Mata

Detik.con melaporkan bahwa banyak kejadian atau perilaku buruk seseorang yang disangkutpautkan dengan game. Namun sebuah penelitian, yang digelar oleh dua Universitas, membuktikan bahwa game justru menyehatkan.

Salah satu jenis game yang diklaim dapat menyehatkan adalah jenis Action. Game dengan jenis ini telah terbukti dapat memberikan penglihatan yang lebih tajam bagi para pemainnya, bahkan dikatakan dapat menyembuhkan penyakit Amblyopia.

Amblyopia sendiri adalah, suatu kelainan di mata dimana mata yang satu memiliki tingkat penglihatan yang lebih rendah dibandingkan dengan mata yang lain. Cara penyembuhan yang biasa yaitu menggunakan sebuah perangkat yang dikenakan pada mata.

Seperti dikutip detikINET dari CNN, Kamis, (29/10/2009). Hasil riset yang diadakan oleh Universitas Nottingham menunjukan bahwa bermain video game selama 1 jam, sama dengan melakukan terapi dengan alat tersebut selama 400 jam.

Pendapat ini pun makin diperkuat oleh hasil riset sejenis yang diadakan oleh Universitas Rochester. Dalam riset terpisah ini, disimpulkanbahwa bermain game First Person Shooter dapat meningkatkan kemampuan dan refleks otak terhadap kejadian sekitar.

Kunci Mudah Mengajarkan Matematika dengan Kreativitas

Matematika merupakan pelajaran yang dianggap menyulitkan dan menyebalkan bagi siswa. Bahkan, gurunya juga merasakan kesusahan mengajarkan agar siswa senang dan tertantang. Namun, banyak cara membuat Matematika menjadi pelajaran yang mudah dan menyenangkan. Dari yang tradisional menggunakan batang lidi, sampai yang mutakhir ala Glenn Doman. Kuncinya cuma kreativitas.

Penuturan Djomon Bapila, Kepala SD 008 Kalampising, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, ini misalnya. Djomon mengaku, dia mewajibkan para siswa kelas I untuk membawa batang-batang lidi ke sekolah. "Lalu, saya minta mereka mengikatnya dengan jumlah untuk masing-masing ikat sebanyak 10 lidi. Itulah alat hitung mereka," ujar Djomon, awal Oktober lalu.

"Sederhana memang, tetapi hanya itu yang termurah, tercepat, dan termudah untuk diserap oleh siswa. Dengan lidi-lidi ini, mereka menjadi aktif belajar dan tak sadar bisa menghitung dengan tangkas," tambahnya.

Lain Djomon, lain pula Sugimun. Guru Matematika SMPN I Lumbis, Kabupaten Nunukan, ini punya cara jitu untuk membuat siswanya tertarik dan mudah mengerti pelajaran Matematika yang ia ajarkan. Salah satunya, Sugimun mengajak para siswa bermain gaple atau yang lebih akrab disebut domino. Ya, "domino Matematika". Sugimun sudah membuktikan bahwa domino tersebut bisa memudahkan siswa mengenal pelajaran Matematika tentang bilangan pecahan.

Tak ubahnya bermain domino, setelah kartu pertama dilempar, kartu berikutnya akan mengikuti. Namun, jika pada domino sesungguhnya berisi kumpulan atau urutan angka-angka, maka kartu pada "domino Matematika" berisi berbagai bilangan pecahan. "Saya berpikir, apa pun yang ada di sekitar kita, baik itu di lingkungan rumah maupun sekolah bisa dimanfaatkan. Sederhananya, Matematika itu tidak rumit dan mudah dimengerti siswa, asalkan gurunya bisa memudahkan siswa menyerapnya," ujar Sugimun.

"Pernah, waktu pelajaran tentang bangun bidang, seperti kubus, balok, segitiga, atau kerucut, saya minta siswa melihat ke semua sisi bangunan (sekolah), mulai dari dinding sampai atap, ternyata itu lebih mudah dimengerti ketimbang hanya teori di papan tulis," ujar lulusan Universitas Mulawarman ini.

Glenn Doman
Khusus anak balita, mereka memerlukan sistem pembelajaran, metode, dan sarana yang tepat supaya bisa merasa senang dan mudah saat mempelajari Matematika.

Berangkat dari fungsi otak yang memiliki kemampuan menyerap informasi yang luar biasa pada seorang anak, Dr Glenn Doman menunjukkan betapa mudahnya mengajarkan Matematika ke anak balita dan menjadikan proses belajar tersebut begitu menyenangkan.

Menurut Irene F Mongkar, seorang praktisi metode Glenn Doman, pada masa tiga tahun pertama, otak balita mengalami perkembangan yang sangat pesat. Akibatnya, stimulasi yang diberikan pada masa ini akan merangsang kecerdasannya. Pertanyaannya, bagaimana metode ini mampu membuat pelajaran Matematika menjadi begitu menarik dan menyenangkan buat anak-anak Anda?

- Tahap Pertama, Perkenalkan Jumlah

Perlihatkan kepada anak, kartu-kartu putih berukuran 28 x 28 cm dengan gambar dot (lingkaran berdiameter 2 cm) berwarna merah, mulai dari kartu berjumlah dot 1 sampai dengan 100.

Untuk memperkenalkan jumlah, cukup dengan memberikan 5 kartu, dengan sangat cepat (2 kartu untuk 1 detik) dan diulang maksimum sebanyak 3 kali sehari.

- Tahap Kedua, Perkenalkan Persamaan

Kembali kita menunjukkan kartu-kartu dot, misalnya dot berjumlah 7, 5, dan 12. Tunjukkan kartu tersebut dengan mengatakan ”tujuh ditambah lima sama dengan dua belas”.

Berikan tiga persamaan dalam setiap pengajaran, dan sehari berikan 3 kali pengajaran. Harus dicatat, setiap persamaan tidak diulang lagi.

- Tahap ketiga, Pemecahan Masalah

Siapkan kartu dot berjumlah 4, 7, 11, dan 16. Lalu, tunjukkan kartu tersebut dengan mengatakan ”Empat ditambah tujuh sama dengan 11 atau 16?”

Biarkan si anak memilih, dan berikan dia cukup waktu berpikir dan menunjukkan jawabannya. Berikan anak balita kesempatan untuk menggunakan kemampuannya.

- Tahap keempat, Pengenalan Angka

Pengenalan ini prinsipnya seperti pada tahap 1. Adapun pada tahap kelima, perkenalkan persamaan dengan angka yang ditulis dalam karton panjang berukuran 10 x 50 cm, dengan berbagai jenis persamaan, misalnya 7 + 1 + 11 – 5 + 2 – 4.

Dengan cara yang sederhana, waktu yang singkat, sikap gembira dan menyenangkan, kita dapat mengenalkan Matematika kepada anak balita. Dengan begitu, anak balita akan mulai menyenangi Matematika.(Sumber: Kompas.com, Rabu, 21 Oktober 2009/LTF)

Kemampuan Guru dalam Membelajarkan Membaca Pemahaman Sangat Minimal

Membaca merupakan pintu gerbang memahami isi dunia. Oleh karena itu, bagaimana jadinya jika siswa sangat rendah dalam membaca pemahaman? Seperti yang dilaporkan kompas.com, 28 Oktober 2oo9, dari hasil penelitian Pusat Penelitian Pendidikan Depdiknas, ditunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengajarkan kemampuan membaca pemahaman sangat minimal. Tentu, banyak faktor penyebabnya yang memerlukan perbaikan. Studi penilaian tersebut dilakukan dengan cara merekam menggunakan video tentang segala kemampuan guru dalam mengajarkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV melalui tahap prainstruksional, instruksional dan evaluasi.

Disebutkan dalam studi itu bahwa kemampuan guru-guru tersebut relatif rendah, yaitu hanya 42,85 % dari ideal. Sementara itu, kemampuan tiap tahapan pembelajaran pada prainstruksional 29,67 %, instruksional 49,55 %, dan evaluasi 24,75 % dari ideal.

Sejurus dengan rendahnya kemampuan guru tersebut, studi ini juga menunjukkan bahwa kemampuan membaca pemahaman siswa tergolong rendah, yaitu hanya 35,64 % untuk tes lokal dan 33,27 % untuk tes PIRLS .

Menurut hasil penelitian ini, beberapa faktor yg secara signifikan memengaruhi kemampuan mengajar guru tersebut adalah status guru dalam kelas. Sedangkan pada faktor pendidikan, pengalaman mengajar tidak signifikan berpengaruh terhadap kemampuan mengajar guru.

Kemampuan pendidikan dan pengalaman guru secara signifikan berpengaruh terhadap kemampuan siswa dan membaca pemahaman. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa adalah kebiasaan berbahasa Indonesia.

Kebiasaan membaca dan kondisi sekolah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan siswa. Adapun hasil penelitian tersebut sedang dijadikan salah satu pembahasan seminar Mutu Pendidikan Menengah Hasil Penelitian Puspendik 2009 yg berlangsung hari ini, Rabu (28/10), di Jakarta.

Guru di Mata Mbok Siti (63)

Bunga di halaman depan dekat pagar rumah Mbok Siti terasa harum setelah kelopak melati warna putih mekar berseri. Aku terasa nyaman dengan harum melati itu sehingga jalan kuperlambat sambil melirik untaian melati berjajar.

"Suka bunga melati ya...", sapa Mbok Siti yang ternyata memperhatikan dari kejauahan.

"Iya, Mbok. Melati ini sangat semerbak mewangi dan terlihat berjajar indah", jawabku sambil mempercepat jalan mendekati Mbok Siti yang juga tampak berseri di pagi ini.

"Bunga itu mekar, harum, dan memutih berseri karena telah melewati berbagai proses yang didukung oleh kesabaran waktu, usaha daun, tangkup, dan batang untuk berjuang mewujudkan merekahnya bunga", jawab Mbok Siti sambil tersenyum memandangku.

"Siswa kita dapat merekah berseri dengan keharuman yang menggembirakan semua orang apabila dalam prosesnya juga didukung oleh kesetiaan berbagai aspek", jelas Mbok Siti. Guru, kepala sekolah, orang tua, teman, dan staf sekolah harus bahu-membahu memberikan tanggung jawab masing-masing demi keberhasilan siswa. Guru hebat adalah guru yang mampu melindungi siswa dalam tumbuh dan berkembang. Pada akhirnya, guru itu akan memetik keberhasilan atas usahanya.

Kemampuan Siswa Indonesia di Bawah Rata-Rata Skor Internasional

Ini tantangan bagi guru di Indonesia dan bukan hambatan. Kemampuan mengajar guru perlu dipacu lagi sampai ke tingkat terdalam sehingga mereka mampu mengeksplorasi potensi siswa dengan hebat. Betapa tidak. Menurut laporan kompas.com, 28 Oktober 2009, ternyata dari tiga hasil studi internasional dinyatakan bahwa, kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan ternyata berada di bawah rat-rata skor internasional yang sebesar 500.

Jika dibandingkan dengan siswa internasional, siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah dan sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi.

Demikian hasil tiga studi tersebut mengemuka dalam seminar Mutu Pendidikan dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik 2009 di Gedung Depdiknas, Jakarta, Rabu (28/10).

"Tapi kita optimistis, karena skor PISA kita rata-rata 30 poin, kita yakin peraihan di tahun-tahun mendatang bisa lebih baik untuk mendekati rata-rata internasional," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas Mansyur Ramly usai membuka seminar, Rabu (28/10).

Ramly menambahkan, pencapaian mutu pendidikan siswa dalam standar internasional tersebut memang masih harus ditingkatkan. Dua faktor utama, lanjut Ramly, yang perlu diperkuat untuk mengejar ketertinggalan itu antara lain pola dan penggunaan dana BOS serta kualitas tenaga penduduk.

"Hasil studi ini memang untuk memotret kemampuan kita dalam kualifikasi internasional, termasuk SBI. Dari studi inilah kita akan melangkah untuk peningkatan mutu sekolah seperti di negara maju," tambah Ramly.

Adapun tiga studi internasional itu antara lain PIRLS 2006 , PISA 2006 dan TIMSS 2007. Berdasarkan studi PISA tahun 2003, Indonesia berada di urutan 39 dari 41 negara untuk Matematika dan IPA. Pada kedua bidang itu, di Asia Tenggara posisi Indonesia di bawah Malaysia dan Thailand.

Kemampuan Membaca Siswa Kelas IV di Indonesia Urutan ke-4 dari 45 Negara di Dunia

Lagi-lagi, Indonesia menuai peringkat rendah dari aspek kemampuan membaca siswa kelas IV SD. Hal itu seperti dilaporkan Kompas.com yang menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa sekolah di tingkat sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) saat ini memiliki kecenderungan rendah. Lemahnya kemampuan membaca siswa SD/MI patut diduga karena lemahnya pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca.

Salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia.

Demikian hasil studi tersebut dipaparkan dalam laporan penelitian "Studi Penilaian Kemampuan Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS" oleh Prof Dr Suhardjono dari Pusat Penelitian Pendidikan Depdiknas di Jakarta, Rabu (28/10). Dalam laporan tersebut, Suhardjono menuturkan, muara dari lemahnya pembelajaran membaca patut diduga karena kemampuan guru dan kondisi sekolah.

"Kondisi sekolah yang dimaksud meliputi sarana dan prasarana, jumlah siswa dalam kelas, akses ke sekolah, dan prestasi sekolah," ujarnya.

Suhardjono mengatakan, studi penilaian melalu video ini untuk memperoleh gambaran utuh kemampuan guru dalam pembelajaran, termasuk informasi tentang kelemahan dan kekurangan guru. Cara ini bisa memperoleh analisis yang akurat dan cermat. Adapun sumber data penelitian adalah guru Bahasa Indonesia, siswa kelas IV dan kepala sekolah dari 12 sekolah yg menjadi sampel PIRLS. Sekolah-sekolah tersebut, antara lain, SDN Pejaten Timur 05 Pagi, SDN Karang Anyar 04 Petang, SDN Cigadung 1, SD Panorama, SDN Kampung Sewu, SDN Klecosatu 07, Madrasah Ma'Arif Selak, SDN Bobang 02, SDN Banarang 2, SD Bina Taruna 3, dan SDN 101990 Namorambe.

Guru di Mata Mbok Siti (62)

Sangat lama aku memperhatikan sangkar burung di atas pohon sawo belakang rumah Mbok Siti. Sesekali, induk burung terbang dan kembali membawa ulat kecil di paruhnya untuk disuapkan ke anak-anaknya. Burung itu sangat riang dan bahagia manakala anak-anaknya bercicit dan bersuara riuh. Betapa bahagianya mereka.

"Lihat apa, anakku?" tanya Mbok Siti membuyarkan konsentrasiku.

"Aku lihat sarang burung itu, Mbok", jawabku pelan sambil mendekat ke arah Mbok Siti yang berpakaian hitam kusam dengan jarit yang kemarin.

"Induk burung itu sangat bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya sampai anak burung itu dapat mencari makan sendiri", tambah Mbok Siti. Di samping memberikan makan, induk burung itu menjaga keamanan anak-anaknya dengan kasih sayang demi generasinya kelak.

Sikap dasar induk burung itu adalah sikap dasar seorang guru terhadap tumbuh dan kembang siswanya. "Guru dengan tanggung jawab penuh memberikan makan bagi otak, sikap, dan keterampilan siswanya secara sukarela", kata Mbok Siti.

Senin, 26 Oktober 2009

Guru, Jangan Takut Ditertawakan

Tentu tak ada orang yang ingin jadi bahan olok-olok. Namun, bila Anda selalu ketakutan akan ditertawakan hingga kerap menghindar saat orang lain tengah bercanda, boleh jadi Anda mengidap gelotophobia.

Takut berlebihan akan ditertawakan orang lain termasuk dalam kelainan yang disebut gelotophobia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, gelos, yang berarti tertawa, dan phobos yang artinya takut.

Fobia ini pertama kali dibahas di Spanyol dalam acara International Summer School and Symposium on Humour and Laughter: Theory, Research and Applicationss.

Baru-baru ini para peneliti mencoba mengevaluasi rasa takut akan ditertawakan tersebut pada berbagai budaya masyarakat. Para peneliti dari Universitas Zurich, Swiss, bekerja sama dengan peneliti dari 73 negara menyebarkan kuesioner kepada 22.620 orang yang diterjemahkan dalam 42 bahasa untuk mencari tahu seperti apakah kelainan gelotophobia.

Menurut para ahli, dalam rasa takut ditertawakan, ada dua golongan alasan. Pertama, mereka yang takut ditertawakan sebagai "reaksi perasaan tidak aman" yang mencoba menyembunyikan rasa kurang pede-nya dari orang lain atau percaya bahwa tidak ada hal lucu yang perlu ditertawakan.

Kedua, "reaksi penghindaran", yang selalu menghindari situasi serupa di tempat ia pernah ditertawakan. Ketakutan orang dalam kelompok ini bisa berskala rendah hingga tinggi. Mereka juga selalu dihantui curiga bahwa orang lain sedang menertawakannya.

Meski gelotophobia bisa ditemukan di semua budaya, ada beberapa perbedaan yang tampak. Misalnya saja, orang dari negara Turkmenistan dan Kamboja rata-rata masuk dalam kelompok pertama atau "reaksi rasa tidak nyaman". Sementara itu, orang-orang di Irak, Mesir, dan Jordania cenderung menghindari situasi yang membuat mereka akan ditertawakan.

Sementara itu, orang di Finlandia percaya, bila orang lain sedang tertawa, mereka menertawakan dirinya. Sebanyak 80 persen orang di Thailand juga punya kecurigaan yang sama.

"Orang menertawakan orang lain karena beragam alasan. Hal ini bisa menimbulkan respons takut pada seseorang sehingga ia selalu menghindari situasi yang mengarah pada candaan. Hal ini tentu akan berdampak pada kehidupan sosialnya," kata Victor Rubio, psikolog dari Autonomous University, Madrid, Spanyol. (Sumber: Kompas.com)

Guru di Mata Mbok Siti (61)

Baru kali ini, aku tahu anak ayam keluar dari cangkang telur untuk menetas dan menghirup udara segar. Mbok Siti bergegas mengumpulkan anak-anak ayam sambil menempatkan induknya di dekat anak-anak itu. Sementara, wadah lama tempat mengerami telur segera dijemur karena penuh dengan kutu ayam yang konon gatal rasanya.

Dengan cepat anak-anak ayam itu berdiri dan berjalan mengikuti induknya. "Mbok, mengapa anak ayam itu dapat dengan cepat berdiri dan mematuk makanan yang ditunjukkan induknya?", tanyaku pelan.

"Anak ayam dapat cepat berdiri karena mempunyai kemauan tinggi untuk segera menghidupi dirinya", ujar Mbok Siti. Andai anak ayam itu duduk saja tentu tidak akan lama hidup di dunia ini.

"Guru yang baik tentunya juga harus segera mempunyai kemauan tinggi", kata Mbok Siti. Dengan begitu, guru tersebut akan segera dapat membangun dirinya. Guru tidak boleh bermalas-malasan hanya dengan berpangku tangan menekuk kaki di belakang meja.

"Dia harus punya keinginan yang kuat", tambah Mbok Siti yang sangat sederhana itu. Jadi, guru bagus tidak ditentukan oleh lokasi sekolah di kota atau desa. Meski di desa, asalkan dia mempunyai kemauan tinggi, mau belajar, dan terus mengisi gelas pengalamannya, dia akan menjadi guru hebat.

Siswa SMPK Stella Maris Surabaya Temukan Antivirus Ukuran 2,5 MB

abtu, 17 Oktober 2009 | 14:22 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Anda yang biasa browsing di situs softpedia.com untuk mencari antivirus, tentu mengenal Blue Atom Antivirus. Tetapi, tahukah Anda siapa pencipta antivirus ukuran 2,5 MB yang mampu menjaring sekitar 4.000 virus dalam dan luar negeri itu?

Dia adalah Alvin Leonardo (14) siswa kelas IX E SMP Katolik Stella Maris, Surabaya. Hebatnya, karya arek Suroboyo ini secara resmi telah mendapat garansi 100 persen clean oleh softpedia pada 19 Oktober 2009.

Meski menjadi salah satu penghuni kelas unggulan di sekolah, Alvin adalah sosok siswa bersahaja. Tak terlihat istimewa. Rambut pendek dan badan sedikit kurus. Tapi, ia memang lebih menguasai pemrogaman komputer dibanding rekan-rekannya.

Alvin mulai rajin mengotak-atik program komputer sekitar tiga tahun lalu. Saat itu, dia baru saja duduk di bangku SMP dan untuk pertama kali memegang komputer. Awalnya, dia hanya suka main game. Tapi, rasa ingin tahunya berkembang ketika melihat program visual basic dalam hard disk komputer.

“Waktu itu saya penasaran, program itu untuk apa? Cara kerjanya bagaimana? Lalu saya otak-atik sampai akhirnya tahu,” ujarnya. Kemampuan Alvin mengotak-atik program komputer didapat secara otodidak. Ia tidak pernah mengikuti kursus komputer atau mendapat bimbingan khusus di bidang pemrograman.

Hanya dalam kurun waktu sekitar dua tahun, Putra pasangan Muliani Tedjakusuma dan Surya Mutiara itu sudah menguasai bahasa pemrogaman visual basic, c#, dan asmbler (ASMX 86). Kemampuan menguasai tiga jenis bahasa pemrogaman itulah yang mengantar Alvin membuat antivirus.

Karya itu lahir dari keluhan orang-orang di sekitar. “Banyak saudara dan teman jengkel karena komputer atau flash disk diganggu virus. Saya lihat sistem kerja antivitus itu gampang, jadi saya buat sendiri,” ungkap anak tunggal itu.

Alvin berhasil menyelesaikan proyek antivirusnya pada September 2009. Semula ia menamakan karyanya Fire Antivirus. Tapi, karena nama itu sudah pernah ada, ia lalu mengubah dan memberi nama karyanya Blue Atom Antivirus. “Biru itu melambangakan ketenangan dan atom merupakan bagian terkecil dari semua benda, itu melambangkan antivirus saya yang kapasitasnya cukup kecil,” papar Alvin.
Selanjutnya ia mendaftarakan karyanya ke softpedia secara online. “Saya sempat kesulitan mendaftar, karena harus mencari website yang bisa menjadi pengantar untuk masuk ke softpedia, karena saya tidak punya server sendiri. Tapi, akhirnya bisa menggunakan sourceforge,” terang Alvin.

Selang beberapa hari setelah mendaftar ke softpedia, Alvin mendapat jawaban melalui email yang menyatakan antivirus buatannya sudah lolos uji coba dan dijamin sehingga bisa diunduh secara langsung melalui softpedia.

Selain berkapasitas kecil dan bisa menyeleksi lebih banyak virus, Blue Atom Antivirus diklaim bisa bekerja dalam waktu singkat. Antivirus ini bisa digunakan untuk komputer dengan spesifikasi sederhana sekalipun.

Tidak puas dengan karya antivirus yang sudah mendapat sertifikasi softpedia. Alvin terus mengembangkan karyanya. Hasilnya, dalam waktu singkat ia sudah me-launching pengembangan antivirus Blue Atom karyanya dengan tambahan beberapa keunggulan. Versi baru Blue Atom Antivirus kini dilengkapi karantina, clean, fitur antivirus untuk game yang disebut game mode dan fitur protective flashdisk.
Pengembangan antivirus Blue Atom kembali didaftarkan Alvin ke Softpedia, Kamis (15/10). Ia berharap versi baru Blue Atom Antivirus bisa kembali mendapat lisensi dari Softpedia beberapa hari ke depan. “Kalau dapat lisensi lagi itu bisa menjadi hadiah ulang tahun,” harap bocah yang tinggal di Jl Muria Surabaya itu.

Pakar IT yang juga dekan FTIf ITS Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD menyatakan, bahasa pemrograman komputer tidak mudah dikuasai siswa, apalagi SMP.

“Kalau memang dia (Alvin) bisa menguasai bahasa pemrograman, berarti dia termasuk anak yang serius belajar, hebat dia,” puji Ryan.
Terkait antivirus buatan Alvin, Ryan hanya mengingatkan bahwa sistem kerja antivirus adalah kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak wajar dalam kerja komputer.

Antivirus berfungsi untuk mendeteksi hal yang tak wajar itu untuk kemudian mengendalikannya. Karenanya, pembuat antivirus dituntut untuk terus mengupdate, supaya tetap bisa berfungsi baik jika sudah ditemukan virus-virus baru.
“Anak-anak seperti dia perlu diperhatikan. Untuk meningkatkan kemampuan, dia bisa diikutkan lomba-lomba pemrograman,” tambah Ryan. Lebih lanjut, ia berharap potensi seperti Alvin bisa dibina untuk menjadi hacker ‘ilmu putih’ untuk menyosialisasikan fungsi penguasaan program komputer dan IT untuk membantu mencari solusi bagi segala keperluan. (rey)

Jangan Sampai Anak Cemas Saat Ujian Sekolah

Kata ‘ujian’ atau ‘ulangan’ cukup familiar bagi para siswa. Sebagian besar siswa yang mendengar kata ini pasti langsung tegang dan panik. Mulai dari anak SD sampai mahasiswa.

Penelitian membuktikan, banyak siswa SD kelas 6 yang cemas menghadapi ujian (Sarason,dkk dalam Beidel, Turner, & Taylor-Ferreira, 1999). Kecemasan menghadapi ujian dialami oleh siswa dari berbagai tingkat prestasi akademik dan kemampuan intelektual.

Bagi siswa, kecemasan ini muncul salah satunya karena tekanan untuk berprestasi dari orang tua, guru, juga tuntutan diri sendiri. Tekanan ini juga menyebabkan rasa malu pada diri mereka jika tidak berhasil memenuhinya.

Kecemasan menghadapi ujian menjadi persoalan yang penting karena memiliki akibat luas, baik dalam area akademik maupun personal siswa. Secara akademik, kecemasan ini berakibat pada kegagalan akademik hingga penolakan terhadap sekolah (school refusal).

Secara personal, kecemasan ini menyebabkan rendahnya harga diri siswa, ketergantungan, serta perilaku pasif dalam kehidupan sehari-hari. Jika mengingat tujuan sekolah sebagai tempat pembelajaran serta pengoptimalan berbagai kemampuan siswa baik akademis maupun non akademis, maka penanganan terhadap persoalan ini perlu dilakukan secara serius.

Penanganan dapat dilakukan dengan dua tujuan, mengurangi rasa cemas dan meningkatkan kesiapan menghadapi ujian yang dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan managemen cemas serta memberikan ketrampilan belajar.

Ketrampilan belajar dapat diberikan dengan melatih kebiasaan belajar yang baik dan konsisten, misalnya dengan mengkondisikan anak untuk memberi waktu tambahan belajar setiap hari selama 15-20 menit guna mempelajari materi yang dianggap sulit atau yang membuat cemas.

Kebiasaan belajar ini akan membuat siswa lebih familiar dengan materi pelajaran yang akan membantu mengurangi kecemasan serta meningkatkan harga dirinya. Kondisi ini akan membantu siswa untuk mengoptimalkan prestasi belajarnya. Kebiasaan belajar yang tidak baik, seperti belajar di depan TV atau belajar di tempat yang ramai, perlu dihilangkan.

Kegiatan belajar sendiri seringkali membingungkan siswa SD. Bagi sebagian besar siswa SD, belajar lebih diartikan sebagai kegiatan mengerjakan PR semata. Kegiatan ini seringkali menjadi tidak efektif karena mereka hanya belajar menjawab soal-soal yang ada dan bukan memahami materi pelajaran atau meningkatkan ketrampilan belajarnya.

Salah satu metode untuk meningkatkan ketrampilan belajar adalah metode SQ3R, yaitu survey, question, read, review, dan recite (Adams, Carmine, & Gersten, 1982). Survey, meliputi melihat seluruh tugas-tugas yang ada untuk menarik kesimpulan tentang isi materi.

Kegiatan question dilakukan dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sendiri atas kalimat kunci yang ada dalam isi materi. Read artinya membaca materi guna mencari jawaban atas pertanyaan yang telah dibuat sendiri.

Review dilakukan di akhir tugas membaca di mana siswa kembali ke daftar pertanyaan untuk melihat apakah dirinya dapat menjawab pertanyaan.

Sedangkan recite artinya melibatkan orang lain untuk memberikan pertanyaan kepada siswa terkait dengan materi yang sedang dipelajari siswa.

Metode belajar ini perlu dijadikan kebiasaan sehari-hari bagi siswa. Dengan menjadikan metode itu menjadi suatu kebiasaan, harapannya siswa lebih memiliki kepercayaan diri dan meningkatkan harga dirinya. Berbekal dua hal itu siswa akan mampu mengurangi kecemasannya menghadapi tes dan prestasi belajarnya dapat lebih optimal.

Sumber: Kompas.com/Titik Kristiyani, M.Psi. staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Resensi Buku Struktur Narasi Novel Karya Anak Karya Suyatno di Koran Sinar Harapan

Sinar Harapan, Sabtu, 24 Oktober 2009

Menyelami Dunia Anak

OLEH: SALAMET WAHEDI

Akhir-akhir ini, pemberitaan kasak-kusuk dunia anak menghiasi beberapa headline atau topik khusus media massa, baik elektronik maupun cetak.

Kekerasan pada anak, perebutan hak asuh anak, hingga pada eksploitasi anak. Semua itu, tanpa kita sadari telah membunuh karakter anak, membunuh benih awal manusia menjalani dan memandang kehidupan.
Kasus perceraian orang tua (broken home) merupakan wacana awal psikologi kegamangan anak dalam berkembang. Hidup dengan orang tua tunggal, tidak dapat dipungkiri menjadi pemicu awal seorang anak mengalami shock ataupun kemunduran perkembangan secara mental. Maka bukanlah suatu yang mengherankan ketika kita mendapati generasi muda ini cepat frustrasi. Maka, membludaknya kasus kawula muda, krisis multidimensi di kalangan remaja, tidak dapat dielakkan lagi merupakan “buah kutuk­an” terabainya dunia anak.
Dunia anak yang sejatinya adalah dunia bermain, telah terampas oleh beban kehidupan yang terlalu rumit. Anak tidak lagi menemukan gerak perkembangan yang normal. Anak telah dipaksa untuk berada di luar garis kemampuannya. Maka, dapat dibayangkan, kemampuan anak yang masih belia mesti menanggung derita dan beban hidup yang di luar kadarnya.
Selain berbagai kasus yang menimpa dan menyeret anak dalam pertarungan kelas tinggi, terputusnya transformasi nilai-nilai sosial budaya kita juga sangat berperan dalam membentuk dunia anak yang gamang dan gelisah. Budaya dongeng sebelum tidur yang digerus parade sinetron, permainan anak yang digantikan oleh menu game, secara tidak langsung pula menggiring anak pada kegagapan untuk memahami dan mengenali dirinya sendiri dan lingkungannya.
Lebih jauh, di kalangan masyarakat kita, masih belum begitu peka terhadap kondisi dunia anak. Dunia pendidikan yang diharapkan menjadi wahana penetralisasi bagi kesuntukan anak, tidak jarang hadir menjelma penjara. Bahkan tidak jarang pula, anak menjadi modal dunia pendidikan kita untuk mengeruk keuntungan.
Maka memberikan dan menghadirkan referensi tentang dunia anak merupakan sesuatu yang sangat urgen. Hal ini tentunya sejalan dengan kemajuan teknolagi, yang tidak hanya memproduksi barang-barang kebutuhan secara instan. Tapi di luar itu, telah memungkinkan kita untuk memahami diri kita secara komprehensif. Secara teoretis.
Satu dari sekian referensi yang patut kita sambut adalah buku Struktur Narasi Novel Karya Anak. Buku yang ditulis oleh Dr Suyatno, M.Pd., dosen sekaligus Kajur Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS, Universitas Negeri Surabaya ini, sekilas telah memberikan gambaran apresiasi terhadap karya anak.
Kalau selama ini kita memandang sebelah mata pada karya-karya anak, maka seiring kemajuan dunia elektronik yang memungkinkan kita menghasilkan berbagai produk, sudah seyogianya kita lebih proaktif melakukan apresiasi terhadap karya yang dihasilkan anak. Seperti yang diamati Dr Suyatno, M.Pd ini, hadirnya karya-karya anak yang ditulis oleh anak pada tahun 2000-an, merupakan indikasi dan sinyal bahwa dunia anak, di tengah globalisasi ini telah menemukan dunianya sendiri. Dunia fantasi, dunia bermain, juga dunia bercerita untuk bisa memahami realitas di sekitarnya, yang pada akhirnya berimplikasi pada menguatnya pertumbuhan karya anak dan memberikan peluang bagi kreativitas anak (hlm 2).
Apresiasi terhadap karya anak, di samping diharapkan bisa mengembalikan dunia anak, juga bisa memicu perkembangan anak ke arah yang produktif. Kalau selama ini, sastra dan anak tak ubahnya penjajah dan taklukannya, meminjam istilah esai Riris K Toha-Sarumpaet, maka kehadiran sastra anak yang ditulis oleh anak-anak tentunya akan menghadirkan perspektif berbeda. Perspektif yang akan menempatkan anak sebagai subjek atau pelaku pada dunianya sendiri. Sehingga, orang-orang di luar dunia anak tidak lagi menjelma bapak yang otoriter, atau ibu yang judes. Tapi orang-orang di luar anak sudah semestinya menjadi fasilitator, menjadi partner, dan menjadi pendamping. Meski peran dan fungsi orang tua tidak seratus persen bisa diabaikan dalam pembentukan dan pengarahan langkah anak ke depan. Peran dan fungsi orang tua sudah saatnya diterjemahkan dari realitas dunia anak itu sendiri. Dunia bermain-main.
Dalam kata pengantarnya untuk buku ini, Prof Budi Darma menegaskan harapannya membangun masa depan anak melalui karya sastra. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa anak akan terus berkembang dan juga berubah. Namun, hakikat anak sebagai homo fabulans, makhluk suka bercerita, yang erat kaitannya dengan hakikat anak sebagai homo ludens, makhluk yang suka bermain, apabila dikembangkan sejak kecil, akan membentuk masa depan anak menjadi lebih baik (hlm ix).

Buku yang diterbitkan Jaring Pena ini secara garis besar membicarakan sembilan potensi pokok karya anak. Pertama, potensi dalam memproduksi novel. Kedua, sastra anak, karya anak di sebuah perjalanan. Ketiga, faktor pendorong anak menulis novel. Keempat, kajian dan konsep sastra anak. Kelima, struktur narasi novel karya anak. Ke­enam, alur novel karya anak. Ketujuh, penokohan novel karya anak. Kedelapan latar novel karya anak. Kesembilan perbandingan struktur narasi novel karya anak.
Lebih jauh, buku ini juga mengajak kita untuk menengok dunia anak lebih jauh. Dunia yang ternyata tidak hanya bermain-main belaka. Tetapi, dunia di mana tersimpan potensi manusia memahami dirinya sendiri. Potensi yang dapat diterjemahkan di sini adalah adanya kemampuan berbahasa sejak dini, kepekaan sosial anak serta ungkapan lugas nan tulus anak menstrukturkan pengalamannya.
Kalau secara psikologi, perkembangan karakter anak ditentukan oleh tingkat atau masa pertumbuhan yang wajar dan memadai, maka memahami dunia anak sangat berperan membantu mereka melewati setiap fase pertumbuhan itu. Memahami dunia anak akan memberikan arahan dan acuan bagaimana kita mesti menggali potensi yang dimiliki anak, terutama potensi dan kemampuan berbahasa anak.
Dengan gaya bahasa yang enak dicerna dan mudah dipahami, buku ini juga memaparkan berbagai faktor yang memengaruhi dan mendorong anak berkarya, menulis novel. Seperti kebiasaan membaca, mendengarkan cerita, menulis buku harian, menggunakan komputer dan lainnya, motivasi orang tua dan pengalaman sen­diri dan pengamatan ling­kungan sekitar. Pemahaman akan berbagai kondisi yang bisa mendorong anak ini, tentunya dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan potensi dan kemampuan anak.

Selain memaparkan berbagai faktor pendukung dan pola pengembangan bakat dan potensi anak, apresiasi terhadap karya-karya anak yang disajikan buku ini, cukup menjadi bukti konkret potensi dan kemampuan anak. Terutama dalam hal berbahasa.
Pemaparan struktur karya anak juga memberikan ilustrasi bagi kita, bagaimana anak seusia 7-12 tahun sudah memiliki kepekaan sosial maupun pembacaan yang cermat akan pola hubungan hidup yang membutuhkan keterbukaan, kegigihan, kemandirian, kerja sama, persahabatan, toleransi, hemat dan saling memberi. Lebih jauh, pemahaman dan penghayatan hidup oleh anak pun cukup beragam.
Semisal pada Novel Kado Untuk Umi karya Izzati (8 tahun), kita dapati sebuah usaha seorang anak untuk membahagiakan ibunya, di Hari Ibu, dengan memberinya kado. Dalam novel ini diceritakan tentang usaha seorang tokoh Aisyah dan teman-temannya untuk memberikan kado kepada ibu mereka ma­sing-masing.
Uniknya, penyajian berbagai tema yang ingin disampaikan Izzati, semisal kemandirian, kebersamaan, disajikan lewat narasi cerita yang utuh. Narasi cerita yang tidak terjebak dalam ranah menggurui (hlm 106).
Tema persahabatan dapat ditemukan dalam pembahasan novel Beatiful Days karya Bella (8 tahun), novel Let’s Bake Cookies karya Izzati (9 tahun), dan novel The NoEru Group karya Dena (12 tahun). Dalam novel-novel ini, tema persahabatan coba dieksplorasi dari berbagai dinamika dan setting kehidupan anak itu sendiri. Namun yang perlu dicermati, penyajian tema persahabatan dengan lika-likunya: perteng­karan, persaingan, kemarahan, kerja sama, kekompakan, ketegaran, kegigihan dan kebenar­an, menandaskan bahwa dalam diri manusia, sejak mulai masa kanak-kanak telah “tercantum” impian akan kebersama­an, akan hidup yang harmoni.
Sedangkan novel Juara Sejati karya Silmi (9 tahun) dan novel Little Cuties karya Alline (11 tahun) mengusung tema spirit dan kegigihan mencapai prestasi. Dalam novel Juara Sejati, lewat tokoh protagonis Silvie dan teman-temannya, kita diajak pada satu simpulan akan hakikat menjadi juara sejati, yakni jagoan memang tak selalu menang duluan. Pada kekalahan pertama, jagoan bisa mengambil pelajaran, bahwasanya, kita harus berlatih lebih giat dan lebih percaya diri (hlm 113).
Berbeda dengan novel Juara Sejati, novel Little Cuties dengan tokoh utamanya ‘aku’ yang bernama Fira dan teman-temannya, Zira, Devita, Rival, Via, Dewo, dan Reza, menyajikan sebuah diorama kebersamaan, kesetiakawanan, persaingan positif, keinginan dengan usaha, dan percaya diri dalam meraih sukses (114).
Selain mengusung sebagian besar tema yang berkutat dengan pegalamannya sendiri, karya anak dalam pembahasan buku ini, juga menggambarkan kepekaan anak pada lingkungan sekitarnya, misalnya perhatian pada dunia binatang (novel Si Kupu-Kupu’karya Dena {12 tahun}), atau tentang cita-cita terciptanya kedamaian (novel Kisah Tiga Pengem­bara karya Ali Riza {12 tahun}), atau cerita kepahlawanan memerangi kejahatan (novel Misteri Pedang Skinheald karya Ataka {12 tahun}).

Secara keseluruhan, kehadiran buku Struktur Narasi Novel Karya Anak dewasa ini memiliki dua arti penting. Pertama, buku ini merupakan sebuah terobosan yang perlu mendapat perhatian dari setiap pencinta sastra. Terutama sastra anak. Kedua, buku ini tidak hanya mengungkap sisi lain dunia anak. Tetapi juga memberikan gambaran dan acuan yang jelas dalam mengembangkan potensi dan bakat anak. Bakat dan potensi tersebut berkutat dalam ranah bermain dan suka bercerita.
Maka tidak salah lagi, buku ini merupakan salah satu koleksi yang mesti dibaca dan dimiliki oleh setiap pemerhati buku dan sastra. Terutama sastra dan buku yang berhubung­an dengan dunia anak. n

Jumat, 23 Oktober 2009

M. Nuh, Pasti Berani Bertindak, Berlompat, dan Berlari

Jiwa Surabaya, yang berani dan jujur, pasti terbersit di pundak perjuangan M. Nuh, Mendiknas kita saat ini. Sebagai Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, M. Nuh, harus berani bertindak untuk melakukan pembaruan. Sebab pendidikan nasional merupakan kementerian yang terbesar.

"Diknas mengurusi urusan mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, itu terlalu besar. Saya usul ada departemen-departemen," ujar mantan Ketua Mahkamah Agung yang juga pengamat hukum, Prof. Bagir Manan dalam diskusi "Prospek Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II" di Executive Lounge Gedung Rektorat Unpad, Jln. Dipati Ukur, Kamis (22/10).

Saat ini, lembaga Diknas tergantung pada kemauan dan keberanian Mendiknas baru untuk berani melakukan pembaruan. M. Nuh yang sebelumnya merupakan rektor, harus mampu mengelola departemen yang cukup besar tersebut. "Saya kira, M. Nuh punya itikad yang baik," ujar Manan.

Sementara itu, Rektor Unpad, Ganjar Kurnia mengatakan M. Nuh harus memiliki ukuran yang jelas seperti halnya Mendiknas sebelumnya, Bambang Sudibyo. "Bambang berhasil membuat ukuran yang jelas dengan adanya indikator keberhasilan. Dengan indikator keberhasilan bisa dilihat kinerja dan kejelasan tujuan," ungkapnya.

Dalam diskusi yang dihadiri pengamat hukum Unpad, Indra Prawira, pengamat pemerintahan Dede Mariana, dan pengamat ekonomi Kodrat Wibowo ini, Ganjar mengatakan, sebelumnya ada ukuran yang dibuat secara jelas. Seperti perbandingan jumlah SMA dan SMK serta ISO. "Apa yang harus dimainkan? Kita bekerja dengan baik sesuai bidangnya. Enggak hanya kritik, tapi juga bekerja," ungkapnya.

Rektor ITB, Djoko Santoso mengatakan, dengan terpilihnya M. Nuh sebagai Mendiknas, diharapkan pendidikan Indonesia berwawasan maju ke depan. Artinya cerdas dan kecerdasan ini ditanamkan sejak kecil, sehingga tahu mana yang baik dan buruk. "Sekarang kadang-kadang di sekolah mencontek bisa, berarti tidak jujur," ungkapnya.

Djoko mengutarakan hal ini kepada wartawan usai menjadi keynote speech pada seminar "Kontekstualisasi Sains dan Pendidikan Islam Integratif di Alam Melayu" di Aula Salman ITB, Kamis (22/10). Dikatakan, bila ada beberapa peraturan yang tidak berpihak pada kejujuran dan keadilan, harus dikoreksi.

Sementara itu, Rektor UPI, Soenaryo Kartadinata mengharapkan M. Nuh yang menjadi Mendiknas baru, menjadikan UU No. 20/ 2005 mengenai sistem pendidikan nasional (sisdiknas) sebagai standar normatif untuk penyelenggaraan pendidikan. M. Nuh yang merupakan mantan Rektor ITS, dipercayainya dapat memahami esensi yang terkandung pada UU tersebut.

"Bagaimana pun, sebagai Mendiknas harus bisa memahami esensi yang terkandung dalam UU tersebut secara tepat, yang secara teknis akan keluar dengan konsep atau framework-nya jelas. Sehingga mindset tentang pendidikan akan keluar dengan bahasa yang sama," paparnya. (Sumber: Galamedia:B.107/B.95)**

Guru di Mata Mbok Siti (60)

Tumbuhan di halaman belakang rumah MBok Siti sangat mendinginkan hati karena daun dan buahnya berlomba memberikan senyum. Aku sangat betah berada di bawah pohon-pohon itu sesekali memetik buah jambu yang langsung aku makan.

"Mbok!", aku sedikit bersuara keras.

Tiba-tiba dengan agak cepat, Mbok Siti berjalan dari dapur ke arahku. "Ada apa anakku?"

"Mengapa pohon-pohon ini sangat menarik dan berbuah lebat?" tanyaku sambil menunjuk salah satu pohon.

"Anakku, buah itu lebat dan tampak segar karena dipelihara dengan kasih sayang dan kelembutan", jawabnya. Andai pohon itu dibabat, tentu tidak akan ada lagi buah yang dinikmati dari pohon itu. Begitu pula, andai rantingnya dipatahkan, tentu tidak akan ada buah yang menjuntai dari ranting.

"Nah, siswa yang tumbuh dan berkembang dengan segar berseri tiba-tiba dilukai dengan ocehan atau tamparan fisik, tentu, dia akan tidak dapat menjadi sosok yang bergairah lagi", katanya dengan pelan sambil memperbaiki jaritnya yang agak kendor.

Guru yang menampar siswa, melukai dengan cara apapun, menyakiti fisik siswa adalah guru yang bukan guru. Dia melainkan pembabat atau pembunuh pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan siswa. Dia bukan guru.

Teknik Pembelajaran Sate Gambar

Oleh Suyatno

Inovasi harus tiada berhenti bagi seorang guru yang selalu maju meski berada dalam kondisi apapun. Itulah yang diharapkan dalam dunia persekolahan sehingga siswa dapat mengeluarkan potensi supernya yang membawa ke dunia kecerdasan yang sesungguhnya.

Salah satu inovasi itu adalah penggunaan teknik pembelajaran yang beraneka ragam berdasarkan metode atau prosedur yang berdimensi pendekatan tertentu. Teknik sate gambar dapat digunakan untuk inovasi pembelajaran dengan metode apapun. Bagaimana sebenarnya teknik sate gambar itu?

Sate adalah potongan daging yang ditusuk oleh sebatang lidi, stick, bambu potongan kecil, gagang, atau apa saja namanya. Kata "Sate" merujuk pada gagang bukan pada yang ditusuk. Dengan demikian, ada sate kerang, sate kambing, sate tahu, sate usus, dan lainnya. Nah, sate gambar adalah gambar sesuatu yang diberi gagang sehingga dapat dipegang dalam jarak dekat dan mudah digeser dan digerakkan. Masih ingat wayang? Seperti itulah kira-kira sate gambar.

Untuk pembelajaran apa saja, sate gambar dapat diterapkan. Misalnya, guru Geografi akan mengenalkan peta Indonesia tidak perlu menunjuk peta di papan secara klasikal. Guru itu dapat menggunting gambar pulau dari atlas kemudian ditempel di karton agar keras dan awet kemudian diberi gagang. Murid akan memegang sate gambar satu per satu berdasarkan pulau di Indonesia. murid tersebut lalu mengidentifikasi gambar pulau dan menyampaikan hasil identifikasinya ke kelompok atau kelas.

Begitu pulau, guru biologi saat membelajarkan organ tubuh dapat menggunakan sate gambar organ tubuh untuk memperjelas pemahaman. Murid diberikan sate organ jantung, murid lain sate organ paru-paru, yang lain sate orhan usus. Murid mengidentifikasikan isi gambar dalam sate itu kemudian menyampaikan hasilnya. Lalu, murid satu bertemu dengan murid lain dalam kelompok untuk mengurutkan gambar berdasarkan susunan organ tubuh manusia. Contohnya, pemegang sate organ jantung bertemu dengan pemegang sate parau-paru, usus, ginjal, lambung, empedu, dan seterusnya. Dalam kelompok, mereka menghubungkan antarorgan itu.

Dalam teknik sate gambar ini, guru dapat menggunakan metode apa saja asal sesuai dengan sintaksnya. Kalau guru menggunakan metode CTL, cara penggunaannya sebagai berikut. Pertama, murid mendapatkan sate gambar sebagai model yang akan dicermati. Kedua, murid membentuk kelompok untuk menyatukan susunan organ tubuh dari aneka sate organ itu. Ketiga, murid berdiskusi tentang ciri, fungsi, prinsip kerja organ sebagai aplikasi konstruktivistik. Keempat, murid bertanya jawab berkaitan dengan susunan organ tubuh. Kelima, siswa menyimpulkan hasil diskusi dan melaporkan ke dalam kelas sebagai wujud inkuiri. Keenam, guru melakukan penilaian autentik atas hasil kerja siswa. Ketujuh, murid merefleksikan pembelajaran yang telah berlangsung.
Begitu pula, metode kuantum dengan urutan TANDUR atau metode yang lain.

Murid secara induktif membangun konsep dari fakta yang ada. Guru tidak perlu ceramah tentang organ tubuh dan murid akan memahami dengan kuat. Selamat mencoba.

Guru di Mata Mbok Siti (59)

Entah maaf yang mana lagi harus aku sampaikan ke Mbok Siti setelah lama tidak bertemu dengannya. Dengan segala waktu yang kupunya, kusempatkan mampir di rumah Mbok Siti yang tentunya masih seperti yang dulu, ragam dan bentuk rumahnya. Saat aku memarkir sepeda motor dengan pelan, Mbok Siti bergegas menghampiriku sambil menjulurkan tangan dan menangkap salam dengan cepat pertanda memuncaknya kerinduan kami.

Dengan cepatnya, kami duduk bersama di teras seperti yang dulu-dulu. Dalam hati, kenyamanan langsung menyeruak tegas. Aku sangat damai. Lalu, aku lirik tumpukan karung kecil di teras.

"Ini apa Mbok?" tanyaku pelan.

"Oh, di karung itu, maksudnya. Itu benih kacang kedelai, anakku", jawabnya sambil berdiri mengambil karung kecil lainnya yang mungkin juga benih kacang.

"Pasti subur kacang di sini ya", tambahku.

"Tidak juga, anakku. Subur tidaknya kacang ditentukan oleh banyak hal", jawabnya santai. Benih yang bagus jika ditanam di tanah yang tidak bagus tentu akan tumbuh tidak bagus pula. Benih bagus, tanah bagus, dan iklim bagus tetapi jika tidak dirawat juga tidak akan pernah menjadi kacang yang bagus.

"Begitu pula, siswa yang bagus jika bersekolah di sekolah yang tidak bagus tentu dia akan menjadi tidak bagus", jawabnya panjang lebar.

Untuk itu, siswa bagus harus di dukung oleh sekolah yang bagus, guru yang bagus, buku-buku bagus, dan dirawat dengan bagus. Itulah sekolah sejati.

Kamis, 22 Oktober 2009

M. Nuh: Menteri Pendidikan Berdimensi Teknologi

Oleh Suyatno

Saat KTSP berjalan dengan segala permasalahan dan keuntungannya, menteri yang menakhodai kurikulum itu telah berganti dari Bapak Bambang Sudibyo ke tampuk Bapak Muhamad Nuh. Akankah KTSP turut direvisi atau berjalan terus, tentu bergantung pada arus utama pemikiran menteri baru yang akan memberikan warna baru. Program lain tentu juga akan dilintasi melalui mata hati pendidikan seorang mantan rektor itu.

Nah, garduguru berharap tidak ada perubahan yang revolusioner supaya tidak muncul anggapan ganti menteri ganti kurikulum. Andai ada perubahan tentunya perubahan yang masih berdimensi pendidikan karena sebenarnya M Nuh juga dedengkot perubahan.

Yang jelas, latar belakang M.Nuh akan turut memperngaruhi kebijakan pendidikan ke depan. Di antaranya, masalah teknologi informasi akan diinkubasikan dalam dunia pendidikan. Jardiknas yang masih tersendat akan digelontor dengan cepat. Sekolah-sekolah tentu akan menikmati layanan ICT secara kuat dan ampuh. Informasi tidak menjadi mahal. Kemudian, informasi sangat denkat dengan para siswa.

Lebih jauh, marilah mengenal menteri pendidikan yang baru. Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 17 Juni 1959; umur 50 tahun) adalah Menteri Pendidikan Nasional Indonesia sejak 22 Oktober 2009. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (2007–2009) dan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya periode tahun 2003–2006.
[sunting] Biografi

Mohammad Nuh adalah anak ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya H. Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya. Ia melanjutkan studi di Jurusan Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dan lulus tahun 1983.

Mohammad Nuh mengawali karirnya sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Perancis. Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Nuh menikah dengan drg. Layly Rahmawati, dan ia dikaruniai seorang puteri bernama Rachma Rizqina Mardhotillah, yang lahir di Perancis.

Pada tahun 1997, Mohammad Nuh diangkat menjadi direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS. Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan terpercaya Japan Industrial Cooperation Agency (JICA) sejak tahun 1990.

Pada tanggal 15 Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS. Pada tahun yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika. Ia adalah rektor termuda dalam sejarah ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat. Semasa menjabat sebagai rektor, ia menulis buku berjudul Startegi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (disingkat Indonesia-SAKTI).

Selain sebagai rektor, Mohammad Nuh juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur,Pengerus PCNU Surabaya, Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya. Muhammad Nuh juga dikenal sebagai seorang Kiayi, sering memberi ceramah dan khutbah jumat di berbagai masjid di Surabaya dan dikenal sebagai Ulama.

Telah Terbit Buku "Menjelajah Pembelajaran Inovatif" Karya Suyatno

Setelah menerbitkan buku Struktur Narasi Novel Karya Anak pada bulan lalu, saat ini, terbit lagi buku yang dinanti-nantikan kalangan pendidik, yakni buku Menjelajah Pembelajaran Inovatif yang diterbitkan Masmedia Sidoarjo. Buku dengan gaya bahasa ringan dan mengenakkan kalau dibaca itu, berisi aneka metode inovatif beserta alasan mengapa guru harus inovatif.

Kamis, 15 Oktober 2009

Orang Jenius Hanya 4%, Guru-Guru Termasuk?

Perlu diketahui bahwa ternyata hanya empat persen orang yang karena kejeniusannya mampu mengubah dunia. Sisanya adalah orang-orang yang pintar bersosialisasi, mempunyai karakter dan kepribadian kuat.

"Untuk itu kalau nanti memilih sekolah jangan pilih yang hanya menawarkan anak menjadi pintar, tetapi apakah sekolah itu juga memberikan kurikulum untuk mengembangkan potensi dan karakter anak-anak kita," ujar Made Arya Wardhana, Ketua Dua Forum Pengajar, Dokter dan Psikolog Bagi Ibu Pertiwi (ForADokSi-BIP), ditemui "Pesta Anak" di halaman Monas, Jakarta, Minggu (14/6).

"Untuk itu kami memberikan pendidikan secara holistik berupa body, soul, and mind," tambah Made, sebelum dimulainya acara pesta anak yang dihadiri oleh 100 anak itu.

Made mengatakan, cara yang ditempuhnya untuk mencapai tujuan pengembangan potensi anak adalah melalui tarian, nyanyian, serta yoga.

"Melalui cerita kami diam-diam memberikan pelatihan yoga, mengatur pernapasan untuk meningkatkan daya konsentrasi," ungkapnya.

Hal itu, terang Made, selain dapat meningkatkan konsentrasi, yoga juga bisa membuat anak-anak belajar tenang dan terfokus. Cara tersebut sangat berguna bagi anak yang suka mengompol dan berperilaku sangat aktif.

Menurut Made, ForADokSi-BIP, yang merupakan organisasi sayap dari Yayasan Anand Asram itu, merasa punya tanggung jawab terhadap pendidikan yang menyeluruh. Selama ini, yang terjadi di dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah sistem yang sangat menekankan prestasi. Anak-anak didik lalu dinilai dari tingkat kecerdasan dan prestasi yang diraihnya.

"Pada sistem yang menyeluruh itu guru mengurus kurikulum dan tata cara pengajaran, dokter untuk menjaga kesehatan, dan psikolog untuk perilaku anak didik," tutur Made.

"Dengan sistem ini, potensi anak akan bisa berkembang tidak melulu dari kecerdasan di otak kiri," papar Made.

Sekolah Mandiri, Siap-Siaplah Terapkan Sistem SKS

Sekolah yang sudah masuk kategori sekolah mandiri, apalagi yang bertaraf internasional, "wajib" hukumnya menerapkan sistem kredit semester (SKS) pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dimilikinya.

Demikian hal itu dikemukakan oleh Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Menengah-Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas Herry Widyastono di acara "Principal Wisdom Update 2009: Implementasi Penerapan SKS dan Moving Class dalam KTSP" di Kampus Binus University, Jakarta, Kamis (15/10).

Mulai tingkat SMP, SMA/SMK pada jalur pendidikan formal kategori standar, serta mandiri dan bertaraf internasional, beban belajar siswa dapat dinyatakan dengan SKS. Adapun, kata Herry, penerapan SKS pada KTSP tersebut akan membuat guru dan siswa menjadi lebih mandiri dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat merencanakan sendiri studi yang ditempuhnya.

"Selain itu, kehidupan persekolahan pun akan menjadi lebih dinamis dan menyenangkan, tidak lagi menjadi beban bagi siswa," ujarnya di hadapan sekitar 120 kepada sekolah negeri dan swasta dari kawasan Jabodetabek.

Siswa Malas

Menurut pengamatan Kepala Sekolah SMA 6 Tangerang J Hutabarat, siswa saat ini malas belajar. Penyebabnya, lanjut dia, siswa sudah terlalu banyak dibebani pelajaran, yaitu 16 pelajaran dalam seminggu.

"Beban itu membuat mereka malas dan banyak yang nyontek dalam membuat pekerjaan rumah," tukas Hutabarat. "Saya berharap SKS ini bisa menjadi jalan keluarnya," tambahnya.

Pendapat senada juga dilontarkan oleh Suryatna dari SMA 9 Tangerang. Suryatna mengatakan, sistem SKS ini akan sangat membantu para guru dalam mencapai 24 jam mengajar. Hanya saja, sejauh ini prioritas sekolah adalah mengejar persiapan Ujian Nasional (UN) sehingga kebijakan ini perlu disesuaikan, terutama dalam pengaturan waktu dan kurikulumnya.

Menanggapi hal itu, Herry mengatakan bahwa kebijakan menerapkan SKS tersebut sebetulnya sudah disiapkan dengan sebuah aturan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005. Meskipun masih berbentuk draft, peraturan tersebut kini sudah ada di tangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan tinggal menunggu disahkan.

"Sudah beberapa kali dilakukan pembahasan dan evaluasi dari pihak Setneg, kita berharap ini cepat selesai," ujarnya.

Sistem SKS di Sekolah dengan Metode Moving Class

Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS) pada Sistem Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah menengah adalah konsep Moving Class.

Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Menengah-Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas Herry Widyastono di acara "Principal Wisdom Update 2009: Implementasi Penerapan SKS dan Moving Class dalam KTSP" di Kampus Binus University, Jakarta, Kamis (15/10).

"Tetapi konsep Moving Class ini bukan kewajiban, tergantung kesiapan satuan pendidikannya, yang terpenting adalah penerapan SKS itu," ujarnya.

Dikatakannya, konsep tersebut dilaksanakan dengan pendekatan kelas mata pelajaran. Pendekatan tersebut, lanjut Herry, mensyaratkan sekolah memiliki banyak kelas untuk kegiatan pembelajaran mata pelajaran atau rumpun pelajaran tertentu.

"Kalau sekolah bisa memfasilitasi konsep ini, keuntungan yang diperoleh juga banyak," ujarnya.

Herry mengatakan, selain memiliki ruang kelas sendiri yang memungkinkan guru melakukan penataan kelas sesuai katakteristik mata pelajaran yang dibidanginya, konsep ini juga memberikan kesempatan besar bagi guru untuk mengoptimalkan sumber-sumber belajar dan media pembelajaran yang dimiliki. (kompas.com)

"Guru berperan secara aktif dalam mengontrol perilaku peserta didik dalam belajar," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Sahata Aritonang dari SMA 6 Jakarta mengatakan, konsep SKS dengan Moving Class sangat bagus.

"Banyak guru yang hobi memberikan tugas, tapi banyak yang tidak hobi mengoreksi, mungkin dengan sistem SKS ini bisa memberi perubahan lebih baik," ujarnya disambut tawa hadirin yang terdiri dari para kepala sekolah dan guru-guru dari kawasan Jabodetabek tersebut.

Modul bagi Siswa, Perlukah?

Oleh Suyatno

Banyak guru yang mengajar tanpa menggunakan modul yang dikemas sendiri oleh guru sesuai dengan perkembangan siswa. Ada guru yang mengajar hanya bergantung pada buku teks yang dijual di pasaran. Bertahun-tahun, mereka menggunakan buku itu meski siswanya sudah silih berganti. Parahnya, ada guru yang justru hanya mengandalkan suaranya saja tanpa modul dan tanpa buku teks.

Padahal, siswa memerlukan kemasan materi yang dirancang oleh guru sesuai dengan karakter siswa sehingga mudah dikenali dan diserap oleh siswa. Siswa itu sebenarnya sangat pandai jika guru mampu masuk ke dalam persepsi dan jiwa siswa. Salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan oleh guru adalah modul buatan sendiri.

Modul adalah kemasan materi pelajaran yang dirancang secara mudah, operasional, lugas bahasanya, dan berangkat dari kapasitas siswa. Kemasan materi tersebut ditulis secara sistematis, tahap demi tahap, dan detail. Dengan demikian, bisa jadi, modul dapat digunakan siswa untuk belajar meskipun tanpa guru. Secara mandiri, siswa dapat mengukur kemampuannya dalam menyerap materi setelah membaca dan mengerjakan tugas yang ada dalam modul.

Banyak modul yang telah dibuat oleh para guru untuk pembelajaran siswanya dengan variasi modelnya. Ada modul yang bersifat induktif, yakni modul yang diawal bagian berisi tentang pelatihan, data, contoh, ilustrasi setelah itu dipaparkan konsepnya. Ada pula modul yang bersifat deduktif, yakni modul yang berisi konsep-konsep terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pelatihan dan contoh-contoh. Sifat modul yang demikian itu bertujuan untuk memercepat pemahaman siswa.

Di samping itu, ada pula modul yang bertipe pemecahan kasus, kuantum, partisipasi, kontekstual, dan sebagainya sesuai dengan perkembangan metode pembelajaran yang ada saat ini. Modul dengan tipe yang beraneka itu bertujuan untuk memberikan kemasan materi yang terbaik bagi siswa.

Biasanya, modul berisi tentang 1. tujuan, 2. penjelasan penggunaan modul, 3. materi, 4. ringkasan, 5. kata-kata kunci, 6. uji kompetensi (soal), 7. kunci jawaban, 8. olah skor jawaban, 9. daftar pustaka. Isi modul itu tentunya dapat pula diolah dengan berbagai urutan sehingga dipandang dapat mempercepat pemahaman siswa. Ingatlah, bahwa modul adalah alat bukan tujuan. Dalam pembelajaran yang terpenting adalah ketercapaian tujuan bukan bagus dan tidaknya alat pembelajaran.

Selasa, 06 Oktober 2009

Gempa Padang: Pembelajaran di Sekolah Tidak Normal

Garduguru turut berduka atas runtuhnya pendidikan di Padang gara-gara gempar. Pasti, pembelajaran agak terhambat. Konsentrasi guru dan siswa melemah. Sarana juga melemah. Detik.com melaporkan bahwa pasca dihajar gempa 7,6 SR sepekan lalu, proses belajar mengajar (PBM) di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) masih belum pulih hingga Selasa (6/10/2009). Meski masih dirundung takut, sejumlah siswa mengaku sudah kangen untuk kembali ke bangku sekolah.

Seperti yang diungkapkan Rian, siswa SMP Angkasa Tabing Padang. Dia mengaku sudah datang ke sekolah bersama sejumlah temannya sejak dua hari terakhir.

"Sebenarnya kami tahu kalau sekolah masih tutup tapi kami tetap datang karena kangen sekolah dan kawan-kawan. Dua hari ini, selain melihat-lihat keadaan sekolah, kami juga mencari informasi keadaan kawan-kawan kami yang lain," kata Rian.

Hal senada diungkapkan Rini, siswi SMP Negeri I Padang. Meski sempat dilarang orangtuanya datang ke sekolah, Rini memohon untuk diizinkan karena kangen berkumpul dengan teman-teman dan mengetahui keadaan sekolahnya.

"Sejak gempa saya tidak tahu kondisi kawan-kawan seperti apa. Saya sudah coba telepon tapi tidak nyambung-nyambung. Mungkin baterai HP-nya habis, mungkin juga hilang atau rusak tertimpa bangunan. Saya sering nangis kalau ingat mereka. Semoga saja mereka semua selamat," ujarnya.

Dikataan Rini, sejak gempa 7,6 SR lalu dia tidak diizinkan keluar jauh dari rumah oleh orang tuanya. Ketika datang ke sekolah pagi tadi, dia sempat bertemu dengan sejumlah temannya, tapi guru yang hadir di sekolah meminta mereka untuk segera kembali ke rumah.

Pantauan detikcom di sejumlah sekolah yang berada di pinggir jalan utama kota Padang, SMA 8, SMA 7, SMA 1, SMP 15, SMP 1, SMP 13, SMP Pembangunan, SMP 1, SMP Angkasa, serta sejumlah sekolah lainnya tidak terlihat adanya proses belajar mengajar. Di beberapa sekolah, sejumlah siswa terlihat duduk bergerombol.

Berdasarkan data Satkorlak Penanggulangan Bencana Sumbar sarana pendidikan yang rusak berat di Sumbar mencapai 241, rusak sedang 175, dan rusak ringan 87. Sarana pendidikan yang rusak itu tersebar di sejumlah lokasi.
(yon/djo)