Bagaimana nasib guru di Jepang? Apakah nasib mereka sama dengan guru di Indonesia? Sama dengan di Indonesia saat ini, guru di Jepang juga lulusan
Perguruan Tinggi pendidikan. Jika mereka bertara S-1 murni, seperti sosial, bidang sains,
IT, engineering, dll mereka perlu mengambil
beberapa mata kuliah yang terkait dengan pendidikan agar mendapatkan sertifikat mengajar.
Usia termuda guru di Jepang 22-23 tahun, setamat
Universitas. Namun, rata-rata guru di Jepang berumur 42 tahun. Selama 20 tahun (kira-kira usia 42 tahun) bekerja
seorang guru sekolah publik akan memperoleh gaji sebesar 362,900 yen. Selain medapatkan gaji tiap bulan, para guru juga memperoleh tunjangan tambahan sebesar 4% gaji bulanan, dan juga akan
mendapatkan bonus 2 kali dalam setahun yaitu bulan Juni dan Desember
sebesar 4.65% gaji bulanan. Sehingga guru yang bekerja selama 20 tahun
akan menerima total penghasilan per bulan sebesar 362,900 plus
(362,900×4%) = 377,416 yen. Gaji guru di sekolah negeri dibayar oleh pemerintah provinsi sebesar 50% dan pemerintah pusat 50%.
Dengan gaji sebesar itu tidak ada guru yang melakukan kerja sambilan,
sebab penghasilan bulanannya sudah sangat mencukupi. Selain menerima
penghargaan secara ekonomi dengan sangat baik, para guru di Jepang juga
memiliki posisi terhormat di masyarakat. Di Indonesia, penghargaan guru dari masyarakat akan lewat masanya. Sekarang, masyarakat Indonesia kurang perhatian secara sosial lepada guru.
Jika di Indonesia, guru sering dituding melakukan kejahatan kelas dengan bentuk kekerasan, di Jepang juga sama. Guru di Jepang juga dituding penyebab siswa bunuh diri dan DO, kepercayaan masyarakat di Jepang kepada guru merosot tajam. Kementerian pendidikan
(MEXT) bahkan mengadakan survei dan evaluasi terhadap guru-guru yang
tidak punya kapabilitas memadai sebagai pengajar dan pendidik. Sebagian
besar guru tersebut adalah guru senior. Guru senior dan yunior sangat kental dibedakan di Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar