Rabu, 29 September 2010

Guru Dikelilingi Tembok Istana Kemalasan

Banyak guru yang tertutup oleh alasannya sendiri dalam menghadapi perubahan mengajar. Alasan itu seperti tembok istana sebuah kerajaan yang berdiri kokoh dan kuat sebagai penahan ampuh pengaruh luar yang kemungkinan masuk kapan pun. Mau tahu alasan guru tembok istana kerajaan? Berikut ini alasannya.
  1. 1.       Tidak Sempat karena Sibuk
    2.       Menyalahkan Orang Lain
    3.       Murid Tidak Pandai
    4.       Belum Ada Instruksi
    5.       Buat Apa Susah-Susah
    6.       Tidak Mungkin Dijalankan
    7.       Tidak Ada Contoh Nyata
    8.       Hanya Guru Pinggiran
    9.       Ingin Praktis Saja
    10.   Sarana Pendukung Tidak Ada
    Alasan di atas selalu berdengung keras ketika ada ajakan untuk berubah dari gaya mengajar klasik, kuno, dan tradisional ke mengajar yang mengasyikkan, menantang, dan mengarah pada potensi sejati siswa. Siapa yang salah? Janganlah kita meyalahkan dan mencari kambing hitam tetapi marilah dicari upaya mengubah alasan menjadi kekuatan untuk bergerak secara dinamis membangun citra mengajar guru.

Gerakan Pramuka Jangan Tinggal Kenangan

(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Surya, 13 Agustus 2010)
Oleh Dr. Suyatno, M.Pd. 
Dosen Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya
  
Akankah Gerakan Pramuka yang besok (14 Agustus 2010) merayakan ulang tahun ke-49 menjadi sekadar kenangan bagi bangsa ini? Tentunya, semua pihak berharap agar Gerakan Pramuka selalu menjadi kendaraan penggemblengan anak bangsa  dan menjadi pilar pendidikan karakter kebangsaan. Gerakan Pramuka, sebagai salah satu wadah pendidikan kepramukaan yang mengutamakan satya darma dan kode kehormatan merupakan benteng pencegah masuknya pelunturan nilai kehidupan seperti ketidakjujuran, korupsi, apatis, asosial, manipulatif, dan sebagainya. Hal itu diakui oleh mereka yang pernah digembleng dalam wadah Gerakan Pramuka saat itu. Bahkan, mereka merindukan hal yang pernah dialami juga dialami oleh anak-anaknya. Hanya saja, saat ini sepertinya Gerakan Pramuka hilang ditelan bunyi akibat pengaruh berbagai hal yang mampu menutupi peran strategis Gerakan Pramuka.
Pengaruh buruk bagi Gerakan Pramuka  disebabkan pertama, pengelolaan organisasi kepramukaan satu-satunya itu masih banyak berjalan seperti biasanya, mengalir statis, dan klasik. Jika dua puluh tahun yang lalu pengelolaan kepramukaan berjalan seperti itu, saat ini, kepramukaan juga dikelola seperti itu juga. Dalam kepramukaan terlihat tanpa perubahan, tanpa gairah, dan tanpa nuansa baru. Hal itu dapat dibuktikan melalui kesamaan pola pengelolaan dan kegiatan dari dahulu sampai sekarang. Ketua Gerakan Pramuka sejak dahulu selalu dijabat oleh pejabat setempat yang kesibukan di kantornya menumpuk sehingga kurang perhatian terhadap berjalannya pengelolaan organisasi. Pada ujungnya, Gerakan Pramuka dikelola dengan cara sambilan. Apalagi, pendanaan kepramukaan banyak yang hanya sebagai pelengkap semata. Masih banyak kwartir cabang yang hidupnya dari dana pelengkap dan bergantung pada jumlah bantuan yang minimal yang diberikan tanpa kepastian dan ketetapan.
Kedua, rendahnya kepedulian orang dewasa saat ini dalam membangun generasi muda dibandingkan dengan orang tua yang dahulu membesarkan orang dewasa itu. Lihat saja, dahulu ketika orang dewasa masih disebut anak-anak, para orang tua mereka memberikan fasilitas kegiatan yang lumayan bagus dan beragam, memberikan kesempatan berkemah, berkegiatan praktis. Saat ini, jarang orang dewasa yang gantian memperhatikan anak-anak sebagai tanggung jawab sebagai manusia penerus peradaban akibat kesibukan kerja. Saat ini, yang peduli pada Gerakan Pramuka hanya tinggal pembina pramuka semata, yang lainnya tidak peduli seperti waktu dulu.
Ketiga, pergeseran minat anak. Anak-anak saat ini lebih berminat dengan hal-hal yang praktis, instan, bebas, membanggakan, dan tidak terikat. Lihat saja, anak lebih senang dengan video game atau handphone game sambil menyendiri di suatu tempat dalam waktu yang lama daripada harus berkegiatan yang mengeluarkan keringat, tenaga, dan gerakan. Padahal, nilai yang diperoleh bagi dirinya lebih banyak dari kegiatan di lapangan yakni kekuatan, keberhasilan, usaha, kejujuran, sosialisasi,  daripada dari game yang hanya bernilai kecerdasan saja. Sebuah kewajaran jika anak-anak mempunyai sikap seperti itu karena pengaruh budaya yang melandanya.
Keempat, muatan kepramukaan kurang kemasan yang menarik. Banyak kegiatan kepramukaan yang hanya menarik sesaat bagi anak-anak yang mengikutinya. Setelah beberapa minggu, anak-anak menemukan kebosanan karena menu kegiatan tidak memberikan daya konstan yang menarik. Akibatnya, banyak pramuka yang keluar dari lingkaran pendidikan kepramukaan. Menu kegiatan tidak dikelola oleh pembina secara menarik dan menantang.
Kelima, pembina pramuka berkualitas sangat kurang. Saat ini, bisa dihitung dengan jari pembina pramuka yang berkualitas sesuai dengan kemampuannya. Kebanyakan pembina pramuka yang ada tidak berlatarbelakang kepramukaan melainkan latar belakang keguruan karena banyak pembina pramuka yang berasal dari guru. Padahal, kepramukaan harus dikelola oleh pembina pramuka yang kuat pengalaman kepramukaannya. Anak-anak yang dahulunya aktif di kepramukaan, setelah besar, tidak mau kembali ke pramuka untuk mengabdikan dirinya demi generasi muda. Padahal, saat ini, banyak yang dahulunya pramuka menjadi manajer, guru besar, direktur, pengusaha, pedagang, dan seterusnya. Ke mana mereka?
Itulah lima problema kepramukaan yang mendesak untuk segera dipecahkan oleh berbagai kalangan jika tidak mau Gerakan Pramuka hanya tinggal kenangan. Solusi yang diharapkan dapat mengembalikan jati diri Gerakan Pramuka sebagai berikut. Pertama, revitalisasi Gerakan Pramuka dijalankan dengan secara matang, nyata, dan kuat. Perencanaan berdasarkan fakta di lapangan yang dilakukan untuk menunjang pelaksanaan sesuai perkembangan zaman. Revitalisasi menjadi sebuah keharusan.
Kedua, kesadaran orang dewasa, baik itu orangtua, pejabat, dan masyarakat harus bersatu padu membangun wadah pendidikan yang cocok bagi anak-anaknya yang kelak meneruskan kehidupan ini. Kepedulian itu harus tulus bukan kepedulian yang seakan-akan atau seolah-olah.
Ketiga, kemasan dan penyesuaian aktivitas kepramukaan terhadap kondisi dan situasi anak-anak sangat diperlukan. Semua aktivitas dikemas dengan nuansa yang menarik, menantang, praktis, membanggakan, dan bertujuan dalam konterks kekinian. Dunia anak sekarang memang berbeda dengan dunia anak waktu dahulu. Kondisi perbedaan dunia anak-anak itulah yang harus diperhatikan.
Keempat, perbanyak pembina pramuka yang berkualitas melalui berbagai kesempatan. Kesempatan untuk menjadi pembina pramuka harus diperluas tidak hanya sebatas dari kalangan guru tetapi disebar ke semua kalangan. Misalnya, pelatihan pembina pramuka dibuka untuk karyawan telkom, PLN, manajer perusahaan, dokter, jaksa, dan sebagainya. Memang selama ini, memang pembina pramuka terbuka untuk umum. Hanya saja, kepedulian dari pimpinan perusahaan, perkantoran, atau apa saja belum muncul untuk itu.
Bagaimanapun, Gerakan Pramuka harus bertahan dengan luka yang teramat menganga demi generasi muda bangsa ini. Minimal, masih ada generasi yang dibesarkan dari wadah pendidikan nilai dan sikap yang senyatanya. Pada kondisi bangsa yang penuh penyimpangan ini, tentu, Gerakan Pramuka menjadi wadah yang strategis dalam mencegah penyimpangan itu.######

Guru Resah, Bolehkah?

Karena guru juga manusia, tentu, resah juga akan dimiliki juga olehnya. Hanya saja, jika guru resah bertubi-tubi dan berkali-kali di depan siswanya, tentu, resah juga akan turut mengganggu hasil belajar siswa. Betapa tidak. Siswa akan tertulari resah juga. Oleh karena itu, meskipun guru resah, sedapatnya, keresahan itu dapat disembunyikan dari amatan siswa.

Jangan sampai, guru inginnya mencetak generasi yang gembira, semangat, dan optimis kustru berbalik menjadi generasi resah, pesimistis, penakut, dan perundung malu. Nah, sedapatnya juga, guru dapat memanajemeni resah miliknya.

Resah atas prestasi siswa yang dicapai selama ini yang menurun tentu diharapkan untuk segera diganti dengan tindakan yang positif. Resah yang semacam itu diperbolehkan. Yang tidak boleh adalah resah berkepanjangan dan tidak berkaitan dengan pendidikan bagi siswanya.

jadi, guru tidak boleh resah sentimentil yang berkepanjangan. Resah diperbolehkan asal untuk kemajuan pendidikan siswanya.