Senin, 15 Juli 2013

Jika Guru Kehilangan Vitamin Mengajar, Prestasi Terjun Bebas

Waspadalah. Prestasi siswa menurun bisa jadi bukan karena kemampuan anak yang tidak tinggi. Bisa jadi, hal itu disebabkan guru yang kekurangan vitamin mengajar. Guru itu akan lemas dan tidak berdaya akan kemampuan dirinya dalam mendongkrak prestasi siswanya. Guru itu cenderung apatis, apa adanya, jalan di tempat, dan tidak yakin kalau dirinya mempunyai kemampuan. Dia menganggap orang lain lebih mampu mengajar daripada dirinya.

Jika ada guru seperti itu, orang tua perlu menghindari. Segera anaknya dipindahkan ke sekolah lain. Kalau diteruskan, anak akan menjadi korban kekurangan vitamin guru. Guru itu hanya mau menerima bayaran saja tetapi tidak mau mengubah cara mengajarnya. Dia menuntut tunjangan tetapi tidak mau dituntut untuk berubah. Seribu alasan akan disampaikannya untuk membela diri. 

Gejala yang perlu dikenali adalah a) jarang masuk, b) tidak disiplin mengajar (sering terlambat, tidak mempunyai buku, dan tidak ada aura mengajar), c) hanya duduk saja saat mengajar, d) sering memberi tugas tanpa guru masuk kelas, e) menyalahkan kepala sekolah atau guru lain padahal kesalahan diri sendiri, f) tidak pernah ikut rapat, diskusi, atau seminar, g) bekerja di lain tempat lebih disukainya.

Jika menjumpai guru seperti itu, disarankan orangtua a) segera pindahkan anaknya ke sekolah lain, b) usulkan dengan tegas guru tersebut dicopot jadi guru, c) segera guru tersebut ditanyai tanggung jawabnya atau disidang oleh para orangtua atas perilakunya, d) pindahkan guru itu dari sekolah tersebut, f) pantau tiap hari guru itu, dan g) suruh guru itu duduk di belakang saat guru hebat mengajar.

Zaman telah berubah. Guru harus benar-benar mengikuti zaman dengan keseriusan yang tinggi. Sudah tidak zamannya jika guru kekurangan vitamin mengajar. Namun, mengapa masih saja terjadi kondisi tersebut?

Minggu, 14 Juli 2013

Ada Enam Inti Perubahan Kurikulum Lama dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 mulai diterapkan secara bertahap mulai Senin (15/7/2013) besok. Ada 6 perbedaan Kurikulum 2013 dibanding kurikulum lama. Apa saja?

"Sedikitnya, ada enam perubahan yang dapat dilakukan bersamaan dengan penerapan Kurikulum 2013," demikian rilis Kemendikbud yang disampaikan Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemendikbud, Ibnu Hamad, Minggu (14/7/2013).

Pertama, terkait dengan penataan sistem perbukuan.

Lazim berlaku selama ini, buku ditentukan oleh penerbit, baik menyangkut isi maupun harga, sehingga beban berat dipikul peserta didik dan orang tua. Menyangkut isi, karena keterbatasan wawasan dan kepekaan para penulis, kegaduhan terhadap isi buku pun sering terjadi. Kejadian terakhir di Kabupaten Bogor pada buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk kelas 6 SD (Cerita porno, red).

Penataan sistem perbukuan dalam implementasi Kurikulum 2013 dikelola oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan dan substansinya diarahkan oleh tim pengarah dan pengembang kurikulum. Tujuannya agar isi dapat dikendalikan dan kualitas lebih baik. Selain itu, harga bisa ditekan lebih wajar (public awareness).

Kedua, penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) di dalam penyiapan dan pengadaan guru.

Ketiga, penataan terhadap pola pelatihan guru.

Pengalaman pada pelaksanaan pelatihan instruktur nasional, guru inti, dan guru sasaran untuk implementasi Kurikulum 2013, misalnya, banyak pendekatan pelatihan yang harus disesuaikan, baik menyangkut materi pelatihan maupun model dan pola pelatihan.

Momentum Kurikulum 2013 adalah hal yang tepat untuk melakukan penataan terhadap pola pelatihan guru termasuk penjenjangan terhadap karir guru dan kepangkatannya.

Ke depan, sedang disiapkan konsep yang terintegrasi antara jenjang karier dan kepangkatan dengan penilaian profesi guru. Selama ini keduanya terpisah.

Keempat, memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrakurikuler, serta penguatan peran guru bimbingan dan konseling (BK).

Kelima, terkait dengan memperkuat NKRI. Melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaanlah, peserta didik diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter, baik menyangkut nilai-nilai kebangsaan, keagamaan, toleransi dan lainnya.

Keenam, ini juga masih terkait dengan hal kelima, memperkuat integrasi pengetahuan-bahasa-budaya.

Pada Kurikulum 2013, peran bahasa Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik, sehingga bahasa berkedudukan sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.

Kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui cara ini, maka pembelajaran bahasa Indonesia termasuk kebudayaan, dapat dibuat menjadi kontekstual. Sesuatu yang hilang pada model pembelajaran bahasa Indonesia saat ini.

"Dari efek domino itulah maka Kurikulum 2013 adalah bagian tidak terpisahkan untuk menata berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara melalui sektor pendidikan. Karena itu, Kurikulum 2013 sesungguhnya bukan kurikulum program kementerian, tetapi kurikulum yang menjadi program pemerintah," demikian rilis Kemendikbud. (Sumber: detik.com/14 Juli 2013)

Rabu, 10 Juli 2013

Guru Agen Kreativitas Siswa Berprestasi

Banyak karya-karya inovatif diciptakan para pelajar dan kemudian mereka meraih penghargaan di tingkat internasional. Ada siswa yang meneliti tentang manfaat kulit kacang, membuat alat pemisah sampah yang terdapat di sungai, menciptakan bra penampung ASI, dan sebagainya. Para guru dinilai punya andil besar dalam mengembangkan daya kreativitas siswa melalui proses pembelajaran.

Praktisi pendidikan Arief Rachman menilai, kreativitas dikembangkan dari proses pembelajaran yang tepat. "Kreativitas bukan dari materi-materi kurikulum, tapi bagaimana guru menciptakan proses pembelajaran di dalam kelas agar anak senang bertanya, suka meneliti, dan senang menciptakan," kata Arief saat ditemui Tempo, Kamis, 4 Juli 2013, di ruang kerjanya di Gedung C Depdiknas, Jakarta.

Menurut Arief, kurikulum di sekolah formal hanya memenuhi empat hal. Pertama, mempersiapkan siswa masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Kedua, mempersiapkan siswa agar mempuyai gagasan-gagasan sesuai minat mereka. "Dengan kata lain, kurikulum harus relevan dengan minat mereka di masa yang akan datang," kata dia.

Ketiga, kurikulum harus menjamin tuntutan-tuntutan masa depan di masa kerja atau di kehidupan. Serta keempat, kurikulum harus mendekatkan mereka pada Tuhan. "Kalau dilihat dari empat ini, itu bisa menampung anak-anak yang kreatif," kata dia.

Namun, seumpama kurikulum formal yang dirancang sekolah tidak mendukung minat siswa, kata Arief, sekolah tentu bisa mengakomodasi melalui kegiatan ekstrakulikuler. "Tentu bukan tugas dari kurikulum formal. Kurikulum formal hanya membantu siswa berpikir kreatif, inovatif, imajinatif, analitik, dan sintetis."

Siswa-siswa kreatif yang meraih penghargaan di ajang-ajang internasional, memang umumnya berasal dari sekolah-sekolah yang menekankan pentingnya kegiatan penelitian. Contohnya adalah SMA Kharisma Bangsa, Tangerang Selatan. Tak heran jika Nisrina Nuramalia Fathina, siswi kelas XII sekolah itu, memenangi medali perak untuk penelitiannya tentang kulit kacang di ajang olimpiade internasional di New York, Amerika. "Sekolah ini memang sangat mendorong siswanya untuk melakukan science project," kata Nisrina pada Tempo, Jumat, 5 Juli 2013, di sekolahnya.

Demikian juga yang terjadi pada SMAN 6 Kota Yogyakarta. Dua karya para pelajar sekolah itu meraih penghargaan di Internasional Exhibition for Youth Inventor (IEYI) 2013 di Malaysia. Kedua karya itu adalah bra penampung ASI, dan Turbin Undershoot Penyaring Sampah.

Siswa Sering Meneliti Cenderung Sukses saat Dewasa

Di tengah padatnya pelajaran sekolah yang kadang membosankan, pelajar-pelajar Indonesia tetap menunjukan daya kreativitasnya yang tinggi. Saat melihat ada persoalan di sekeliling, mereka menciptakan karya yang bermanfaat dan bahkan meraih penghargaan di ajang-ajang internasional. Kebiasaan melatih kreativitas ini dinilai akan membantu siswa ketika mereka dewasa kelak.

"Kami apresiasi kreativitas anak-anak itu. Dan itu penting, karena sistem pendidikan kita tidak mengajarkan hal-hal seperti ini. Sistem pendidikan kita membosankan," kata Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI Bogie Soedjatmiko Eko Tjahjono saat ditemui Tempo, Jumat, 24 Mei 2013, di ruang kerjanya.

Pada pertengahan Mei lalu, LIPI mengirim sejumlah siswa ke ajang International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Malaysia. Di ajang itu, sejumlah siswa Indonesia berhasil memboyong tiga medali emas dan dua perak. Karya-karya cemerlang itu, diantaranya bra penampung ASI, mesin pemisah sampah, sepatu antikekerasan, dan detektor telur besuk. Di tahun sebelumnya, para siswa Indonesia juga menunjukan prestasi yang membanggakan dengan merebut sejumlah medali.

Bukan cuma di ajang IEYI, pelajar Indonesia juga berprestasi di ajang-ajang internasional lainnya, seperti International Environment Project Olympiade (INEPO) pada 17-20 Mei 2013, di Istanbul, Turki; dan International High School Environment Project Olympiad di Oswego, New York, Amerika Serikat, pada 16-20 Juni 2013.

Menurut Bogie, kreativitas para siswa itu mencerminkan orisinalitas dan cara mereka memecahkan masalah di lingkungan mereka. "Mereka mengatasi permasalahan yang ada dengan sumber daya yang ada dalam jangkauan mereka. Jadi, mereka melakukannya bukan karena disuruh. Beda dengan PR sekolah. Orisinalitas inilah yang kita hargai dan kita terus harapkan berkembang di anak-anak sekolah," kata Bogie.

Mengolah dan memupuk daya kreativitas sejak dini dinilai penting oleh Bogie. Sebab, sejarah menunjukan, kunci utama orang-orang yang berhasil adalah jam terbang alias pengalaman. Mereka yang punya jam terbang lebih banyak cenderung punya peluang berhasil yang lebih tinggi. "Nah, kalau siswa dari SD, SMP, jam terbangnya sebagai inovator sudah terbangun, mungkin ketika lulus SMA atau kuliah bisa langsung jadi entrepreneur. Beda dengan orang yang ketika lulus SMA baru mikir," 'Saya mau ngapain ya?' It's too late," kata Bogie.

Bogie mengatakan, bisa jadi para siswa belum terlalu merasakan hasil kreativitas mereka saat ini. "Tapi pada saatnya nanti mereka harus menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya, apa yang sudah mereka lakukan sekarang akan sangat bermanfaat," ujar dia. (Sumber: Tempo.co/10 Juli 2013)

Siswa SMAN 10 Malang Sabet Special Award dan Medali Perunggu dalam International High School Environment Project Olympiad di Oswego, New York

Dua siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Malang berhasil menyabet special award dan medali perunggu dalam International High School Environment Project Olympiad di Oswego, New York, Amerika Serikat. Penghargaan ini diberikan kepada Edwin Luthfi Saputra dan Steavanny atas penemuan reaktor multifungsi bernama B Interconnected Reactor.

"Hanya kita dan Hongkong yang meraih special award," kata Edwin pada Tempo, Senin, 8 Juli 2013. Mereka bersaing dengan 325 peserta dari 58 negara. Baterai bekas diubah menjadi kristal mineral yang berguna untuk pupuk, suplemen makanan ternak, dan penjernih air. Peralatan yang dirancang selama lima bulan ini menarik perhatian dewan juri, karena seluruh proses tanpa menggunakan bahan bakar fosil.

Mereka menciptakan sebuah reaktor kedap udara yang terbuat dari tabung plastik berdiameter sekitar 20 sentimeter, pompa, manometer, empat tabung kaca, dan gelas plastik. Peralatan ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 200 ribu. "Alat ada di sekitar kita, mudah, dan murah," kata Edwin.

Proses kerja alat itu adalah komponen baterai zink sulfat yang dimasukkan di dalam tabung bereaksi dengan asam hingga menghasilkan kristal mineral dan hidrogen. Setiap 120 mililiter asam menghasilkan hidrogen yang cukup untuk proses selama 10 menit. Hidrogen yang dihasilkan digunakan untuk proses lanjutan berupa pemanasan yang menghasilkan kristal dari tabung gelas.

"Sehingga bahan bakar diproduksi oleh sistem reaktor ini," kata Steavanny. Kristal mineral yang dihasilkan telah diuji coba untuk pupuk tanaman. Hasilnya, pertumbuhan tanaman lebih cepat. Alat ini juga dikembangkan untuk penjernih air. Kotoran terikat dan mengendap di bawah permukaan air. Selain itu, fungsi sebagai suplemen makanan ternak juga menunjukkan hasil, kotoran ternak memiliki kandungan gas metana yang rendah, sehingga tak merusak lapisan ozon.

Keikutsertaan kedua siswa ini diawali dari Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2012. Dengan temuan peralatan ini, mereka meraih juara dua dan berhak mengikuti lomba internasional High School Environment Project Olympiad. Steavanny berharap, peralatan ini dikembangkan menjadi produk skala besar. "Demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat," katanya. (Sumber: Tempo.co/Juli 2013)