Rabu, 31 Desember 2008

Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Oleh Suyatno

Setelah Metode Kolaboratif dimunculkan garduguru di beberapa hari yang lalu, berikut ini dipaparkan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning dengan harapan dapat memperkaya guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Seperti halnya CL, metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.

Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa PBM adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

PBM adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.

Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBM berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

Dengan menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri (Hamizer, dkk, 2003).
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1.Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2.Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3.Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
4.Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5.Siswa aktif dengan proses bersama.
6.Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7.Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8.Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9.Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Berikut langkah-langkah PBM. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

PBM berbeda dengan metode konvensional. Metode konvensional berupa ceramah yang memusatkan perhatian siswa sepenuhnya kepada guru sehingga yang aktif di sini hanya guru, sedangkan siswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang dipaparkan. Partisipasi siswa rendah karena hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran siswa. Sedangkan, metode PBM adalah metode pembelajaran yang berbasis kepada partisipasi para siswa. Pada jam pertama pembelajaran, metode yang diterapkan adalah diskusi. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan mengembangkan kemampuan analisis siswa. Kemudian, pada satu jam terakhir, guru memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai dengan inti dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.

Perlu diingat, PBM bukanlah satu-satunya metode yang baik. Masih banyak metode pembelajaran yang baik pula. Untuk itu, guru perlu berpikir divergen dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga tidak selalu mengagungkan sebuah metode pembelajaran karena metode pembelajaran adakalanya buruk jika tidak dapat mencapai tujuan.

Guru di Mata Mbok Siti (35)

Ada empat burung kecil bergelantung di ranting kecil bambu pojok kanan depan rumah Mbok Siti dengan santainya. Paruhnya menelisik buluh bawah sayap untuk mencari biang kotoran pada kulitnya. Aku terpesona tanpa terpejam dalam waktu lama. Tiba-tiba, sorot mata terhenti saat Mbok Siti menyapaku. "Lihat apa, anakku?", katanya pelan.
"Eh, Eh, aku lihat burung yang sedang asyik bergelantungan di ranting itu, Mbok", jawabku cepat sambil langsung melirik kopi yang dibawanya.

"Burung itu tampak asyik karena sangat cocok dengan tempatnya", ujarnya. Di ranting itu terjadi keseimbangan antara besar ranting, suasana, cuaca, dan besar burung sehingga burung-burung itu nyaman. Kenyamanan yang diperoleh burung itu dapat memberikan keberlangsungan hidup burung secara damai sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak mewarnai alam ini.

Begitu pula, andai siswa berada dalam keseimbangan di kelas, yakni suasana pembelajaran, materi, media, perlakuan, dan layanan guru sangat cocok dengan perkembangan diri siswa, tentu pembelajaran akan menemukan keberhasilan. "Siswa akan asyik dengan tanggungjawabnya dalam belajar", jelas Mbok Siti yang pagi ini tampak segar. Siswa menjadi bagian dari kelas bukan tamu yang berada di kelas.

Selasa, 30 Desember 2008

Wahai Kawan Guru, Yuk Membuat Resolusi 2009

Oleh Suyatno

Pergantian tahun menganut prinsip kepastian. Tanpa dipikir, tahun pasti berganti meskipun kita tidak berbuat apa-apa. Sebaliknya, tahun juga berganti meskipun kita telah berbuat apa-apa. Nah, mumpung saat ini di penghujung tahun dan sebentar lagi, kita ditandai dengan tahun yang baru, yakni 2009, tidak ada salahnya kita membuat resolusi.

Resolusi sangat penting sebagai acuan untuk berbuat di tahun 2009. Tentunya, bagi guru, resolusi itu berisi tentang rancangan yang akan dilakukan secara konkret demi tugas mulia sebagai guru. Resolusi itu pada akhirnya akan membimbing pikiran bawah sadar kita untuk mencapainya.

Pasanglah target nyata di tahun 2009 dengan merenung, menuliskan, dan merealisasikan proses aktivitas diri. Caranya, refleksikan tindakan yang telah kita lakukan di tahun 2008. Tindakan yang berdampak positif bagi kinerja guru dicatat secara khusus untuk kemudian dikembangkan lebih jauh agar lebih berdampak. Tindakan yang berdampak negatif dievaluasi untuk diperbaiki di tahun 2009.

Buatlah daftar keinginan atau sesuatu yang ingin diraih di tahun mendatang dan jangan lupa daftar itu senantiasa menjadi pedoman. Niatkan dalam hati bahwa resolusi yang dibuat perlu dijalankan meskipun pahit. Ingatlah pengalaman adalah guru terbaik.

Lalu, bagaimana agar kita sukses mencapai resolusi yang diinginkan? Anda bisa mencoba menjalankan metode SMART yang direkomendasikan oleh ahli manajemen Peter Drucker (dalam kompasonline).

S, berarti spesifik. Buatlah resolusi Anda secara detail agar lebih fokus.

M, untuk measurable (terukur). Setelah Anda membuat tujuan yang spesifik, pastikan Anda bisa mengukurnya. Misalnya, berapa kali Anda menghubungi keluarga atau teman lama, dalam rangka mendekatkan diri dengan mereka.

A, untuk achievable (bisa dicapai).

R, untuk realistik. Sebelum membuat tujuan, lihat juga kemampuan diri.

T, time atau waktu. Buatlah deadline dalam jangka pendek. Jangan biarkan tujuan Anda tidak memiliki tengat atau Anda hanya akan mengulangi resolusi tahun lalu yang belum juga tercapai.

Metode Kolaboratif untuk Pembelajaran di Kelas

Oleh Suyatno

Metode kolaboratif dalam pembelajaran lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar. Metode kolaboratif ini lebih jauh dan mendalam dibandingkan hanya sekadar kooperatif. Dasar dari metode kolaboratif adalah teori interaksional yang memandang belajar sebagai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial.

Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran(technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: (1) realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; (2) menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.

Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep
belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education”. Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah: (1) siswa
hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.

Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992):
a. Belajar itu aktif dan konstruktif:
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
b. Belajar itu bergantung konteks:
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
c. Siswa itu beraneka latar belakang:
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
d. Belajar itu bersifat sosial:
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.

Menurut teori interaksional dari Vygotsky, proses interaksi itu berlangsung dalam dua tahap, yaitu interaksi sosial dan internalisasi (Voigt, 1996). Kemudian, teori interaksional dengan pendekatan interaksionisme simbolik menjelaskan proses membangun makna dengan menekankan proses pemaknaan dalam diri pelaku. Masing-masing pelaku interaksi sosial mengalami proses pemaknaan pribadi, dan dalam interaksi sosial terjadi saling-pengaruh di antara proses-proses pribadi itu, sehingga terbentuk makna yang diterima bersama. Yackel & Cobb (1996) menyebut proses ini sebagai pembentukan makna secara interaktif (interactive constitution of meaning).

Proses pembentukan makna yang diterima bersama melibatkan negosiasi. Negosiasi adalah proses saling penyesuaian diri di antara individu-individu yang berinteraksi sosial. Negosiasi diperlukan karena setiap objek atau kejadian dalam interaksi antar manusia bersifat jamak-makna (plurisemantic). Agar dapat memahami objek atau kejadian, tiap-tiap orang menggunakan pengetahuan latar-belakang masing-masing dan membentuk konteks makna guna menafsirkan objek atau kejadian itu (Voigt, 1996).

Dalam lingkungan pembelajaran, proses pembentukan makna dalam diri siswa membutuhkan dukungan guru berupa topangan (scaffolding). Topangan adalah bantuan yang diberikan dalam wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development) siswa (Wood et al., dalam Confrey, 1995). Topangan diberikan berdasarkan apa yang sudah bermakna bagi siswa, sehingga apa yang sebelumnya belum dapat dimaknai sendiri oleh siswa sekarang dapat bermakna berkat topangan itu. Dengan demikian, topangan diberikan kepada siswa dalam situasi yang interaktif, dalam arti guru memberikan topangan berdasarkan interpretasi akan apa yang sudah bermakna bagi siswa, dan siswa mengalami perkembangan dalam proses pembentukan makna berkat topangan itu.

Proses negosiasi antar siswa dan pemberian topangan jauh lebih banyak terwujud dalam pembelajaran kolaboratif daripada dalam pembelajaran yang berpusat pada penyajian dan penjelasan bahan pelajaran oleh guru. Lingkungan pembelajaran kolaboratif berintikan usaha bersama, baik antar siswa maupun antara siswa dan guru, dalam membangun pemahaman, pemecahan masalah, atau makna, atau dalam menciptakan suatu produk.

Nelson (1999) merinci nilai-nilai pendidikan (pedagogical values) yang menjadi panekanan dalam pembelajaran kolaboratif. Nilai-nilai meliputi:
a. Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
b. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
c. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
d. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
e. Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
f. Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
g. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
h. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan di antara siswa dan guru.
i. Membangun semangat belajar sepanjang hayat.

Lebih jauh, Nelson (1999) mengusulkan lingkungan pembelajaran kolaboratif dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Melibatkan siswa dalam ajang pertukaran gagasan dan informasi.
b. Memungkinkan siswa mengeksplorasi gagasan dan mencobakan berbagai pendekatan dalam pengerjaan tugas.
c. Menata-ulang kurikulum serta menyesuaikan keadaan sekitar dan suasana kelas untuk mendukung kerja kelompok.
d. Menyediakan cukup waktu, ruang, dan sumber untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar bersama.
e. Menyediakan sebanyak mungkin proses belajar yang bertolak dari kegiatan pemecahan masalah atau penyelesaian proyek

Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
(1) Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri
(2) Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
(3) Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
(4) Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masingmasing
siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
(5) Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar
semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi
kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegitan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
(6) Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
(7) Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.
(8) Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.

Guru Lain Saja Tidak Melakukan, Mengapa Saya Harus?

Oleh Suyatno

"Guru lain saja tidak melakukan pembaharuan mengajar, mengapa saya diharuskan melakukan pembaharuan?", begitulah kata banyak guru yang saya jumpai di sela-sela pelatihan pembelajaran inovatif. Menurutnya, pembelajaran inovatif harus dijalankan oleh semua guru, tidak terkecuali. "Jangan hanya kita yang disuruh-suruh berubah tetapi guru lain tidak", bantahnya kemudian.

Menjadi yang terbaik tentunya tidak harus menunggu orang lain berbuat terlebih dahulu menjadi yang terbaik. Seorang pemimpin biasanya ditandai oleh kebaruan yang dijalankan baik dari sisi pemikiran, perilaku, dan keterampilan tertentu. Untuk itu, kalau menunggu orang lain berbuat terlebih dahulu, berarti nilai kepemimpinan orang tersebut tidak ada nilai inovasinya.

Janganlah menunggu orang lain berbuat, karena dalam pembelajaran juga bukan orang lain yang mendapatkan kenikmatan mengajar. Ketika guru melakukan pembeharuan di kelas, yang merasakan hasilnya adalah guru itu sendiri bukan guru lain. Jadi, berbuatlah terlebih dahulu kalau menginginkan orang lain juga berbuat.

Mulailah dari sekarang perubahan pembelajaran dilakukan sebelum kita didahului oleh ajal yang menjemput. Kalau dapat sekarang berubah mengapa harus menunggu nanti. Itulah kiasan yang harus senantiasa digunakan sebagai motivasi guru.

Pembaharuan mengajar tidak sesulit yang dibayangkan banyak orang. Ketika guru melakukan refleksi tentang kegagalan siswa dalam menyerap sebuah mata pelajaran kemudian di hari berikutnya guru melakukan perubahan langkah mengajar yang memberikan dampak, kegiatan guru tersebut sudah dapat dikatakan inovasi. Yang paling penting, guru harus senantiasa mengubah gaya mengajar agar siswa selalu berada dalam kondisi menyenagkan terus. Jagalah irama kekuatan kelas dalam menyerap materi. Gunakan mimik, kinestetis, suara, dan posisi berdiri guru secara terpadu dalam setiap pembelajaran. Berilah ucapan guru sebuah kekuatan yang mampu masuk dengan cepat ke memori siswa.

Jangan menunggu guru lain melakukan perubahan. Lakukan saja meski guru lain tidak melakukan perubahan. Yang terpenting siswa dalam keadaan maju berkelanjutan.

Guru Tersenyum, Siswa pun Kagum

Oleh Suyatno

Jika Anda seorang guru, cobalah diingat-ingat, seberapa sering Anda muram dan marah? Jawabannya pasti, lebih banyak muram dan marah dibandingkan gembira dan tersenyum. Padahal, mengajar dengan senyum akan lebih meningkatkan daya serap siswa, yang pada akhirnya, siswa akan kagum pada guru yang tersenyum.

“Padahal belajar bisa menjadi sangat menyenangkan, lho,” kata DR. Frieda Mangunsong, MEd, (dalam www.gayahidupsehatonline, 31 Juli 2007). Hal ini dibuktikan Frieda saat mengisi sesi Belajar Itu Menyenangkan dalam acara Forum Anak Nasional di Depok, pekan lalu. Ia mengawali paparannya dengan mengajak 106 anak-anak bermain. Staf pengajar di Fakultas Psikologi UI ini meminta anak-anak yang berasal dari 31 daerah di sejumlah provinsi di Indonesia itu membuat lingkaran. Lalu, mereka diminta berhitung dan meneriakkan “Boom” di setiap angka tujuh beserta kelipatannya dan angka yang mengandung unsur tujuh.

Sepintas, hal ini seperti main-main saja. Namun, di balik itu, tanpa disadari anak-anak diajak menghitung dan berkonsentrasi. Saat melakukan permainan itu, anak-anak terlihat gembira. Mereka tertawa-tawa kala ada salah seorang yang lupa mengucapkan “Boom”. “Tertawa sebelum pelajaran dimulai bukanlah sesuatu yang buruk,” ujar psikolog pendidikan ini. Suasana gembira sebelum belajar justru dapat membangkitkan semangat anak.

Adanya interaksi antara guru dan siswa, akan membuat belajar menyenangkan. “Siswa yang aktif akan membuat guru senang,” tuturnya lagi. Seperti yang terjadi saat itu, anak-anak turut mengungkapkan pendapatnya saat Frieda melontarkan berbagai pertanyaan.

Dalam kesempatan itu misalnya, Frieda meminta pendapat anak-anak yang berasal dari 31 daerah layanan World Vision Indonesia yang berada di Aceh, Kalimantan Barat, Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, NTT, dan Papua tentang belajar dan sekolah. Salah seorang anak dari Sumba Barat mengatakan belajar menjadi tidak menyenangkan bila guru marah. Selain enggan belajar, anak juga enggan sekolah.

Belajar dalam suasana menyenangkan merupakan proses belajar mengajar yang melibatkan siswa secara aktif dan dilakukan dalam situasi menyenangkan, sehingga siswa merasa aman dan nyaman, bebas dari tekanan. Situasi ini akan membuat anak lebih aktif belajar.

Belajar aktif akan mengintegrasi fisik, akal, dan emosi. Yang pada akhirnya, akan menambah keterampilan fisik dan akademis, sejalan dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Setiap pelajaran yang makin sulit akan membuat kita makin terampil.

Contohnya, saat TK-SD, anak lebih banyak melakukan permainan saat sekolah maupun belajar. Ketika menginjak bangku SMP-SMA, mereka lebih banyak duduk di dalam kelas. Di masa ini belajar lebih banyak melibatkan tangan dan pikiran seperti percobaan laboratorium.

Metode belajar yang memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk mempelajari sesuatu secara konkret atau nyata akan memperbesar persentase penyerapan. Dan juga memicu mereka untuk berubah secara positif.

Sebaliknya, cobalah guru marah dalam kelas. Hasilnya, tentu, siswa akan tegang, bingung, dan tidak dapat menyerap inti pembelajaran. Namun, mengapa marah masih menjadi idola para guru saat di kelas?

Sabtu, 27 Desember 2008

Guru di Mata Mbok Siti (34)

Siang itu menjadi waktu yang paling lama karena di waktu siang yang lain tidak ada jumpa seperti sekarang ini dengan MBok Siti. Kami saling menumpahkan obrolan yang sempat tersekat dengan kesibukan luar biasa sehingga tidak dapat tertumpah di teras rumah Mbok.

"Saya juga heran Mbok, mengapa waktu terus mengikat diriku untuk sibuk dengan diri sendiri", ujarku sambil tanganku memegangi kepala. Mbok Siti tersenyum tenang seolah tidak percaya kalau aku sangat sibuk. Senyumnya terus mengembang dengan lembut tanpa menjawab sedikit kata pun. "Aku sangat sulit membagi waktu, meskipun hati ini ingin berkunjung ke rumah Mbok ini", sambungku. Dia masih saja tersenyum tanpa jawab sepatah kata pun.

"Semua waktu ada dalam dirimu. Kaulah yang berhak membaginya sesuai dengan peruntukkannya" jawab Mbok Siti dengan santainya. "Lihatlah burung merpati itu, ia terbang ke sarangnya karena ada waktu untuk ke sarang itu", kata Mbok yang selalu tersenyum itu. Ketika merpati ke sarang berarti merpati itu tidak ke dahan itu meskipun dalam hatinya ada keinginan ke dahan. Merpati itu ke sarang karena merasa lebih perlu ke sarang daripada ke dahan terlebih dahulu. "Itulah namanya silih-berganti". Nah, guru yang baik perlu memainkan silih-berganti dalam dirinya sehingga dapat membagi waktu untuk setiap siswanya. Waktu guru adalah waktu siswa. Siswa berhak atas waktu dari gurunya.

Siswa Ditampar Guru, Tampar juga Guru Itu

Oleh Suyatno

Guru matematika sebuah SMA di Gorontalo membariskan siswanya untuk ditampar satu per satu. Guru laki-laki itu berdiri di teras lalu satu per satu siswa yang berbaris membujur sampai di rumput depan kelas ditampar sekali kemudian disuruh masuk kelas. Kemudian, di Mojoagung, Jombang, guru kesenian SMP menampar siswa ddi depan siswa lain di kelas hanya karena siswa itu tidak mengerjakan PR. Itu tamparan guru yang sempat terekam kamera. Mungkin banyak tamparan lain di sekolah lain dalam bentuk lain di Indonesia ini yang tidak terekspos atau terekam media massa.

Perbuatan itu seolah-olah telah menyelesaikan permasalahan bagi guru tersebut. Padahal, justru memberikan tumpukan dendam bagi siswa kelak. Tamparan itu pasti tersimpan dalam memori siswa yang suatu saat memori itu akan dikeluarkan kembali ke pikiran sadar. Bagaimanapun, perbuatan guru seperti itu sangat tidak sesuai dengan nilai edukasi. Namun, mengapa pola tampar dan menyakiti siswa dengan cara lain masih diberikan oleh guru?

Tamparan guru seperti itu menunjukkan bahwa kewibawaan guru dibangun dari kekuasaan. Siswa hanya objek yang harus menuruti subjeknya. Metode tampar merupakan metode satu-satunya bagi guru tersebut yang dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami siswa dengan guru. Cara lain terasakan tidak ada lagi, menurut guru itu. Padahal, tidak ada kampus satu pun yang memberikan perkuliahan tentang metode tampar. Lalu, guru tampar memperoleh metode dari mana?

Guru tampar adalah guru yang tidak mengenal metode mengajar secara variasi. Guru tersebut lupa bahwa metode pembelajaran juga telah mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat. Guru tampar itu berarti termasuk guru yang perlu dipisahkan dari label guru, alias dikeluarkan jadi guru. Guru tampar merupakan gambaran guru yang tidak dapat menerima siswa sebagai manusia.

Untuk itu, perlu seleksi ulang setiap guru dengan pendekatan psikologis. Guru yang secara psikologis tidak berterima tutup saja pintu keguruannya agar tidak ada lagi siswa yang ditampar. Kepala sekolah perlu merangking guru dari sisi emosionalnya. Guru yang emosional tinggi, sok jago, dan galak terhadap siswa jadikan Pak Kebun saja biar emosinya tertumpah pada rumput liar dan ranting pohon.

Guru di Mata Mbok Siti (33)

Hujan tidak mau mengenal lelah, guyurannya, membasah di setiap ceruk tanah. Itulah tanda kesetiaan sejati antara hujan dengan tanah yang selalu merindukannya. Begitu pula, aku sangat rindu pada Mbok Siti di setiap ceruk napasku. Baru kali ini, aku dapat berjumpa dengan Mbok Siti. Perjumpaan itu pun hanya dapat sekejap mata memandang karena kesibukan menggelayuti terus di pundakku.
"Waduh, anakku, kok lama tidak bertemu", ujar Mbok Siti sambil menyilakan duduk di kursi yang dulu pernah aku duduki. "Maaf Mbok, aku sangat tidak ada waktu untuk kemari", jawabku membela diri. "Kalau seseorang tidak ada waktu berarti dia juga mempunyai waktu", jawab Mbok yang masih juga berpakaian hitam. Waktu itu selalu ada bagi siapapun. Di satu sisi tidak ada waktu berarti di sisi lain ada waktu. Tinggallah, bagaimana waktu itu diberikan secara seimbang kepada sisi mana pun yang memerlukan waktu.
Begitu pula, setiap guru pasti mempunyai waktu untuk murid-muridnya. "Hanya saja, waktu itu diberikan pada sisi apa?", kata Mbok Siti. Jika waktu diberikan dengan seimbang antara murid satu dengan yang lainnya, murid itu juga akan memberikan perhatian yang seimbang. Waktu selalu ada karena bersifat tetap. Yang diperlukan dalam waktu adalah cara pengelolaannya. Guru yang mampu mengelola waktu akan diberikan manfaat oleh waktu itu sendiri. "Bergaul dengan waktu memberikan kedamaian dalam mengisinya", kata Mbok sambil mengacungkan segelas kopi kesukaanku. Problemnya, banyak waktu guru yang tidak berada dalam waktu siswa sepenuh hati.

Senin, 22 Desember 2008

Pergeseran Pendidikan Masa Kini

Oleh Suyatno
Perubahan yang terjadi di dunia ini juga merebak dalam dunia pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sangat menuntut hadirnya perubahan paradigma pendidikan yang berorientasi pada pasar dan kebutuhan hidup masyarakat.Pergeseran paradigma atau cara pandang terhadap pendidikan juga harus mengalami perubahan. Dalam kindisi tersebut, guru mau tidak mau juga memaksakan diri untuk bergeser dari cara pandang lama ke cara pandang baru.
Sayling Wen dalam bukunya future of education menyebutkan beberapa pergeseran paradigma pendidikan, antara lain:

1. Pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan bergeser menjadi pengembangan ke segala potensi yang seimbang.
Pada pendidikan orientasi pendidikan lebih menekankan pada pemindahan informasi yang dimiliki kepada peserta didik (bersifat kognitif). Proses pembelajaran yang berkembang di negara kita dapat deskripsikan sebagai berikut: peran guru sangat dominan dalam proses pembelajaran, kesan yang muncul adalah guru mengajar peserta didik diajar, guru aktif peserta didik pasif, guru pinter peserta didik minder, guru berkuasa, peserta didik dikuasai. Dalam kegiatannya pendidik berusaha memola anak didik sesuai dengan kehendaknya. Program pembelajaran, materi, media, metode dan evaluasi yang diterapkan sepenuhnya disiapkan oleh pendidik. Mulai tahun pelajaran 2004/2005 Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mulai diterapkan, implementasi KBK diharapkan dapat mengembangkan seluruh potensi yang menjadi sasaran pendidikan secara optimal. Mengingat KBK mengandung prinsip pembelajaran yang menerapkan pendekatan, antara lain: 1) student centered, 2) Integrated learning, 3) individual learning, 4) mastery learning, 5) problem solving, 6) Experince based learning, dan 7) peran guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan dan sekaligus mitra belajar. Meskipun dalam pelaksanaannya, KBK masih ditemukan banyak kelemahan-kelemahan.

2. Dari keseragaman pembelajaran bersama yang sentralistik menjadi keberagaman yang terdesentralisasi dan terindividulisasikan. Hal ini seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dimana informasi dapat diakses secara mudah melalui brbagai macam media pembelajaran secara mandiri, misalnya; internet, multimedia pembelajaran, dsb.

3. Pembelajaran dengan model penjenjangan yang terbatas menjadi pembelajaran seumur hidup. Belajar tidak hanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, namun belajar dapat dilakukan sepanjang hayat, yang tidak terbatas pada tempat, usia, waktu, dan fasilitas.

4. Dari pengakuan gelar kearah pengakuan kekuatan-kekuatan nyata (profesionalisme)
Dilihat dari kualitas pendidik, secara kuantitatif jenjang pendidikan yang dimiliki guru-guru SD, SLTP, SMU/SMK cukup menjanjikan, Sebagian besar sarjana atau D2. Hal ini ditunjukkan dengan gelar yang dimiliki pada pendidik, namun secara kualitas, sungguh memprihatinkan. Secara kualitatif bisa dilihat, motivasi belajar dan motivasi berprestasi dalam meningkatkan profesionalisme di kalangan pendidik sangat rendah. Sebagian besar guru malas belajar, malas mencari pengetahuan baru, dan berkarya (baca: tekun membaca, mengikuti pelatihan, menulis karya ilmiah). Pola pikir yang berkembang pada pendidik saat ini lebih loyal pada integrasi gaji dari pada loyalitas profesional, dengan nafsu mengejar pangkat, golongan, posisi dan tunjangan. Di antara pendidik ada yang melanjutkan kuliahnya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (S1, S2 dan S3), bukan untuk meningkatkan kualitas diri dan profesi, namun demi “gengsi, posisi dan gaji”, kesempatan kuliah yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas diri dan profesi secara mandiri mulai menghilang. Kondisi demikian sungguh memprihatinkan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan persaingan global, kompetensi dan profesionalisme akan menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang dalam memenang persaingan hidup. Prestasi kerja menempatkan seseorang pada posisi kerja yang sesungguhnya (“saat ini muncul image posisi kerja adalah uang”)

5. Pembelajaran yang berbasis pada pencapaian target kurikulum bergeser menjadi pembelajaran yang berbasis pada kompetensi dan produksi. Pencapaian target kurikulum bukan satu-satunya indikator keberhasilan proses pendidikan, keberhasil pendidikan hendaknya di lihat dari konteks, input, proses, output dan outcomes, sehingga keberhasilan pendidikan dapat dimaknai secara komprehensif. Masih banyak lembaga pendidikan kita yang masih menekankan pada pencapaian target kurikulum, contoh dilapangan: kita lihat kurikulum pendidikan dasar, pada jenjang pendidikan dasar (masa kanak-kanak dan SD) merupakan jenjang pendidikan yang menyenangkan (masa bermain), coba kita lihat setelah anak mulai masuk di TK atau di SD kesempatan bermain bagi anak sangat dibatasi. Sistem pembelajaran yang diterapkan membatasi gerak anak dengan dinding dan keangkuhan guru yang sangat kokoh di depan kelas. Anak-anak mulai dipola sekehendak gurunya yang dengan dalih agar sesuai dengan kurikulum yang telah dirumuskan oleh pejabat pendidikan, meskipun dengan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). peserta didik SD yang seharusnya masih menggunakan konsep pendidikan bermain sambil belajar. Dengan, namun mulai menghilang, yang muncul belajar sambil bermain. Sehingga anak-anak SD kurang mengenal nama-nama benda, tumbuhan, binatang yang ada disekitarnya.

Kondisi ini wajar, karena beban pelajaran yang dipersyaratkan dalam kurikulum yang harus ditanggung peserta didik di SD begitu berat (9 mata pelajaran), belum lagi masih banyaknya pekerjaan rumah (PR) yang sebagian besar bersifat menghafal (mengkhayal) hal-hal yang terpisah dari kemampuan dan tuntutan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sejak masa kanak-kanak para peserta didik telah dikondisikan dengan pencapaian target kuantitif yang sangat berat. Untuk mengurangi jumlah pengkhayal dalam pendidikan, sebaiknya pada jenjang pendidikan dasar mulai dipikirkan menerapkan kurikulum dasar yang berbasis pada mata pelajaran Matematika, bahasa, sains, jasmani dengan memperhatikan pemberdayaan sistem nilai yang berkembang di daerahnya. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan kontektual.

6. Pendidikan sebagai investasi manusia dengan hight cost, yang dapat dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah ke atas, khususnya pendidikan tinggi.

Rabu, 17 Desember 2008

Anggaplah Semua Siswa Calon Presiden

Oleh Suyatno

Andai saja, semua siswa di kelas Anda calon presiden lalu apa yang harus dilakukan guru? Pastilah, guru akan sangat hati-hati dalam mengajar. Gaya mengajarnya harus lebih mengesankan dengan skenario pembelajaran yang terhebat. Jangan sampai, siswa sekelas yang calon presiden itu terluka, teraniaya, dan tertutup pintu kecerdasannya. Tiap guru mengajar selalu diawasi oleh tim penjaga calon prsiden. Guru yang dipilih pasti yang pandai dari segala sisi. Siapkah Anda mengajar di kelas itu?

Tentunya, calon presiden yang diajar itu kelak ketika menjadi presiden harus pandai berbicara, ahli strategi, manusiawi, cerdas, lincah, tidak cacat, tegar, wibawa, dan visioner. Untuk itu, menu sajian guru, apapun pelajarannya, haruslah menyentuh wilayah itu. Semua materi dikemas dengan baik sehingga di samping memberikan makna keilmuan juga memberikan sekaligus makna kepresidenan.

Guru yang disiapkan tentu juga penuh disiplin, tanggung jawab, profesional, dan memahami sosok presiden yang teramat bagus. Tentunya, guru yang asal-asalan, tidak punya roh, dan hidup enggan mati tak mau, tidak diperlukan.

Andai semua sekolah menganggap tiap kelasnya adalah siswa yang calon presiden, tentu, sekolah itu juga dikelola dengan mantap. Bisakah?

Alasan Siswa Berontak kepada Guru

Oleh Suyatno

Ketika guru mengajar, kadangkala ada siswa yang berontak, menolak, dan lari dari kelas. Bakhan, siswa di luar sekolah, mencegat gurunya untuk berbuat kejahatan. Bahkan, guru dipermalukan di segala tempat. Umumnya, siswa berontak bukan karena sekadar iseng. Ada beberapa alasan yang membuat siswa memutuskan untuk melakukan hal itu. Berikut alasannya.

1. Balas dendam
Kalau Anda mengkhianati perhatian siswa, siswa juga bisa melakukannya, bahkan lebih hebat dari guru. Kalaupun sampai ketahuan oleh guru, mungkin memang siswa sengaja. Masing-masing siswa memang mempunyai cara balas dendam sendiri dalam menghadapi. Siswa dapat melakukan balas dendam dengan sembunyi-sembunyi di belakang guru, dapat juga siswa sengaja “memamerkannya” dengan cara mengobrol terus tanpa henti, cuek, cemberut, dan melakukan perbuatan melawan guru.

2. Urutan kesekian
Setiap siswa ingin selalu menjadi nomor satu dalam hidup diri guru. Bukan nomor dua, apalagi nomor-nomor berikutnya. Jika siswa merasakan bahwa dirinya menjadi nomor dua dibandingkan siswa lain, siswa itu akan berontak dengan caranya sendiri. Jadikanlah semua siswa nomor satu dalam diri guru.

3. Kekerasan
Kini, banyak siswa yang semakin sadar tentang pentingnya penghargaan atas dirinya sendiri, salah satunya dengan bersikap tegas ketika guru melakukan tindak kekerasan (umumnya secara fisik) kepadanya. Mungkin awalnya siswa akan mencoba bertahan, tapi bila guru kembali mengulangi tindakan itu, siswa akan meninggalkan guru. Mereka yakin, masih banyak guru lain yang bisa menghargainya jauh lebih baik daripada guru yang penuh kekerasan.

4. Hambar
Siswa menyukai hal-hal detail, misal dipuji karena rambutnya, bajunya, senyumnya, hari ulang tahunnya, atau hal-hal istimewa lainnya. Hati-hati bila guru menganggap semua ini sebagai hal remeh, apalagi bila selama ini siswa selalu perhatian terhadap guru. Bila guru tidak pernah menghargai apa yang sudah dilakukan siswa untuk guru dan mengabaikan hal-hal yang dianggapnya penting, bersiaplah menghadapi pemberontakan hebat dari siswa.

5. Tidak Sesuai Kenyataan
Siswa akan berontak ketika nilai pelajaran yang diperolehnya tidak sesuai antara yang tertulis diraport dan kenyataan sehari-hari di kelas. Apalagi, siswa mengetahui bahwa temannya yang dianggap lebih kurang pintar di kelas malah mendapatkan nilai baik di raport.

6. Berawal dari Julukan
Siswa akan berontak jika terus-menerus dijuluki sesuatu yang tidak cocok dengan hatinya, misal, guru memanggil siswa dengan "Si Kribo, Si Hitam, Si Gendut". Siswa lebih senang dipanggil dengan namanya dan panggilan yang bersifat positif.

7. Digunjingkan dengan Orang Lain
Pemberontakan siswa akan terjadi jika guru menggunjingkan siswa kepada siswa lain atau guru lain tentang sesuatu yang buruk. Siswa akan marah saat mendengar bahwa guru berbicara atas namanya berkaitan dengan ketidakmampuan, keboborokkan, dan kejelekkan dirinya.

8. Dipermalukan di Depan Kelas
Maksud guru agar siswa lain juga tidak berbuat negatif seperti yang sedang disetrap atau dimarahi, namun bagi siswa, perbuatan guru itu terasa menyayat hati. Suatu saat siswa akan menarik diri dari ikatan wibawa guru dan dapat berubah menjadi pemberontakan.

Wibawa Guru Bukan dari Guru Jahat

Oleh Suyatno

Suatu saat, ada guru yang mengatakan bahwa wibawa guru akan turun jika guru akrab dengan siswa. Menurutnya, guru harus jaga jarak untuk membangun citra kewibawaan. Sesekali, guru menghardik, menjewer, atau menghukum agar siswa memberikan perhatian tinggi pada guru yang bersangkutan. Itulah resep guru berwibawa, menurutnya.

Fakta itu tampaknya menyeruak di segala sekolah sehingga memberikan kesan bahwa guru adalah sosok yang harus dihormati penuh oleh siswa, guru segalanya, dan gurulah orang yang harus disegani siswanya. Fakta itu memberikan kesan bahwa siswa sebagai objek dan guru sebagai subjek ditambah lagi guru mempunyai otoritas penuh terhadap skor perolehan siswa.

Dari sisi siswa, guru yang demikian itu biasanya disebut sebagai guru jahat, menakutkan, dan membuat merinding bulu roma saat bertemu dengannya. Tiap guru jahat muncul, semua mulut siswa terkunci dan terdiam bukian karena menunggu informasi menyenangkan tetapi menunggu agar guru tersebut cepat pergi.

Padahal, wibawa guru bukan bersumber dari guru jahat melainkan dari guru yang dekat dan setara dengan kejiwaan siswa. Rasa hormat siswa dibangun dari ketulusan hati siswa karena sesuatu yang diperlukan siswa dapat tersedia dari guru tersebut. Guru wibawa dapat dipastikan murah senyum, ramah, dan paham akan kejiwaan siswanya. Guru tersebut tahu dan mengerti kapan saat berkelakar dengan siswa, bergaul, dan berproses belajar dengan siswa.

Berikut ini tips menjadi guru berwibawa. Pertama, saat menyampaikan pelajaran, guru tersebut dapat memodifikasi materi pembelajaran sesuai dengan kerangka berpikir siswa sehingga mudah diserap. Kedua, bahasa yang digunakan guru sesuai dengan bahasa yang dimiliki siswa sehingga sangat komunikatif. Ketiga, perkembangan psikologis siswa sangat diketahui oleh guru sehingga segala layanan guru sesuai dengan kondisi siswa. Keempat, senyum selalu diberikan kepada siswanya. Kelima, hardikan, ancaman, dan hukuman tidak diberikan dengan cara kasar tetapi dengan bahasa yang dapat menyentuh siswa untuk berubah. Keenam, segala perlakuan guru saat di kelas selalu berdasarkan perencanaan yang matang.

Guru wibawa bukan berasal dari tipikal guru jahat tetapi berasal dari guru yang berhati mulia karena tugasnya semata untuk membangun siswa sesuai dengan jatidirinya. Kewibawaan akan datang dengan sendirinya dari perbuatan guru yang memang benar-benar seorang guru. Ingatlah, siswa itu manusia yang juga mempunyai hati dan perasaan yang kelak akan menggantikan kita. Bagaimana jadinya, jika sejak kecil sudah diajari dengan kejahatan yang dicontohkan guru secara langsung kepada siswanya.

Jumat, 12 Desember 2008

Tariklah Perhatian Siswa ke Inti Pembelajaran dengan Maksimal

Oleh Suyatno

Karena siswa itu beragam asal, latar belakang, kekuatan potensi, minat, dan lainnya, pembelajaran di kelas kadang tidak berjalan dengan mulusnya. Bahkan, ada kelas yang berubah menjadi kacau-balau dan guru tidak dapat mengatasinya. Guru yang tidak dapat mengatasi itu kadang melaporkan ke guru BP atau kepala sekolah, yang hasilnya, kelas itu dimarahi oleh BP atau kepala sekolah. Kasihan siswa yang demikian itu. Gara-gara guru tidak dapat mengatasi kelas karena mempunyai bekal yang tipis dan dangkal, siswa menjadi korban.

Itulah sebabnya, guru saat berkuliah dibekali ilmu psikologi perkembangan, manajemen kelas, strategi pembelajaran, dan ilmu kependidikan yang lainnya. Namun, karena ilmu itu hanya sekadar lewat tanpa berhenti di memori calon guru, ketika menjadi guru, mereka sama dengan orang biasa yang tidak punya bekal apa-apa dalam mengajar. Jadinya, mengajar hanya sekadar memindahkan ilmu pengetahuan dengan syarat siswa harus diam, patuh, dan tidak berulah.

Padahal, siswa itu sosok yang tumbuh dan berkembang dengan alat indra yang berkembang pula. Oleh karena itu, siswa dapat dipastikan akan berkembang dengan banyak tingkah, bersuara riuh, dan eksplorasi diri lainnya. Bukanlah sosok siswa jika dia tidak bertanya ini-itu, bergerak ke sana-ke mari, dan berusaha keras untuk ingin tahu. Untuk itu, cara mengajarnya juga harus mendukung perkembangan fisik, mental, dan kognisi siswa.

Lalu, bagaimanakah cara menarik perhatian siswa agar konsentrasinya terpusat pada inti pembelajaran? Mudah saja caranya. Pertama, gunakan suara. Suara guru harus menjangkau ke seluruh pelosok tembok, lebih keras dari riuh siswa, dan diolah dengan intonasi yang menarik. Biasanya, siswa akan riuh jika suara guru amat pelan, intonasi datar tidak bergairah, dan lembek. Kedua, gunakan mata. Mata guru harus menyorot ke semua siswa baik yang depan maupun belakang. Lirikan guru sangat ampuh untuk menghentikan keriuhan siswa. Ketiga, gunakan gerakan. Gerakan tertentu, seperti bertepuk, lambaian tangan, goyangan kepala, dan goyangan badan akan dapat menghilangkan keriuhan siswa. Siswa akan lebih merasa diperhatikan hanya dengan kinestetis guru yang bertujuan. Keempat, gunakan posisi. Posisi berdiri guru sangat menentukan bagi penguatan daya tarik siswa. Guru berposisi berdiri lebih tinggi, di tengah, di belakang, dan di depan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi perhatian siswa.

Pada akhirnya, pengalaman mencoba beberapa re4sep di atas akan memberikan keampuhan sendiri. Untuk calon guru, cobalah bersabar untuk terus berlatih dengan segala model. Ingatlah, pengalaman adalah guru yang terbaik.

Jumat, 28 November 2008

Cara Menghadapi Siswa Celometan atau overspeech

Oleh Suyatno

Di kelas, kadang banyak siswa yang celometan dengan suara keras, menyela tanpa makna, dan melawak saat guru berada di tengah-tengah mereka. Guru yang baik tentunya dapat mengatasi hal itu dengan cara cantik. Namun, guru yang tidak baik, dia akan marah atau terbawa arus sehingga pembelajaran menjadi rusak dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.

Siswa celometan atau overspeech merupakan perwujudan dari rasa ingin diperhatikan, dianggap paling jago, dan disegani. Itu merupakan hal yang wajar bagi eksistensi siswa. Hanya saja, kalau berlebihan, pembelajaran akan terganggu. Berikut ini cara untuk menghadapi siswa celometan itu.

1. Abaikan
Saat mengajar, tiba-tiba ada seorang siswa yang celometan mencari perhatian. Kalau yang celometan itu sendirian, guru perlu mengabaikan, jangan dilihat, dan pandangan arahkan ke teman lain yang diam. Biarkan saja. Siswa itu akan menghentikan sendiri celometannya.

2. Tegurlah
Jika celometan terus menerus dan mengganggu konsentrasi kelas, guru perlu menegur siswa tersebut. Teguran itu upayakan didengar oleh teman lainnya sehingga siswa celometan itu merasa malu dengan isi celometannya.

3. Ingatkan
Jika celometan berlangsung agak lama dan dilakukan banyak siswa, guru perlu memberikan peringatan dengan suara lebih keras, tepuk, atau ketuk sambil ucapkan kata "coba perhatikan", dengan agak lantang.

4. Hukumlah
Siswa yang berkali-kali celometan tanpa memperhatikan peringatan atau teguruan perlu diberikan hukuman yang tentunya bersifat mendidik. Umpamanya, siswa itu ditunjuk untuk mengerjakan soal dengan jumlah lebih atau hukuman nonfisik lainnya.

Celometan terjadi di setiap situasi. Apalagi, saat guru tidak siap, tanpa media, dan tanpa perencanaan, celometan akan terjadi lebih serius. Kunci agar siswa tidak celometan adalah (1) kuasailah kelas dengan tampilan dan suara yang baik dan mudah diterima siswa; (2) jangan cepat tertawa dengan lelucon dangkal dari siswa yang hanya bersifat menggoda; (3) aturlah pandangan ke semua siswa tanpa pandang buluh; (4) berjalanlah dengan penyesuain tinggi terhadap perencanaan; dan (5) jangan salah ucap, salah berdiri, dan jangan menggunakan pakaian yang membuat siswa tertawa.

Kondisi di atas sering terjadi pada guru baru yang belum mempunyai aura mengajar dengan baik. Kalau guru lama, dia sudah mempunyai kiat khusus untuk itu. Namun, guru baru hanya menguasai materi tetapi belum kaya dengan cara menampilkan di situasi siswa yang berbeda-beda. Hanya pengalaman mengajarlah yang akan membuat siswa tidak celometan tak terkendali. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Hadapilah siswa celometan dengan tegar dan hati yang sabar.

Senin, 10 November 2008

Guru di Mata Mbok Siti (32)

Tiba-tiba, Mbok Siti mengajakku sejenak ke belakang rumah. Aku turut saja ajakannya. Kami duduk di bawah pohon sawo belakang rumah. Pohon buah berwarna coklat tua dengan rasa manis itu teramat rindang bagi siang yang menyengat itu. Lalu, diambilnya sawo jatuh karena dimakan codot (kelelawar besar). "Buah ini berarti sudah tua dan matang sebab codot itu telah memakannya", ujarnya. Rasanya, kita tiap hari berlomba dengan codot itu untuk menentukan cepat mana antara kita yang memetik atau codot yang merusak itu. Andai saja, kita tidak tahu kalau buah itu layak petik, tentu buah itu pada gilirannya akan dimakan codot.

Tingkat kematangan buah sawo harus dapat kita ketahui dengan cermat. "Dengan begitu, kita dapat dengan tepat memetiknya dan tidak salah dengan buah yang masih muda serta mentah", ujar Mbok Siti. Guru yang paham akan tingkat kematangan siswa, dia akan dengan cepat menakar kekuatan siswa tersebut. Jika guru tidak punya bekal melihat kematangan siswa, dia tidak akan pernah mampu memberikan kemanfaatan bagi siswanya.

Kesan Pertama Menentukan Prestasi Mengajar

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda berkesan di mata siswa sendiri? Apakah kesan itu seterusnya melekat? Apakah Anda ingin memperbaiki kesan pertama yang Anda berikan kepada siswa di kelas? Apakah Anda ingin kemampuan Anda disamakan dengan guru lain? Kesan pertama guru di mata siswanya sangat menentukan. Seringkali, orang menilai kemampuan guru dari kesan pertama yang mereka tangkap. Itu sebabnya, memberikan kesan pertama yang berkesan sangatlah penting dalam pembelajaran.

Banyak siswa yang merasakan tidak ada kesan kepada seorang guru karena guru itu tiap hari selalu sama baik dalam berpakaian, ucapan, maupun kinestetisnya. Parahnya, guru demikian malah beralasan kalau perbuatan statis itu memang karakternya. Sebaiknya, tiap bertemu dengan siswa, guru mengubah intonasi berbicara, gaya berpakaian, dan gaya menyapanya. Dengan begitu, siswa akan merasakan dinamika kesan dalam dirinya.

Bukan rahasia umum lagi, sebagai guru, Anda harus lebih memperhatikan kesan yang Anda berikan kepada siswa karena Anda harus mengubah kesan dengan komentar yang sering kita dengar, "Oh pantesan, guru hebat sih". Bila Anda ingin dipandang orang sebagai seorang guru yang mempunyai rasa percaya diri, mampu, dan tulus, simaklah tips-tips berikut ini.

Memasuki Kelas
Bila Anda berjalan dengan beberapa siswa, cobalah untuk berjalan di depan. Hal ini memperlihatkan kesan yang kuat. Bila Anda sendirian dan masuk ke kelas yang sudah dipenuhi oleh siswa, masuklan melalui pintu depan, berdiri beberapa saat di bagian pinggir dan dengan cepat meneliti ruangan untuk menentukan bagaimana Anda akan duduk atau berdiri.

Mungkin Anda akan melewati sekelompok siswa yang telah Anda kenal, ambil kesempatan ini untuk membicarakan mengenai topik yang sesuai dengan acara pelajaran hari itu. Bila Anda merasa canggung, dekati siswa dan berdiri agak sedikit di luar zona mereka dan tersenyum; tunggu sampai ada jeda pada pembicaraan tersebut lalu ambil kesempatan untuk menguatkan gaya mengajar Anda.

Kekuatan Berbicara
Jadilah guru yang memulai pembicaraan dengan bicara menarik dari isi dan suara agar siswa tertarik dan memberikan kesan pertamanya. Pada saat Anda berbicara, sekali-sekali coba berikan jeda karena memberi kesan Anda menguasai pembicaraan. Tetapi bila Anda berhadapan dengan siswa yang senang menginterupsi, lupakan jeda dan gunakan tangan Anda untuk memintanya menunggu sebentar.

Anggukan dan Kedipan
Kedua gerakan di atas memperlihatkan lemahnya kekuatan. Coba untuk tidak mengerdip terlalu sering karena akan memberikan kesan gelisah. Coba untuk tidak mengangguk terlalu sering karena akan membuat siswa menganggap Anda setuju dengan apa yang diucapkannya atau menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan.

Tersenyum
Siswa selalu mengharap guru lebih banyak tersenyum. Bila Anda kurang banyak tersenyum, Anda akan dianggap tidak ramah. Tentu Anda dapat memberikan senyuman, tapi ingat, jangan memberikan senyuman pada topik pembicaraan yang tidak Anda setujui, atau bila Anda diserang secara lisan. Banyak, lho, guru yang mempunyai kebiasaan tersenyum bila merasa tidak nyaman dan bila pendapat guru diserang.

Sabtu, 08 November 2008

Guru di Mata Mbok Siti (31)

Tangan tua Mbok Siti masih lincah ketika mengupas kentang untuk acara selamatan malam itu. Aku juga menirukan memegang pisau dapur untuk turut mengupas kentang yang diletakkan di baskom terendam air. "Aduh, sulitnya setengah mati", gumamku lirih. Semakin aku lincah seperti Mbok Siti, semakin kentang berloncatan seperti katak kedatangan hujan.

"Mengapa berkeringat begitu?", tanya Mbok saat melihat aku menyeka dengan lengan yang terbebani tangan memegang pisau dapur. "Ternyata sulit ya...Mbok, mengupas kentang itu", jelasku memberikan alasan. Mbok hanya tersenyum. "Kita merasa sulit mengupas karena melihat kentang yang banyak, belum pernah, dan berpikiran sulit", jawabnya. Cobalah menganggap bahwa yang dikupas satu lalu satu lalu satu, pasti kita tidak merasa sulit. Apalagi, kalau kita pernah mengupas, untuk mengupas berikutnya, tentu rasanya akan semakin mudah. Yang paling penting, dalam menghadapi kentang yang banyak ini, kita perlu berpikiran positif saja, yakni berpikir bahwa pastilah kentang ini terkupas.

Begitulah seorang guru, dia harus melihat pembelajaran dari hal yang kecil agar tidak merasakan kejenuhan. Guru perlu pengalaman yang memberikan kekuatan bagi pembelajaran berikutnya. "Kemudian, guru harus senantiasa berpikiran positif", katanya dengan lembut.

Jumat, 07 November 2008

Kiat Sukses Ikuti Diklat PLPG Sertifikasi Guru

Oleh Suyatno

Minggu ini merupakan masa penantian panjang seorang guru dalam kepastian lolos sertifikasi melalui portofolio atau mengikuti diklat PLPG untuk angkatan 2008. Yang lolos, sudah pasti, dia akan mengembangkan senyum dan seraya bersyukur sedangkan yang tidak lolos, pastilah sedikit bersedih dan bersusah. Sedih dan susah merupakan sesuatu yang sangat wajar. Hadapilah dengan biasa dan mengalir saja.

Untuk yang tidak lolos melalui dokumen portofolio, tentunya, garduguru mengucapkan selamat karena akan mengikuti diklat. Kok ucapan selamat? Ya. Dalam diklat yang sembilan hari itu, tentu, banyak yang didapat oleh seorang guru sehingga sedikit banyak memberikan perubahan gaya mengajar kelak. Kedua, selamat karena peserta tidak ditarik biaya untuk diklat sembilan hari dengan makan dan jajanan gratis. Ketiga, peserta akan menemui kawan yang senasib dan tentu akan menjadi relasi baru dalam pembelajaran ke depan. Keempat, peserta dapat istirahat sejenak dalam mengajar untuk sekadar refreshing dalam diklat.

Lalu, bagaimana agar lancar dalam diklat dan tentunya sekaligus lolos? Gampang dan mudah. Peserta pasti lolos asal mengikuti diklat dengan serius, disiplin, dan memahami materinya. He.he. (ya..pasti begitu).

Diklat PLPG sertifikasi guru dirancang dengan model pelatihan partisipatif. Peserta lebih banyak praktik untuk melaksanakan pembelajaran inovatif termasuk sistem evaluasi dan cara meneliti tindakan kelasnya. Penilaian untuk peserta diambil dari hasil tes tulis di akhir diklat, partisipatipasi peserta saat diklat di tiap topik sajian, hasil tugas, penilaian teman sebaya, dan kehadiran.

Berikut kiatnya. Pertama, buang jauh kekesalan, kesedihan, dan rasa malas kemudian ganti dengan percaya diri, optimistis, dan berniat. Ketiga, bawalah kurikulum, buku pelajaran, dan buku lainnya dalam diklat sebagai acuan meskipun nanti peserta akan mendapatkan modul pelatihannya. Keempat, masuklah tepat waktu dan jangan sekali-kali izin karena hal itu termasuk dalam penilaian. Kelima, bacalah modul dengan seksama meskipun penatar tidak menyuruh membaca karena soal tes diambil dari modul itu. Keenam, aktiflah di kelompok dengan kesetiakawanan tinggi, empati, dan toleransi karena hal itu juga menjadi bagian penilaian teman sejawat. Ketujuh, buatlah RPP yang inovatif dan praktikkan saat peer teaching dengan baik. Peer teaching maksudnya praktik mengajar di depan teman-teman diklat sendiri. Dalam peer teaching, penatar akan menunggui dan memberikan penilaian tentang sikap, gaya mengajar, membuka, menerangkan, menutup, bertanya, menegelola kelas, dan menggunakan media inovatif. Untuk itu, jangan sampai dalam peer teaching, grogi, tidak keluar suara, gemetar, dan sebagainya. Anggap saja seperti mengajar ke siswa di sekolah.

Saat diklat berlangsung, cobalah menikmati dengan membuang segala prasangka buruk tetapi justru membangun suasana diklat dengan kegembiraan dan kehendak untuk maju yang tinggi. Dengan begitu, diklat akan terasa berjalan dengan nyaman dan serasa cepat. Percayalah.

Masih Perlukah Guru Killer?

Oleh Esti Nugraheni
Guru SMPN 39 Surabaya

Indonesia sudah selangkah demi selangkah berupaya mengentaskan keterpurukan pendidikan. Upaya itu ditandai dengan perbaikan kurikulum yang sudah mengalami perubahan sebanyak empat kali sejak tahun 1975. Selain itu upaya pemerintah yang lain yaitu mengentas pendidikan guru dengan cara mewajibkan pendidikan penyetaraan S1 bagi guru SD, SMP, maupun SMA, bahkan memberi peluang bagi guru yang ingin melanjutkan pendidikan S2. Belum lagi kegiatan-kegiatan penataran yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru.
Upaya pemerintah Indonesia untuk mengentas pendidikan ini mendapat banyak sambutan dari masyarakat, namun tidak kalah banyak juga yang menyambutnya dengan dingin dan apatis. Masyarakat yang menyambut dengan antusias dan gembira adalah masyarakat yang menginginkan perubahan menuju kepada perbaikan. Mereka bersikap demikian karena mereka melihat laju pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun tidak ada perkembangan baik dalam proses pembelajaran maupun hasil outputnya. Sedangkan masyarakat yang menyambut dengan dingin dan apatis adalah masyarakat yang melihat bahwa upaya tersebut hanyalah sia-sia bahkan merepotkan, dalam arti merepotkan guru untuk selalu belajar dan merepotkan guru untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan kurikulum yang diberlakukan.
Dalam masa sekarang ini, kebutuhan anak didik untuk lebih mendapatkan "kebebasan" dalam belajar hendaknya guru menyambutnya dengan antusias karena anak didik berhak mendapatkan itu.
Mengapa demikian? Setiap peserta didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih berkembang. Anak didik bukanlah objek pendidikan, sehingga guru seyogyanya memusatkan belajar pada siswa, artinya dalam pembelajaran, segalanya berpusat dari siswa mulai penentuan pokok bahasan yang akan dipelajari sampai kepada kegiatan pembelajaran. Guru tinggal memotivasi dan memediatori siswa dalam pembelajaran.
Memang, kegiatan pembelajaran yang demikian itu sangatlah sulit untuk dilaksanakan apalagi budaya kolonialisme sudah berurat berakar di Indonesia termasuk dalam lingkup pendidikan. Ditambah lagi dengan pemikiran guru yang seperti ini: "Ah, selamaini saya mengajar dengan cara lama ya baik-baik saja, tidak ada masalah". Ada pula guru yang bangga dijuluki guru killer karena kegalakannya. Guru tersebut menggunakan sistem seperti itu karena mungkin guru tidak ingin direpotkan dengan siswa yang ramai, yang malas, atau yang kurang pandai. Guru tersebut merasa nyaman mengajar dengan siswa yang duduk rapi dalam keadaan sunyi sepi dan dalam suasana tegang karena takut. Guru yang demikian itu melihat pembelajaran berfokus pada guru(pribadi) tetapi tidak melihat dari sisi siswa (peserta didik). Hal yang demikian hendaklah dipikirkan kembali.
Menurut Freire, pendidikan dengan paradigma kritis menempatkan peserta didik sebagai subjek. Bagi Freire, fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subjek bukan penderita atau objek. Menurut Freire pula, jika seseorang pasrah, tetap pada sistem dan struktur yang sebenarnya usang dan menyerah pada sistem tersebut sesungguhnya ia sedang tidak manusiawi. Lalu bagaimanakah sikap guru menghadapi tantangan ini?
Guru adalah sosok yang dibutuhkan dalam pembelajaran, khususnya di kelas. Seperti yang sudah ditulis di atas, guru adalah sebagai mediator dan memfasilitasi peserta didik untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya meskipun masih dalam koridor kurikulum yang diberlakukan. Guru harus termasuk golongan yang menyikapi perubahan paradigma pembelajaran dengan antusias dan gembira. Karena diharapkan guru dapat mencetak peserta didik yang kreatif dan inovatif, sehingga dapat dipastikan Indonesia nantinya tidak akan kekurangan SDM berkualitas.
Guru harus senang menerima pengetahuan-pengetahuan baru tentang pendidikan dan berupaya untuk mengaplikasikannya di kelas. Bukankah anak didik adalah tanggungjawab guru? Baik tidaknya hasil yang diperoleh anak didik juga tergantung seberapa besar upaya guru dan kemampuan guru untuk memotifasi, memfasilitasi, dan menjembatani antara anak didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari. Maka membuka lebar-lebar hati untuk menerima perubahan dan mau mengubah cara pembelajaran yang selama ini bersifat konservatif bukanlah hal yang tabu.
Sebagai orang yang menangani pendidikan, guru harus berani dan mempunyai komitmen untuk mengubah paradigma yang dipegang selama ini ke paradigma baru yang justru dibutuhkan oleh masyarakat. Freire membagi kesadaran manusia dalam belajar ke dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah kesadaran magis, yaitu kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara faktor satu dengan faktor lainnya. Proses pendidikan metode tersebut tidak memberikan kemampuan analisis tentang kaitan antara sistem yang diciptakan dalam proses pelatihan dalam pendidikan dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Peserta didik secara dogmatis menerima kebenaran dari pendidik tanpa ada mekanisme pemahaman makna setiap konsepsi kehidupan masyarakat.
Kelompok kedua adalah kesadaran naïf, yakni melihat aspek manusia menjadi penyebab masalah yang berkembang di masyarakat. Pendidikan dalam konteks naïf tersebut tidak mempertanyakan sistem dan struktur pelatihan. Bahkan, sistem dan stuktur yang ada dianggap sudah baik dan benar. Sistem tersebut dianggap given oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan. Tugas pelatihan atau proses pendidikan adalah mengarahkan agar peserta didik dapat masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.
Kelompok ketiga disebut dengan kesadaran kritis. Kesadaran tersebut lebih melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Paradigma kritis dalam pendidikan melatih peserta didik mampu mengidentifikasikan ketimpangan struktur dan sistem yang ada kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem bekerja serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pendidik dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan keselamatan agar peserta didik terlibat suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan sesuai dengan diri peserta didik.
Dari kesadaran tersebut dan kaitannya dengan sistem pendidikan maka apabila guru mengajar dengan melihat dari sisi anak didik maka tentunya guru tersebut termasuk orang yang mendukung kelompok ketiga. Alangkah bahagianya bila semua guru bersatu padu meneriakkan "Selamat datang pendidikan kritis, Selamat datang KBK!" maka pendidikan Indonesia akan mampu menyamai pendidikan modern di negara-negara lain. Pendidikan di Indonesia akan mengantarkan bangsa Indonesia siap menerima era globalisasi tanpa ragu. Dalam kualitas pendidikan, bangsa Indonesia tidak akan berada di peringkat 109 dari seluruh jumlah negara-negara di dunia. Bangsa Indonesia tidak akan lagi menjadi bangsa konsumen tetapi akan siap menjadi bangsa produsen. Itulah setidaknya yang harus dicita-citakan guru. Betapa mulianya. Tidak salah bila selama ini bangsa kita menyebut guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Nah, kalau sudah demikian apakah guru akan tetap bangga dengan predikat guru killer?


Daftar Pustaka

Fakih, Mansour dkk. 2001. Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Suyatno, 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa Dan Sastra. Surabaya. SIC.

Rabu, 05 November 2008

Obama is The Best Teacher

Oleh Suyatno

Obama is The Best Teacher. Ia telah memberikan inspirasi bagi jutaan manusia dari segala penjuru untuk melakukan perubahan paradigma berpikir, paradigma bertindak, dan paradigma kepastian. Selama ini, tidak ada yang memastikan bahwa Benua Amerika, yang asal mulanya dikuasai kulit putih dan kulit hitam sebagai budaknya, akan dipimpin oleh keturunan kulit hitam, Barack Obama. Barack Obama membius alam sadar dan alam bawah sadar warga Amerika untuk secara serta merta mendukungnya.

Guru biasa menjelaskan, guru baik mendemonstrasikan, dan guru hebat menginspirasikan. Itulah kategori guru yang menandakan masih ada peringkat guru berdasarkan gaya mengajarnya. Nah, Barack Obama masuk dalam kategori guru hebat karena mampu memberikan inspirasi bagi warga Amerika untuk memilihnya, mengangkatnya, dan mendudukkan di singgahsana Gedung Putih. Inspirasi itu bersumber dari gaya berbicara, berjalan, senyuman, daya tanggap kepada lawan bicara, dan daya pikir Obama.

Lihat saja, saat menaiki tangga panggung atau podium, Obama selalu bergaya cepat menaiki tangga seperti berlari. Saat berjalan, Obama menunjukkan gaya cepat melintasi altar yang dilewati. Saat orang lainnya menyapa baik lisan maupun gerak, Obama langsung menoleh dan tersenyum. Gaya tersebut sebenarnya adalah gaya guru hebat. Citra diri guru memberikan inspirasi untuk berpikir positif bagi orang lain.

Andai saja, banyak guru yang menangkap gaya Obama ini, tentu, akan banyak guru yang berubah gaya, dari gaya guru baik ke gaya guru hebat. Perubahan paradigma murid terhadap guru memberikan keberhasilan tersendiri bagi perkembangan siswa. Tentunya, perubahan itu ditandai oleh perubahan positif, optimis, dan bertujuan. Guru gaya Obama, siapa yang terinspirasi?

Jumat, 31 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (30)

Baru kali ini, aku melihat Mbok Siti tertawa terkekeh-kekeh setelah melihatku basah kuyup berdiri di teras rumahnya. "Kok mau berbasah-basah?" tanya Mbok sambil melihat sekujur tubuh ini yang habis dimakan air hujan. Hujan memang sangat deras sedangkan aku tidak membawa jas hujan dan tidak ada sedaun pun untuk berteduh.

"Hujan itu alam yang mempunyai keharusan mengguyur bumi", katanya sambil memberikan haduk kering padaku. Manusia diberi kekuatan dan kreativitas untuk menyiasatinya agar membahagiakan hidupnya. Ketika kita membiarkan hujan menyentuh tubuh, jadinya, badan akan basah. Sebaliknya, ketika kita berusaha menangkis hujan dengan berteduh, menunda keberangkatan, menggunakan jas hujan, dan cara lainnya, tentu, badan tidak akan basah meski hujan tetap membasuh bumi. "Itulah hukum sebab dan akibat, anakku", ujarnya sambil menyodorkan kopi hangat padaku. Aku masih saja menggigil di pori-pori yang lembab ini.

Guru pun perlu mempelajari hukum sebab-akibat sehingga apa yang dilakukannya selalu berdasarkan pertimbangan matang. Jika guru tidak melibatkan sebab-akibat, sesuatu yang terjadi dalam dirinya akan berlangsung tanpa makna dan bahkan merugikan bagi diri dan siswanya. Kadang, tanpa melihat sebab-akibat, yang dilakukan guru dapat berkategori benar. Namun, itu hanya kebetulan.

Jumat, 24 Oktober 2008

Tipe Guru Berdasarkan Zodiak

Bagaimana masing-masing rasi bintang memengaruhi sikap dan sifat seorang guru? Yuk, kita simak!

Aries (20 Maret-18 April)
Bila guru yang berbintang Aries bercanda dengan siswa, dia menggunakan cara pura-pura meninju, percayalah, artinya dia amat menyayangi siswanya. Guru berbintang Aries memperlihatkan perasaannya dengan tindakan-tindakan tertentu, misalnya mengajak siswanya adu panco. Yang jelas, guru Aries nyaris selalu berpihak pada siswa sehingga siswa senantiasa merasa tenang.

Taurus (19 April-19 Mei)
Guru berbintang Taurus merupakan tipe guru pendiam yang tidak akan pernah membiarkan siswanya sedih. Tentu saja tidak berarti dia akan memberi uang jajan yang lebih, namun dia akan selalu ada bila diperlukan. Salah satu aspek unik dari guru yang berbintang Taurus adalah dia merupakan salah satu dari sedikit guru yang bersedia menemani siswanya. Dia memang tipe guru yang paling top.

Gemini (20 Mei -20 Juni)
Tak ada yang paling mengesalkan bila guru yang berbintang Gemini berada di dalam kelas saat siswa sedang bersama teman-temannya. Soalnya, guru Gemini amat pandai berseloroh dan bersosialisi sehingga dengan cepat bisa tahu seperti apa siswanya. Dia selalu ingin tahu gosip atau kejadian yang terjadi di sekitar kehidupan siswanya. Oleh karena itu, siswa harus selalu siap menceritakan semuanya. Guru Gemini akan memberikan nasihat yang bermanfaat, yang betul-betul dapat membantu siswa.

Cancer (21 Juni-21 Juli)
Dalam hal-hal tertentu, perilaku guru berbintang Cancer hampir mirip perilaku yang dimiliki para ibu, walaupun mereka berusaha untuk menyembunyikannya sebisa mungkin. Kenyataannya adalah mereka guru yang lembut. Dari luar mereka tampak tidak berperasaan, tetapi kenyataannya mereka sangat peka dan terbuka. Para guru yang berbintang Cancer sering tampak murung tetapi mereka merupakan teman yang sangat setia bagi siswa.

Leo (22 Juli-21 Agustus)
Guru berbintang Leo lebih sering bersikap seperti siswa-siswa dan hal ini tidak akan pernah berubah. Guru berbintang Leo merupakan tipe guru yang mudah untuk diajak berteman. Dia merupakan tipe guru yang senang dihargai dan dihormati.

Virgo (22 Agustus -22 September)
Bila melihat guru yang berbintang Virgo selalu khawatir akan siswanya, menelepon setiap jam untuk mengetahui keberadaan siswa, hal ini bukan karena dia tidak mempercayai siswa namun karena dia mencintai si siswa dan karena dia memang orang yang paling besar rasa kekhawatirannya. Ia akan merasa tenang jika tahu persis, ke mana, mau apa, dengan siapa siswanya pergi.

Libra ( 23 September-22 Oktober)
Dengar baik-baik candaan halus guru Libra supaya tahu persis apa maksudnya. Selalu simak komentar yang dia ucapkan dan sang siswa pasti akan tertawa terbahak-bahak. Satu lagi kelebihan yang dimilikinya, guru Libra dapat memberi pendapat yang tepat bila siswanya bertanya Percayalah!

Scorpio (23 Oktober-21 November)
Tak ada seorang guru yang lebih setia dan selalu memberikan dukungan kepada siswanya seperti yang diberikan oleh guru berbintang Scorpio. Dia selalu ada untuk buah hatinya, tidak peduli seberapa besar masalah yang dihadapi sang siswa. Dia merupakan seorang guru yang mau memperbaiki dari mulai mobil-mobilan sampai sound system siswanya. Walaupun kelihatannya dia tidak peka dan ekstrem, satu hal yang pasti adalah guru Scorpio sangat mencintai siswanya dan cintanya tidak akan pernah goyah.

Sagitarius (23 November-20 Desember)
guru Sagitarius senang kumpul-kumpul dan bercanda dengan siswanya. Dia akan membawa buah hatinya berekreasi dan dia tidak akan berpikir dua kali untuk memberikan uang jajan lebih awal agar siswanya dapat bersenang-senang. guru Sagitarius bukan hanya sekadar guru, dia adalah sahabat sejati buat siswanya.

Capricorn (21 Desember -18 Januari)
guru berbintang Capricorn merupakan seorang guru pekerja keras dan kadang-kadang sulit untuk merasakan cintanya karena kesibukannya. Yang penting diingat adalah bahwa dia bekerja keras semata-mata untuk siswanya dan demi kebahagiaan siswanya pula. Sedapat mungkin dia ingin memberikan semua yang diinginkan siswanya. Dia memerankan peran guru dengan bersungguh-sungguh dan menganggap peran guru merupakan pekerjaan yang paling penting.

Aquarius (19 Januari-17 Februari)
Penampilan dan perilakunya yang "aneh", menakutkan, kerap membuat malu siswanya. Tentu saja si siswa tetap harus mencintainya walaupun guru Aquarius punya sifat seperti itu. Lebih dari segala apa pun juga, guru Aquarius akan memberikan dukungan pada siswanya untuk dapat mandiri, terbuka, dan berwawasan luas.

Pisces (18 Februari-19 Maret)
Hanya karena guru yang berbintang Pisces lupa menjemput siswanya di tempat kegiatan kesiswaan, tidak berarti dia tidak mencintai siswanya. Dia pelupa dan sering bingung. Memancing, melukis, dan berlayar merupakan kegiatan yang bagus untuk dilakukan bersama guru Pisces dan nikmati kebersamaan dengannya. Kebersamaan ini sangat penting bagi si siswa dan guru Pisces yang suka melamun dan pelupa.

Adaptasi: Tabloid Nikita, kompas.com

Kamis, 23 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (29)

Ketika menjelang rumah Mbok Siti, aku lihat kelihaian seorang petani dalam mengolah tanahnya. Seakan-akan, petani itu sudah sampai tingkat master atau doktoral kalau diukur dari tingkat sekolahan. Aku terpana melihatnya. Tiba-tiba lamunanku dibuyarkan oleh sapaan mbok yang masih sehat itu. "Ada apa anakku?", katanya.

"Itu Mbok, petani itu sangat mahir mengolah gembur tanah untuk padinya", jawabku. "Dia pandai bahkan lihai mengolah tanah karena memang tiap hari bergelut dengan tanah", jawabnya enteng. Petani itu dulunya juga tidak dapat apa-apa. Namun, karena mengalami proses pengulangan secara teratur, dia sangat pandai bertani bahkan hasilnya melimpah. Siswa pun, jika dibiasakan melalui pengulangan yang teratur, pasti akan menemukan kemahirannya. "Guru yang baik tentu berpedoman pada cara pengulangan yang tertata, anakku", jawab Mbok yang suka dengan nasi jagung itu. Jangan sampai, guru beranggapan bahwa sekali diberi, siswa pasti langsung pandai. "Cobalah pergi ke kota yang belum kamu kenal. Pastilah, kamu akan mendapatkan kebingungan. Ketika diulang ke kota itu, pasti juga masih bingung", katanya mantap. Namun, karena berulang-ulang mengenali kota itu, seseorang pasti akan paham tentang posisi dan situasi kota.

Selasa, 21 Oktober 2008

Kebanggaan dan Kehormatan untuk Indonesia yang Memiliki 24 Daya Unggul

Disamping beberapa kekurangan yang sering melekat di tanah air kita Indonesia, namun ada puluhan rekor dunia yang patut kita banggakan sebagai warga negara Indonesia karena sampai saat ini blom ada yang mampu memecahkan rekor tersebut dari Indonesia.

Berikut daftar 24 rekor dunia yang dimiliki Indonesia.

1. Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni) .

2. Disini ada 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu : Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia dgn luas 539.460 km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2).

3. Indonesia adalah Negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93 ribu km2 dan panjang pantai sekitar 81 ribu km2 atau hampir 25% panjang pantai di dunia.

4. Pulau Jawa adalah pulau terpadat di dunia dimana sekitar 60% hampir penduduk Indonesia (sekitar 130 jt jiwa) tinggal di pulau yang luasnya hanya 7% dari seluruh wilayah RI.

5. Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa yang terbanyak di dunia.
Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis, dimana di Papua saja terdapat 270
suku.

6. Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu, 583 bahasa dan dialek
dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia .
Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia walaupun bahasa daerah dengan jumlah
pemakai terbanyak di Indonesia adalah bahasa Jawa.

7. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama
Islam di Indonesia sekitar 216 juta jiwa atau 88% dari penduduk Indonesia .
Juga memiliki jumlah masjid terbanyak dan Negara asal jamaah haji terbesar
di dunia.

8. Monumen Budha (candi) terbesar di dunia adalah Candi Borobudur di Jawa
Tengah dengan tinggi 42 meter (10 tingkat) dan panjang relief lebih dari 1
km. Diperkirakan dibuat selama 40 tahun oleh Dinasti Syailendra pada masa
kerajaan Mataram Kuno (750-850).

9. Tempat ditemukannya manusia purba tertua di dunia, yaitu :
Pithecanthropus Erectus’¬ yang diperkirakan berasal dari 1,8 juta tahun yang
lalu.

10. Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya
Perang Dunia II pada tahun 1945. RI merupakan Negara ke 70 tertua di dunia.

11. Indonesia adalah Negara pertama (hingga kini satu-satunya) yang pernah
keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tgl 7 Januari 1965. RI
bergabung kembali ke dalam PBB pada tahun 1966.

12. Tim bulutangkis Indonesia adalah yang terbanyak merebut lambang
supremasi bulutangkis pria, Thomas Cup, yaitu sebanyak 13 x (pertama kali th
1958 & terakhir 2002).

13. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20%
dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.

14. Indonesia menempati peringkat 1 dalam produk pertanian, yaitu : cengkeh
(cloves) & pala (nutmeg), serta no.2 dalam karet alam (Natural Rubber) dan
minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).

15. Indonesia adalah pengekspor terbesar kayu lapis (plywood), yaitu sekitar
80% di pasar dunia.

16. Terumbu Karang (Coral Reef) Indonesia adalah yang terkaya (18% dari
total dunia).

17. Indonesia memiliki species ikan hiu terbanyak didunia yaitu 150 species.

18. Biodiversity Anggrek terbeser didunia : 6 ribu jenis anggrek, mulai dari
yang terbesar (Anggrek Macan atau Grammatophyllum Speciosum) sampai yang
terkecil (Taeniophyllum, yang tidak berdaun), termasuk Anggrek Hitam yang langka dan hanya terdapat di Papua.

19. Memiliki hutan bakau terbesar di dunia. Tanaman ini bermanfaat ntuk
mencegah pengikisan air laut/abrasi.

20. Binatang purba yang masih hidup : Komodo yang hanya terdapat di pulau
Komodo, NTT adalah kadal terbesar di dunia. Panjangnya bias mencapai 3 meter
dan beratnya 90 kg.

21. Rafflesia Arnoldi yang tumbuh di Sumatera adalah bunga terbesar di
dunia. Ketika bunganya mekar, diameternya mencapai 1 meter.

22. Memiliki primata terkecil di dunia , yaitu Tarsier Pygmy (Tarsius Pumilus) atau disebut juga Tarsier Gunung yang panjangnya hanya 10 cm. Hewan yang mirip monyet dan hidupnya diatas pohon ini terdapat di Sulawesi.

23. Tempat ditemukannya ular terpanjang di dunia yaitu, Python Reticulates sepanjang 10 meter di Sulawesi.

24. Ikan terkecil di dunia yang ditemukan baru-baru ini di rawa-rawa berlumpur Sumatera. Panjang 7,9 mm ketika dewasa atau kurang lebih sebesar nyamuk. Tubuh ikan ini transparan dan tidak mempunyai tulang kepala.

Sumber:ilmuwan.wordpress.com

Senin, 20 Oktober 2008

Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda melihat guru ketika di awal pembelajaran, setelah apersepsi tentunya, memberikan kasus atau problem baik dari berita, buatan guru, atau kejadian di sekeliling kita? Kalau pernah, Anda berarti telah mengenal pembelajaran berbasis masalah. Konsep keilmuan ditarik dari permasalahan yang dikemukakan guru. Kemudian, siswa menjawab kasus atau problem itu untuk mengenali lebih jauh karakteristik konsep yang dipelajari. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah melakukan penyelidikan dan menyimpulkannya. Pembelajaran model ini dipelopori oleh John Dewey.

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang juga dipandang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, yang membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).

Menurut Arends (1997), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdarkan proyek (project-based instruction)”, ” pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan ”pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.

Menurut Arends (2001 : 349), pembelajaran berbasis masalah mempunyai ciri berikut.
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.

3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya.pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran ”Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.

Manfaat pembelajaran berbasisi masalah untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa। Pembelajaran berda- sarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemam -puan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000 : 7).

Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.

Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap-3
Membimbing penye lidi kan individual maupun kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya।

Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Yang paling penting, guru perlu mencoba metode ini kemudian menganalisis kelebihan dan kelemahan metode tersebut. Selamat mencoba.

Sabtu, 18 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (28)

Warung dawet baru saja kami tinggalkan. Tubuh ini rasanya sangat kuat kembali setelah digelontor dawet segar. Kami pun jalan lagi menuju ke rumah Mbok Siti, kaki melangkah satu-satu. Rupanya, Mbok Siti hanya ingin ajak aku memutari sawah saja, tidak ada tujuan lain.

Jalan kaki ini rasanya sangat terasa bagi kegembiraanku karena Mbok Siti tidak hentinya meluapkan segala pembicaraannya tentang guru. "Guru itu sama dengan jalan kaki, anakku", kata Mbok Siti. Aku terhenyak. "Alasannya apa MBok?" tanyaku lirih. Setiap jalan kaki selalu didahului dorongan untuk menggerakkan kaki sehingga terjadi sentuhan kaki dengan tanah yang mendorong tubuh ini bergerak. "Guru juga mempunyai dorongan untuk bersentuhan langsung dengan siswanya sehingga terjadi proses berkelanjutan dalam belajar", ungkap Mbok yang sangat sehat saat berjalan itu. Jika guru tidak bersentuhan langsung dengan siswanya, guru tidak akan pernah merasakan dinamika siswanya. Langkah yang ditempuh pastilah diawali dari pertautan antara langkah satu dengan yang lainnya. "Guru yang baik juga harus mampu mengayunkan langkah pembelajaran tahap demi tahap sehingga membentuk perjalanan belajar siswanya", kata Mbok Siti sambil melirik petani yang tampak kejauhan mencangkul sawahnya.

Rabu, 15 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (27)

Kami duduk di kursi bambu menghadap tukang dawet siang itu. Aku menyeruput dua mangkok karena dahagaku menjerit-jerit setelah berjalan jauh menyusuri pematang. Mbok Siti hanya menghabiskan satu mangkok saja. Tukang dawet itu nyaris tidak kelihatan dari luar karena berjubel pembelinya. Inilah sebuah kecocokan antara siang yang panas, petani yang haus, dan dawet yang segar.

"Mengapa dawet ini sangat segar, Mbok?" tanyaku pelan ke Mbok Siti yang murah senyum itu. "Dawet ini segar karena diberi ruang dalam dahaga kita", jawabnya. Jika dahaga kita tidak memberikan ruang bagi kesegaran dawet, tentu dawet ini tidak akan ada apa-apanya. Kita tadi telah memberikan ruang yang sangat lebar bagi dawet di tubuh kita setelah berjalan jauh, mengucurkan keringat, dan mengolah gerak tubuh ini. "Dawet itu memberikan manfaat bagi pemenuhan ruang dahaga yang pada akhirnya memberikan tambahan tenaga", tukas Mbok Siti ssambil meletakkan sendok dawet ke mangkoknya.

"Begitu pula, anakku...", tambah MBok Siti. "Ya, Mbok", sambutku. Jika guru mampu menelisik sebatas apa ruang dahaga pengetahuan dalam diri siswanya, pembelajaran pasti akan memberikan kesegaran bagi siswanya. Semenarik apapun sajian guru, jika siswa tidak mempunyai ruang untuk daya tarik itu, tentu, tidak akan ada yang tertanam dalam ruang pikir siswa. Mengukur ruang dahaga keilmuan siswa sangat diperlukan untuk menakar dan meramu bahan ajar yang akan diberikan. Panas siang itu terasa sejuk setelah Mbok Siti bercerita. Akupun merasa lega luar dan dalam.

Selasa, 14 Oktober 2008

Teknik Probing untuk Menguatkan Kapasitas Siswa

Oleh Suyatno

Model pembelajaran dengan teknik probing masih belum banyak dilakukan karena kesulitan para guru dalam mengolah pertanyaan sehingga susah menemukan akar masalah yang dimiliki siswa. Padahal, teknik probing akan lebih banyak menuatkan kapasitas siswa dalam belajarnya. Siswa akan lebih antusian dan tertarik untuk mengeksplorasi pikirannya.

Teknik probing merupakan suatu teknik membimbing dengan cara mengajukan satu seri pertanyaan. Teknik tersebut dapat digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas. Namun dari hasil observasi ditemukan bahwa guru belum pernah menggunakannya. Teknik probing adalah usaha atau langkah-langkah sistematis dalam pembelajaran untuk menggali informasi (fakta, data) yang dinilai penting dari siswa dan relevan dalam mengembangkan pembelajaran. Probing membutuhkan common sense yang sehat dan terlatih dari seorang guru. Probing skills merupakan keahlian yang dapat dipelajari sehingga unsur pengalaman (learning curve) mempunyai arti yang sangat penting. Probing diperlukan dalam rangka pembelajaran karena (1) informasi penting dan relevan dalam pembelajaran sering tidak tersedia (terutama untuk siswa di kelas), misalnya data latar belakang kognisi siswa. Setiap analisis siswa cenderung bersifat unik, sehingga generalisasi sangat minimal. Melalui probing seringkali diperoleh informasi yang jauh lebih penting, yang tidak mungkin diketahui tanpa usaha probing yang efektif. Tentu, guru memerlukan dukungan sistem, agar pada saat melaksanakan probing diperoleh hasil yang baik.

Berikut ini hasil penelitian penggunaan probing dalam pembelajaran yang dilakukan Maman Wijaya. Penelitian Maman itu diadakan dengan tujuan untuk menelaah bagaimana penggunaan teknik probing dalam pembelajaran Keseimbangan Benda Tegar, sebagi upaya untuk mencari alternatif lain dalam menerapkan teknik mengajar Fisika yang dapat membimbing siswa dalam membangun pengetahuannya. Mula-mula dibuat pola umum teknik probing, lalu disusun rencana pembelajaran tentang Keseimbangan Benda Tegar bekerja sama dengan guru, meliputi penetapan tujuan pembelajaran khusus (TPK), menetapkan metode, menyusun langkah-langkah probing untuk membahas setiap TPK, menyiapkan alat yang diperlukan, dan menyususn soal ulangan harian, untuk disampaikan oleh guru dalam 4 kali tatap muka (4 X 2 jam pelajaran X 45 menit). Tiap tindakan pembelajaran diamati secara langsung, dibantu dengan alat perekam gambar (video) dan perekam suara (tape recorder).

Hasilnya, dari keempat tatap muka itu terdapat 40 pola probing dengan rata-rata tiap pola mengandung 8 pertanyaan. Tiap jenis kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan awal, diskusi kelas, diskusi kelompok, kegiatan percobaan, dan kegiatan akhir memiliki pola yang relatif berbeda. Pada penurunan rumus dan pada pembahasan soal, teknik probing cenderung akan lebih berhasil bila dilakukan dalam kelompok. Respon siswa terhadap probing guru yang berupa respon verbal, non-verbal, dan respon tertulis pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS) cukup baik, namun respon diam siswa pada diskusi kelas masih tergolong tinggi. Respon guru terhadap jawaban siswa dalam kegiatan probing tersebut sebagian besar termasuk ke dalam kategori positif, berupa pengajuan kembali pertanyaan lain pada siswa. Distribusi pertanyaan belum cukup merata, tetapi pada umumnya siswa dapat mengikuti probing guru. Aktivitas mentalnya tetap terjaga, karena setiap siswa berusaha berpikir untuk merumuskan jawaban dan mencoba menyimpulkan berdasarkan jawaban-jawaban itu, walaupun belum tentu ditanya oleh guru. Dengan demikian secara keseluruhan, penggunaan teknik probing dalam pembelajaran Keseimbangan Benda Tegar menunjukkan kecenderungan dapat membimbing siswa dalam membangun sendiri pengetahuannya. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dari penggunaan teknik probing tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, misalnya tentang penggunaannya pada metode dan konsep-konsep yang lain, serta tentang efektivitas dan efisiensinya.

Teknik probing memerlukan kekuatan dalam mengembangkan pertanyaan. Guru perlu menguasai keterampilan bertanya karena:
guru cenderung mendominasi kelas dengan ceramah,
murid belum terbiasa mengajukan pertanyaan,
murid harus dilibatkan secara mental-intelektual secara maksimal, dan
adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi antara lain:
mendorong siswa untuk berpikir,
meningkatkan keterlibatan siswa,
merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan,
mendiagnosis kelemahan siswa,
memusatkan perhatian siswa pada satu masalah, dan
membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik.

Keterampilan bertanya dasar terdiri dari komponen-komponen:
pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
pemberian acuan,
pemusatan,
pemindahan giliran,
penyebaran,
pemberian waktu berpikir, dan
pemberian tuntunan.

Keterampilan bertanya lanjut terdiri dari komponen:
pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab pertanyaan,
pengaturan urutan pertanyaan,
penggunaan pertanyaan pelacak,
peningkatan terjadinya interaksi.

Dalam menerapkan keterampilan bertanya dasar dan lanjut, guru memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
kehangatan dan keantusiasan
menghindari kebiasaan mengulang pertanyaan sendiri, menjawab pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan yang mengundang jawaban serempak, mengulang jawaban siswa, mengajukan pertanyaan ganda, dan menunjuk siswa sebelum mengajukan pertanyaan.
waktu berpikir yang diberikan untuk pertanyaan tingkat lanjut lebih banyak dari yang diberikan untuk pertanyaan tingkat dasar,
susun pertanyaan pokok dan nilai pertanyaan tersebut sesudah selesai mengajar.

Jika kekuatan membangun pertanyaan seperti di atas dilakukan dengan benar, pembelajaran melalui probing akan lebih mengasyikkan. Cobalah sekali-kali guru menggunakan probing ini dalam pembelajarannya. Hasilnya, kapasitas siswa akan lebih meluas dan mendalam.

Mengajar dengan Teknik Ubah Gambar

Oleh Suyatno

Semakin saja cara-cara inovatif diperlukan guru dalam menggiatkan pembelajaran agar siswa gembira dan melekat cepat dalam memorinya. Salah satu cara mengajar dengan gembira adalah teknik ubah gambar.

Teknik ubah gambar ditandai dengan siswa mempresentasikan gambar yang dibuatnya setelah membaca materi pembelajaran. Berikut urutannya. Pertama, siswa mengidentifikasi materi dari buku, majalah, surat kabar, ensiklopedi, dan lainnya yang sesuai dengan topik. Kedua, siswa menggambar di kertas kosong tentang isi materi yang dibaca. Ketiga, siswa mempresentasikan gambar tersebut di kelompok kecil (dua orang). Keempat, wakil kelompok kecil mempresentasikan di kelompok besar. Kelima, guru bersama siswa merefleksikan isi materi.

Saat menggambar, siswa perlu dibebaskan dalam memindahkan konsep materi menjadi gambar. Mungkin, ada materi yang mengupas tentang lima prinsip ilmu tertentu lalu siswa menggambar pohon dengan lima daun. Tiap daun mewakili tiap prinsip. Mungkin pula, ada siswa yang menggambar lima jari untuk menggambarkan lima prinsip itu. Begitulah seterusnya. Doronglah siswa agar tidak takut mengubah materi ke dalam gambar hanya karena merasa gambarnya jelek. Katakan bahwa yang dipentingkan bukan baik atau buruk gambar itu tetapi makna gambarnya. Guru perlu bersabar dalam pembelajaran ini. Bisa jadi, siswa agak lama dalam memilih gambar yang mewakilinya.

Untuk kepentingan penilaian, gambar tidak menjadi acuan tetapi ucapan siswa saat mempresentasikan sesuai dengan isi materi pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa akan tampak senang dan bergairah karena merasa bahwa gambarnya diakui oleh teman-temannya dan gurunya. Hasilnya, akan banyak variasi gambar meskipun materinya sama.

Senin, 13 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (26)

baru kali ini, aku diajak jalan-jalan melintasi pematang sawah. Betapa riuh para petani mengolah tanah. tampak di kanan dan kiri petani mencangkul dan membajak tanahnya. Aku berjalan pelan mengikuti langkah Mbok Siti. Kaki terbuka penuh lumpur. Terasa dingin dan mengasyikkan tanah yang menempel di kaki ini. kadang menginjak kubangan dan kadang menginjak tanah bertunas rumput, kaki ini. Aduh asyiknya.

"lihatlah petani di kirimu", tiba-tiba Mbok Siti mengejutkan lamunanku. "Iya, Mbok, ada apa?" sahutku. "Dia dengan setia mengajak anaknya untuk turut di belakangnya", kata Mbok Siti yang tampak bergairah hari itu. Meskipun anak itu tidak ikut membajak, namun dia ikut mengitari sambil mencari-cari kreco (siput sawah). Begitulah tiap hari anak itu. Tentu, lama-kelamaan, anak itu mahir membajak. "Buktinya, orang itu, dulu ketika kecil, juga mengikuti bapaknya yang sekarang sudah meninggal", kata Mbok sambil melangkah menghindari kubangan air. Itulah pembelajaran alamiah yang langsung praktik secara rutin. Anak itu tidak sadar kalau dia belajar namun dia belajar. Andai saja di sekolah, guru juga menerapkan pembelajaran alamiah sambil praktik langsung dengan cara menyenangkan, tentu banyak yang didapat oleh siswa itu kelak.

"Iya Mbok", kataku mengamini. Kami terus saja berjalan sambil sesekali tertawa. lalu, kami singgah di warung untuk sekadar melepas lelah sambil minum dawet segar. Mbok Siti juga menikmati dawet itu.

Mengajar dengan Teka-Teki Silang (TTS)

Banyak orang yang sangat suka dengan TTS. Apalagi ketika berpergian, baik dengan pesawat, kereta, bus, maupun kapal laut, para penumpangnya sering mengisi waktu luang dengan menjawab pertanyaan dalam TTS. TTS menjadi kegemaran tersendiri. Siswa juga tentunya akan suka dengan TTS karena merasa bermain, santai, dan mengasah otak meskipun TTS itu berisi pelajaran di kelas.

Cobalah TTS digunakan untuk pembelajaran di kelas terutama untuk menguatkan pencantolan konsep ke dalam memori. Bebaskan siswa dalam suasana santai ketika mengisi TTS. Kemudian, guru dapat membahas bersama-sama dengan siswa yang lainnya. Buatlah aturan pengisian TTS yang memberikan kesan gembira.

Sebelum pembelajaran dimulai, guru perlu menyiapkan TTS yang sesuai dengan kata-kata konsep yang terdapat dalam topik pembelajaran. Untuk selingan, kata-kata yang akrab dengan siswa juga perlu dimasukkan. Kelas rendah hanya memerlukan beberapa kolom saja sedangkan kelas yang agak tinggi perlu kolom yang agak panjang, rumit, dan bermodel.

Lalu, bagaimana membuat TTS? Tentu, TTS sangat mudah dibuat. Pertama, buatlah kata-kata jawaban yang dipersilangkan untuk panduan membuat kolomnya. Kemudian, buatlah pertanyaan sesuai dengan kata-kata yang telah disilangkan. Pertanyaan yang dibuat jangan bertele-tele namun buatlah dengan cara sederhana. kalau masih bingung membuat pertanyaan, cobalah melihat TTS yang sudah jadi dan dikenal oleh umum, contoh TTS Kompas Minggu, Buku TTS, dan sebagainya.

Jumat, 10 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (25)

Siang panas, tumbuh-tumbuhan suram, tanah kering, dan debu berkeliaran ke sana-ke mari, aku terus saja melaju ke rumah Mbok Siti, setelah lama tidak bertemu dengannya. Kebetulan sekali, Mbok Siti ada di halaman depan memilah-milah jagung panenannya untuk dijual. "Siang ini, banyak panenan Mbok", tanyaku. "Wah, anakku, ke mana saja selama ini? Ini simpanan jagung yang sudah waktunya untuk dijual", timpalnya sambil menyilakan aku duduk di sebelahnya.

"Jagungnya bagus-bagus Mbok", tanyaku. "Jagung ini ada yang bagus dan tidak bagus. Tapi, semuanya bernama jagung khan?", jawab Mbok yang setia dengan baju hitamnya. Jika ditanam, biji jagung pasti akan menghasilkan jagung baru yang bentuk dan rasanya akan sama dengan benihnya. Itulah kecintaan jagung terhadap jagung baru. Asalkan ditanam dengan baik, dirawat secara rutin, dan dipanen dengan tepat, jagung akan memberikan hasil panen yang baik pula. "Anakku, jagung yang demikian itu pasti mempunyai cinta setia ke jagung berikutnya", tambah Mbok Siti. Dengan begitu, akan lahir generasi jagung yang terpola pada regenerasi yang tepat. Begitu pula, guru yang baik, dia harus mempunyai cinta setia kepada muridnya agar tumbuh generasi yang baik pula.

Kalau jagung saja, dari tahun ke tahun dapat beregenerasi karena diolah dan diupayakan oleh manusia, seorang siswa juga semestinya dapat beregenerasi dengan tepat pula. Gurulah yang harus menanam benih kebaikan kepada siswa, merawat jiwa siswa, dan suatu saat dapat memanen melalui prestasi yang ditunjukkan siswanya. "Kita akan tiada, suatu saat, anakku. Tentu, juga harus tumbuh hidup baru dari jiwa baru hasil olahan para guru", ulas Mbok Siti sambil mewadahi jagung-jagungnya.