Jumat, 14 Juni 2013

Ketika Humas Perguruan Tinggi Berembug Bersama

Sekitar 60 penanggung jawab humas perguruan tinggi berkumpul di Hotel JW Marriott Surabaya sejak 13 s.d. 15 Juni 2013. Lalu, apa yang diperbincangkan? Mereka membincangkan pola kehumasan yang paling tepat untuk perguruan tinggi agar masyarakat benar-benar mendapatkan informasi yang akurat, cepat, dan terbuka. Mampukah?

Selama ini, perguruan tinggi asyik dengan pendaftaran mahasiswa baru, perkuliahan, dan wisuda. Informasi lain yang bermanfaat bagi masyarakat secara langsung hanya kadangkala muncul dan dari perguruan tinggi tertentu saja. Walhasil, hanya perguruan tinggi itu-itu saja yang dikenal. Padahal, di Indonesia ada ribuan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.

Sehebat apapun informasi dan inovasi dari perguruan tinggi seakan-akan tenggelam oleh permasalahan pendidikan secara makro. Program bidikmisi yang memberikan biaya pendidikan bagi mahasiswa tidak mampu, gaungnya hanya biasa saja. BOPTN sebagai penyangga dana kehidupan kampus yang diatur agar semua perguruan tinggi melakukan pendanaan yang hampir sama, hanya bergaung negatif semata. Program SM3T ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Begitu pula, program cemerlang lainnya, hanya bersifat informatif yang numpang lewat saja.

Siapa yang salah atas informasi yang bagus tetapi ditanggapi dingin oleh masyarakat? Tentu, salah satu pihak yang patut dipersalahkan adalah Humas Perguruan Tinggi tersebut. Mereka hanya syik dengan kegiatan rutin dan tidak mampu menjangkaukan informasi ke segala ceruk penerima informasi. Informasi hanya bergaung pendek dan sementara. Padahal, dunia informasi berlaku cepat dan sekejap. Artinya, humas perguruan tinggi harus mampu berada pada tugas kehumasan yang cepat, sekejap, dan bermutu.

Informasi zaman sekarang ini akan cepat hilang tertutupi oleh informasi yang lainnya lagi. Informasi silih berganti seperti kejar-kejaran di arena balapan. Untuk itu, Humas perguruan tinggi harus mampu memasok informasi secara rutin dengan cepat dan sekejap pula.
Itulah kira-kira yang akan dibahas selama tiga hari. Mudah-mudahan, hasilnya dapat memberikan informasi yang berimbang tentang pendidikan di Indonesia.

Bukankah kekuatan bangsa dapat dilihat dari kekuatan pendidikannya? Humas perguruan tinggi haruslah mampu bekerja merumuskan strategi kehumasan yang terhebat dari yang hebat.

Minggu, 09 Juni 2013

Inovasi Pembelajaran: Pengawas Sekolah Harus Mantap

Inovasi pembelajaran tidak akan sempurna terlaksana manakala kinerja pengawas tidak maksimal. Dalam rangka implementasi tugas pengawasan sesuai dengan Permendiknas Nomor 39 tahun 2009 dan Permendiknas Nomor 21 tahun 2007, maka diperlukan adanya pengawas sekolah yang memiliki kemampuan menejerial, yaitu: (1) Pengawas sekolah yang mampu melakukan supervisi/kepengawasan pendidikan (2) Pengawas sekolah yang mampu atau memiliki kompetensi sebagai pengawas; (3) Pengawas sekolah memiliki kinerja yang baik; (4) Pengawas sekolah yang mampu menyusun program kerja kepengawasan, dan (5) Pengawas sekolah yang mampu menilai kinerja sekolah.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, pengawas sekolah harus mampu memotivasi, mendorong, menggalang, mengarahkan, membimbing, mensupervisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan rasional di atas pada tahun 2009 Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional memprogramkan kegiatan peningkatan kompetensi pengawas sekolah dalam melakukan pembimbingan dan pelatihan profesionalisme guru dasn tugas pengawasan.
Kegiatan kompetensi pengawas diikuti oleh 600 orang yang terdiri dari pengawas TK/SD, SMP, dan PLB dari berbagai daerah yang terbagi dalam 4 region yaitu: Riau, Bandung Sawangan Bogor dan Makassar.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas peran aktif semua pihak yang telah memberikan kontribusinya bagi usaha peningkatan mutu tenaga kependidikan di Indonesia.
Program peningkatan mutu  guru untuk menjadi profesional tidak terlepas dari mutu Pengawas Sekolah/Pengawas Satuan Pendidikan, mengingat posisi strategis pengawas sekolah sebagai pembina di sekolah binannya, oleh karena itu upaya peningkatan kompetensi pengawas sekolah dalam melaksanakan pembimbingan dan pelatihan keterampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya menjadi sangat penting dan strategis. Hal ini perlu dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak yang terlibat. Tugas pengawas satuan pendidikan/pengawas sekolah dalam melakukan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran/pembimbingan, dan membina tenaga kependidikan lainnya baik pada satuan pendidikan maupun melalui KKG/MGMP/MKKS atau bentuk lain yang dapat meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Untuk memperoleh pemahaman bersama tentang pelaksanaan tugas pengawas satuan pendidikan sesuai dengan amanat peraturan perundang undangan, maka perlu disusun satu model pola pembimbingan terhadap guru maupun kepala sekolah melalui model perangkat pengawasan baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial.
 Dalam rangka implementasi tugas pengawasan sesuai dengan Permendiknas Nomor 39 tahun 2009 dan Permendiknas Nomor 21 tahun 2007, maka diperlukan adanya pengawas sekolah yang memiliki kemampuan menejerial, yaitu: (1) Pengawas sekolah yang mampu melakukan supervisi/kepengawasan pendidikan (2) Pengawas sekolah yang mampu atau memiliki kompetensi sebagai pengawas; (3) Pengawas sekolah memiliki kinerja yang baik; (4) Pengawas sekolah yang mampu menyusun program kerja kepengawasan, dan (5) Pengawas sekolah yang mampu menilai kinerja sekolah.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, pengawas sekolah harus mampu memotivasi, mendorong, menggalang, mengarahkan, membimbing, mensupervisi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
 Berdasarkan rasional di atas pada tahun 2009 Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional memprogramkan kegiatan peningkatan kompetensi pengawas sekolah dalam melakukan pembimbingan dan pelatihan profesionalisme guru dasn tugas pengawasan.
 Kegiatan kompetensi pengawas diikuti oleh 600 orang yang terdiri dari pengawas TK/SD, SMP, dan PLB dari berbagai daerah yang terbagi dalam 4 region yaitu: Riau, Bandung Sawangan Bogor dan Makassar. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas peran aktif semua pihak yang telah memberikan kontribusinya bagi usaha peningkatan mutu tenaga kependidikan di Indonesia.

Cerita Pendidikan di Daerah Tertinggal, Terjauh, dan Terluar (1)

Saat artikel ini ditulis, saya masih berada di Sumba Timur, sebuah kabupaten di NTT dengan ibukota Waingapu. Waingapu merupakan kota lama dan selalu muncul dalam sejarah dengan pelabuhan dan bandaranya. Hanya saja, kondisi alam senyatanya, banyak yang belum tahu, apalagi potret pendidikan di pelosok Sumba Timur.

Sumba Timur termasuk wilayah yang ditempati SM3T (Sarjana Mengajar Terjauh, Terdepan, dan tertinggal, yang merupakan program Dirjen Dikti, Kemendikbud. Memang, Sumba Timur dengan alam berbukit dan lembah itu sangat layak ditempati SM3T karena banyak sekolah satu atap dan sekolah reguler yang bertempat di wilayah tertinggal. Guru-guru yang ditempatkan merupakan guru yang dilatih untuk tahan hidup di daerah tertinggal.


Inovasi untuk Prestasi Unggul dalam Perkuliahan yang Menyenangkan dan Menantang



Oleh  Dr. Suyatno, M.Pd.

Perkuliahan yang menjenuhkan, satu arah, stuktural, dan dosen sebagai objek hanya dapat menghasilkan mahasiswa yang pasif, berkinerja rendah, dan berpikir struktural semata. Padahal, zaman telah berubah. Mahasiswa saat ini lebih berpengalaman dalam memadukan audia, visual, dan kinestetisnya. Alam pikirannya telah terbingkai oleh teknologi informasi. Internet menjadi kebutuhan mahasiswa sehari-hari. Hal itu menuntut perubahan sistem perkuliahan dari pola lecturing ke pola facilitating sehingga mahasiswa sebagai subjek belajar mampu mengeksplorasi ide dan daya imajinasi secara maksimal sesuai dengan mata kuliah yang sedang didalaminya.
Oleh karena itu, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI), FBS, Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sebagai insan pembelajar yang berada di suasana perkembangan zaman menuntut perkuliahan yang bersifat fasilitating di kelas mereka.
Kondisi minimalis di atas, tampaknya dapat segera diatasi agar mahasiswa dapat berkuliah dengan perasaan senang, nyaman, dan memberikan motivasi belajar mahasiswa dengan baik. Perubahan kondisi perkuliahan perlu dilakukan dengan tepat sasaran dengan mengubah hal yang dirasakan mengganggu perkuliahan menjadi kondisi yang memberikan dukungan bagi mahasiswa untuk berkuliah dengan motivasi yang tinggi. Bagaimanapun, perkuliahan yang sehat perlu dibangun melalui penguatan model  perkuliahan yang kondusif. Prestasi mahasiswa tentunya akan lebih meningkat jika pemenuhan sarana perkuliahan terwujud.
Berkaitan dengan hal di atas, diperlukan langkah inovatif untuk memperkuat model perkuliahan di JBSI. Langkah tersebut dikembangkan dari berbagai aspek dengan satu tujuan, yakni membangun tradisi perkuliahan yang menyenangkan dan penuh kenyamanan. Mahasiswa dapat mengeksplorasi diri secara maksimal dan dosen dapat melaksanakan perkuliahan sesuai dengan targetnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, berikut ini permasalahan yang perlu dijawab ke dalam tindakan konkret.
1.     Bagaimanakah penerapan inovasi perkuliahan yang menyenangkan dan menantang bagi mahasiswa JBSI?
2.     Model perkuliahan apa sajakah yang diinovasi untuk mewujudkan perkuliahan yang menyenangkan dan menantang  bagi mahasiswa JBSI?
3.     Bagaimanakah mempersiapkan perkuliahan yang menyenangkan dan menantang bagi mahasiswa JBSI?

Untuk menjawab permasalahan di atas, berikut ini tindakan yang dilakukan.
Tabel 1: Tindakan untuk Inovasi Perkuliahan
No
Aspek
Tindakan
Metode
1.
Penerapan inovasi perkuliahan
Menerapkan berdasarkan perencanaan, pengimplementasian, dan pengevaluasian perkuliahan
1.    Peta pikiran
2.    Berkelanjutan
3.    Fungsional
2.
Proses yang diinovasi
Pengidentifikasian masalah, pengembangan bahan perkuliahan, dan penerapan proses perkuliahan yang inovatif
1.   Observasi
2.   Curah gagasan
3.   Fungsional
3.
Cara melaksanakan perkuliahan
Intensifikasi penginovasian, pelaksanaann, dan kontrol rutin
1.   Kreativitas inovasi
2.   Fungsional


1.       Penerapan Inovasi Perkuliahan
Penerapan program inovasi perkuliahan dilaksanakan melalui tindakan berupa perencanaan, pengimplementasian, dan pengevaluasiaan dengan menggunakan metode peta pikiran, berkelanjutan, dan fungsional.

a.        Perencanaan
Tindakan yang dilakukan pertama kali adalah perencanaan perkuliahan dengan berdasarkan fakta dan data objektif berkaitan dengan kebutuhan belajar mahasiswa di JBSI. Fakta dan data diperoleh melalui observasi langsung, wawancara dengan mahasiswa, dan pemtaan pikiran yang mendukung. Observasi langsung dilaksanakan dengan mengecek langsung kondisi dan suasana mahasiswa yang akan menempuh perkuliahan dari sisi kapasitas, mata kuliah yang ditempuh, dan karakteristiknya. Hasil pengecekan langsung terlihat bahwa perkulaihan yang diampu memerlukan sentuhan.
Kemudian, berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa diperoleh informasi bahwa mereka memerlukan inovasi yang menyenangkan dan menantang dalam perkuliahan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan daya belajar mereka. Hasil wawancara dan observasi langsung tersebut kemudian digunakan untuk bahan penyusunan perencanaan perkuliahan yang menyenangkan dan menantang.

b.   Pengimplementasian
Pengimplementasian dilaksanakan dengan metode curah gagasan, maju berkelanjutan, dan fungsional. Penerapan metode inovatif yang menyenangkan diatur berdasarkan irama perkuliahan melalui pola segmentasi. Sejak 2005,   dilaksanakan inovasi perkuliahan dengan cara melibatkan mahasiswa. Berikut ini pengemplementasian yang dilakukan.
(1)        Orientasi perkuliahan di awal pertemuan. Mahasiswa diajak untuk melihat selintas pandang perkuliahan yang akan dijalani dengan skema materi perkuliahan dan sumber belajar yang harus dipenuhi. Tiap mahasiswa diberikan kertas kosong untuk diisi keinginan dirinya dalam menempuh perkuliahan. Mereka menuliskan panjang lebar tentang harapan dan pendalaman yang akan dilakukan. Kertas itu kemudian dipilah berdasarkan kesamaan. Kemudian, gagasan dari kertas yang diisi itu dibicarakan bersama. Selanjutnya, mahasiswa melakukan kontrak belajar. Komentar mahasiswa rata-rata menyatakan setuju dengan cara tersebut dan isinya memberikan informasi baru serta memotivasi dirinya.
(2)        Penyamaan buku catatan. Setiap perkuliahan, mahasiswa diwajibkan membawa buku tulis yang diperuntukkan khusus mencatat perkuliahan yang dijalani. Mahasiswa dilarang menggunakan kertas lepas-lepas atau binder yang berisi aneka catatan perkuliahan dari mata kuliah yang berbeda. Buku itu menjadi alat mahasiswa untuk membuat catatan, skema, tabel, dan peta pikiran. Mahasiswa sangat senang dengan pola itu karenan membantu mereka untuk berkonsentrasi tanpa harus mencari-cari catatan di minggu lalu di kertas lain yang terpisah.
(3)        Penggunaan metode perkuliahan yang berbeda-beda, bervariasi, dan multifungsi. Berbagai metode perkuliahan digunakan agar mahasiswa senang dan merasa tertantang. Mahasiswa tidak akan pernah dapat menebak system perkuliahan yang akan dijalani karena selalu berganti metode perkuliahannya. Metode itu adalah kartu konsep, Think-Pair-Share, pindah gambar, presentasi, eksplorasi materi di alam, debat, film, pictogram, peta pikiran, tempel makna, refleksi, dan penugasan pasangan. Mahasiswa merasakan ada nilai lebih yang diperoleh berkaitan dengan materi perkuliahan.
(4)        Pemanfaatan sumber belajar dari berbagai tempat. Mahasiswa dibebaskan mendapatkan konsep keilmuan dari perkuliahan melalui sumber apa saja. Yang terpenting, mahasiswa dapat mempertanggungjawabkan sumber itu. Internet lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan dengan membaca buku di ruang baca jurusan.
(5)        Refleksi perkuliahan secara rutin. Setiap menjelang akhir perkuliahan, mahasiswa selalu merefleksikan perkuliahan di hari itu secara bergantian. Mereka mengungkapkan kesan yang diperoleh dalam berkuliah di hari itu. Kadang isinya, mereka merasakan suka, tidak suka, waktu kurang, lelah, dan sebagainya. Refleksi itu bermanfaat untuk mengautkan perolehan mahasiswa dalam belajarnya, bahan evaluasi perkuliahan di hari berikutnya.
(6)        Blog pribadi. Secara berkala, perkuliahan juga ditunjang oleh informasi yang diunggah di blog penulis. Dengan begitu, mahasiswa dapat dengan leluasa mendapatkan informasi perkuliahan. Blog itu adalah www.garduguru.blogspot.com yang didesain sejak 2008.
c.    Pengevaluasian
Pengevaluasian dilaksanakan melalui dua cara, yakni pengevaluasian rutin dan bertahap. Pengevaluasian rutin dilaksanakan setiap minggu dengan cara observasi langsung dan wawancara dengan mahasiswa berkaitan dengan keberlangsungan perkuliahan. Selain itu, evaluasi belajar dilakukan sesuai ketentuan, yakni midsemester dan ujian akhir semester. Portofolio mahasiswa yang dipamerkan di akhir perkuliahan juga menjadi bahan penilaian.

E.      Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.   Penerapan inovasi perkuliahan yang menyenangkan dan menantang bagi mahasiswa JBSI dilaksanakan dengan cara simultan, bertahap, fungsional, dan maju berkelanjutan. Penerapan menggunakan sistem fasilitating dengan mahasiswa.
2.   Proses perkuliahan yang diinovasi untuk mewujudkan perkuliahan yang menyenangkan dan menantang bagi mahasiswa JBSI meliputi perencanaan, awal kuliah, penerapan metode perkuliahan, refleksi, dan portofolio tugas mahasiswa, dan buku catatan kuliah.
3.   Cara pelaksanaan perkuliahan yang menyenangkan dan menantang mahasiswa JBSI dilaksanakan melalui variasi metode, keakraban, pemanfaatan sarana perkuliahan, dan pembebasan mahasiswa mencari sumber belajar.
Pengakuan pihak terkait telah diperoleh dari mahasiswa, dosen, tamu lokal, nasional, dan internasional. Tamu internasional yang dimaksud adalah mahasiswa dan dosen UBD dalam rangka studi banding ke JBSI. Mereka melihat dan mencermati hasil pekerjaan mahasiswa berupa dokumen dan media kreatif untuk pembelajaran yang dipajang di lemari kaca kelas. Hasil perkuliahan dikembangkan ke dalam buku tulisan penulis, yakni “Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra” (SIC, 2004); “Permainan Penunjang Pembelajaran Bahasa” (Grasindo, 2006); “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” (Masmedia, 2010). Beberapa mahasiswa jurusan lain meminta penulis sebagai validator media pembelajaran yang dibuatnya dalam rangka skripsi. Semoga, pengakuan itu diikuti oleh mitra lainnya.



Penelitian di Ujung Angan-Angan



Oleh
Suyatno
Sesekali, cobalah bertanya kepada masyarakat biasa di kampung atau di sebuah desa yang terjauh, entah mereka petani, buruh pabrik, pedagang, atau tukang cendol, tentang arti sebuah penelitian. “Apa penelitian menurutmu.” Mereka pasti akan ramai-ramai menjawab dengan spontan, “Penelitian itu menemukan sesuatu yang bermanfaat.” Kira-kira, itulah jawaban mereka, tidak lebih dan tidak kurang. Lalu, cobalah bertanya kepada warga kampus, entah mereka dosen muda, tua, karyawan, pimpinan, atau mahasiswa tentang pertanyaan yang sama. “Apa penelitian menurutmu.” Kaum kampus pasti menjawab, “Projek!”
Penelitian di kampus telah dimaknai secara part prototo (sebagian untuk mewakili secara keseluruhan) dengan satu kata projek. Padahal, projek merupakan aspek kecil dari sebuah penelitian. Aspek besarnya adalah temuan yang dapat bermanfaat bagi pengembangan dan peningkatan kemanusiawian dalam menjalani hidup di dunia ini. Namun, makna besar sebuah penelitian terkalahkan dengan makna kecil yang bernama projek.
Tidaklah heran akal sehat ini. Penelitian hanya sampai di lemari dokumentasi setelah melewati proses pertanggungjawaban administratif. Ketika tambah tahun, saat waktu berkelana maju, dokumentatif menjadi sebuah rel yang terpola. Pola itu mudah dikenali, yakni tawaran, proposal, penelitian, pemantauan, dan laporan. Pola itu menjadi garis tetap yang harus dijalankan dalam rel tetap pula. Walhasil, penelitian hanyalah sebuah ritual yang mekanistis, statis, dan hampa. Oleh karena itu, janganlah kaget jika roh penelitian lenyap menjauh dari rumahnya.
Mengapa penelitian hanya sampai di dunia laporan saja? Mengapa laporan penelitian tidak mampu mengantarkan perahu ke pulaunya? Itulah pertanyaan yang jawabannya mampu mengantarkan roh penelitian kembali ke rumahnya. Siapa yang harus menjawab pertanyaan tersebut? Tentu, jawabnya adalah insan yang menghuni dunia akademika ini.
Lihatlah, masyarakat saat ini teramat memerlukan inisiatif yang baru dalam menjalankan kehidupannya. Inisiatif baru itu tentu mengharapkan kedatangan hasil-hasil penelitian. Namun, kedatangan hasil penelitian yang bermanfaat tidak kunjung tiba di tangan masyarakat sesungguhnya. Padahal, di belahan masyarakat penelitian lain, di negara lain, di sudut diskusi yang lain, banyak hasil penelitian dimanfaatkan dengan mudahnya oleh masyarakat. Ujung-ujungnya, masyarakat belahan lain itu berpesta kenikmatan dalam menjalani kehidupan ini.
Projek hanyalah sarana yang menopang keberlangsungan sebuah penelitian. Projek itu bukan tujuan tetapi sarana. Sebuah tatanan harus diciptakan sehingga mampu mengubah budaya projek menjadi budaya tujuan penelitian. Mau tidak mau, sebuah penelitian harus sampai pada penyebarluasan dan pemraktikan secara sederhana, mudah, dan sesuai dengan alam pikir masyarakatnya.
Kelak, jika penelitian sudah menemukan rohnya kembali, segala lini akan berharap ke lembaga yang menangani penelitian itu. Di situlah, harga sebuah lembaga sebagai agen perubahan terbukti meskipun tanpa saksi. Lembaga agen perubahan yang mampu memelihara roh penelitian adalah sebuah hak.
Sebagai agen perubahan, lembaga penelitian harus jumawa. Berpikirnya ibarat matahari yang berani sampai fajar di ujungnya. Sinarnya mampu menelisik ke sela-sela gelap sampai menyinari bumi. Tentunya, matahari itu mempunyai strategi tertata, terpola, dan teruji. Kematangan pengelola teramat penting dalam membangun sistem yang jelas, merata, dan disukai khalayak.
Jika seharusnya dosen itu jawara dalam meneliti, dia juga harus jawara dalam menyebarluaskan hasil ke masyarakat. Itulah sebuah keseimbangan asasi. Berani berbuat, dia haruslah berani bertanggung jawab secara total. Jangan hanya habis manis sepah dibuang. Penelitian selesai, hasilnya hilang ditelan lemari bayang-bayang.