Selasa, 30 Maret 2010

Ke Depan Tugas Guru Tambah Berat Hadapi Siswa Berlatar Gizi Buruk

Ke depan, tugas guru akan semakin sulit karena akan menghadapi siswa yang berlatar belakang gizi buruk. Betapa tidak. Saat ini, balita yang mengalami gizi buruk masih cukup banyak meskipun di beberapa daerah telah terjadi penurunan angka statistik. Setidaknya ada 1,5 juta balita Indonesia yang kini mengalami gizi buruk yang akan membuatnya mengalami kebodohan permanen. Jika hal itu terus menerus dibiarkan, Indonesia bisa kehilangan generasi muda yang optimal di masa mendatang dan juga guru akan mengalami tingkat kerumitan dalam mengajar.

Hingga tahun 2009 terdapat 5,3 persen balita dari 28 juta anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami gizi buruk. Artinya sekitar 1,5 juta balita mengalami gizi buruk sedangkan balita yang mengalami gizi kurang sekitar 15 persen.

"Jika anak di bawah usia 5 tahun mengalami gizi buruk, maka ia kehilangan periode emasnya dalam hal perkembangan otak sehingga mengakibatkan otaknya mengecil. Jika hal ini terjadi maka anak bisa menjadi goblok permanen dan sulit untuk diperbaiki," ujar DR Dr Tb Rachmat Sentika, SpA, MARS dalam acara Pfizer Journalist Class dengan tema Gizi dan Masa Depan Generasi Muda di Wisma GKBI, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Dr Rachmat menuturkan penyebab balita mengalami gizi kurang sekitar sepertiga diakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), sebesar 48 persen balita tidak mendapatkan ASI dan sisanya tidak tersentuh oleh layanan kesehatan seperti posyandu sehingga asupan gizinya tidak terpantau.

"Salah satu cara untuk mendeteksi dini anak gizi buruk atau tidak adalah melalui KMS (Kartu Menuju Sehat), karena dari kartu tersebut bisa dilihat grafik pertumbuhan anak. Makanya setiap anak harus memiliki KMS," ujar dokter kelahiran Sukabumi 54 tahun silam.

Dr Rachmat menambahkan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah balita yang mengalami gizi buruk serta mencegah balita yang gizi kurang agar tidak semakin terpuruk, yaitu:

1. Melakukan gerakan untuk menyosialisasikan ASI, karena ASI eksklusif sudah terbukti bisa mengurangi angka kematian bayi dan juga meningkatkan gizi bayi.
2. Semua bayi harus memiliki KMS, saat ini posyandu hanya memberikan layanan timbang bayi pada bulan April dan September saja. Padahal seharusnya bayi tersebut ditimbang setiap bulannya.
3. Jangan ada perbedaan pendistribusikan vitamin A dan tablet Fe untuk anak di setiap provinsi serta antar kabupaten atau kota. Vitamin A berguna untuk meningkatkan kadar serum retinol yang berguna untuk imunitas, sedangkan tablet Fe berguna untuk mencegah anemia pada anak.
4. Menggiatkan kembali fungsi posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar.


"Kalau jumlah balita yang mengalami gizi buruk terus menerus meningkat, maka 10 tahun ke depan kita akan kehilangan generasi (lost generation) sebesar 1,5 juta. Selain itu gangguan gizi di masa periode emas anak akan mempengaruhi perilaku anak nantinya, karena ada penelitian yang menunjukkan anak yang suka tawuran atau berantem setelah ditelusuri 5-6 tahun ke belakang ternyata mengalami gizi kurang," ungkap dokter yang juga menjabat sebagai Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Untuk menciptakan generasi muda yang sehat diperlukan 4 hal, yaitu:

1. Gizi yang sehat, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
2. Lingkungan di sekitarnya, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
3. Perilaku dari orang tersebut, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
4. Obat dan alat kesehatan, faktor ini mempengaruhi sekitar 10 persen.


Jika status gizi tidak segera diperbaiki, maka sel-sel otak anak tidak akan dapat berkembang secara maksimal dan terdapat ruang-ruang kosong yang bersifat permanen dan kondisi ini tidak dapat dipulihkan atau diperbaiki. Selain itu kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan nutrisi (protein, asam amino AA dan DHA) dan juga stimulasi yang diterimanya. (sumber: Detikhealth.com, diakses 30 Maret 2010)

Jumat, 26 Maret 2010

Mengenali Perbedaan Gaya Belajar Siswa

Siswa sebanyak 40 di kelas tentu juga mempunyai 40 gaya belajar yang berbeda. Guru perlu mengenali gaya belajar siswanya karena tidak semua siswa memproses informasi dalam pembelajaran dengan cara yang sama. Oleh sebab itu guru perlu mengetahui bagaimana gaya bekerja otak diterjemahkan ke dalam gaya belajar yang berbeda-beda pula. Para guru dapat mengetahui potensi dan gaya belajar siswanya secara detail dengan melakukan tes potensi dan bakat anak.

Dengan mengenal perbedaan gaya-gaya yang mendasar ini, guru akan lebih mudah menemukan referensi gaya belajar yang paling efektif untuk siswanya. Ada beberapa model gaya belajar:

1. Tipe VISUAL
Ini merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan indera penglihatan. Pada model gaya belajar ini, informasi data visual terbagi menjadi data berupa teks (tulisan, huruf, angka, simbol) dan berupa gambar (foto, diagram).

Ciri anak tipe Visual:
Lebih mudah ingat dengan melihat, lebih suka membaca, saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat orang lain melakukan dulu baru kemudian dia sendiri yang bertindak. Anak dalam kelompok ini juga dapat duduk tenang saat belajar di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.

Kendala dari tipe visual antara lain tak suka berbicara di depan kelompok dan tak suka mendengarkan orang lain, tahu apa yang harus dikatakan tapi tak bisa mengungkapkan dengan kata-kata, serta tulisan tangannya berantakan sehingga tak terbaca. Anak dari kelompok visual juga biasanya kurang mampu mengingat informasi yang disampaikan secara lisan.

Cara menstimulasi:
Gunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan, atau kartu-kartu gambar berseri yang bisa dipakai untuk menjelaskan informasi secara berurutan. Mintalah anak untuk menghapal dengan membayangkan obyek atau materi yang sedang dipelajarinya.

2. Tipe AUDITORY
Tipe Auditory merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan indera pendengaran. Pada model gaya belajar ini informasi terbagi menjadi data berupa bahasa dan nada.

Ciri anak tipe Auditory:
Mudah ingat dari apa yang didengarnya dan didiskusikannya. Senang dibacakan atau mendengarkan, lebih suka menuliskan kembali sesuatu, senang membaca dengan suara keras, bisa mengulangi apa yang didengarnya, senang diskusi, bicara atau menjelaskan panjang lebar. Anak dengan tipe auditory pada umumnya menyenangi seni musik dan mudah mempelajari bahasa asing.

Kendala anak dengan tipe auditory antara lain cenderung banyak omong, tak bisa belajar dalam suasana berisik atau ribut, apalagi bila anak memiliki konsentrasi yang lemah. Anak juga lebih memperhatikan informasi yang didengarnya, jadi kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungannya.

Cara menstimulasi:
Bekali anak dengan tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Libatkan anak dalam kegiatan diskusi, coba bacakan informasi, kemudian meringkasnya dengan bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami.

3. Tipe KINESTETIK
Kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan indera tubuh. Pada model gaya belajar kinestetik, informasi terbagi menjadi data berupa gerakan dan sentuhan.

Ciri anak tipe Kinestetik:
Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif, banyak gerak fisik dan memiliki koordinasi tubuh yang baik, menyukai kegiatan/permainan yang menyibukkan secara fisik, lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada menjelaskan.

Kendalanya, anak sulit mempelajari hal-hal yang abstrak, tak bisa belajar di sekolah-sekolah yang bergaya konvensional di mana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Kapasitas energi anak cukup tinggi, sehingga bila tidak disalurkan akan berpengaruh terhadap konsentrasi belajarnya.

Cara menstimulasi:
Bersekolah pada sekolah yang menganut sistem active learning di mana siswa banyak terlibat dalam proses belajar. Dengan begitu, kemampuannya dapat berkembang optimal. Untuk siswa yang memiliki kapasitas energi berlebih, sebaiknya diberikan aktivitas fisik, seperti kegiatan olahraga atau kesenian. Salurkan energi dengan memberikan kebebasan beraktivitas sebelum belajar, sehingga anak bisa duduk tenang selama belajar.

Cara Praktis Kenali bakat dan Minat Siswa

Banyak guru bingung dalam mengenali bakat dan minat siswanya. Ada siswa yang selama hidupnya tidak tahu bakatnya karena tidak pernah dieksplorasi. Ada anak yang dengan sendirinya mengenali bakat dan minatnya. Jika guru membantu anak mengenali bakat dan minatnya tentu perbuatan itu sangat membantu anak dalam mengembangkan hidupnya.

Bakat tidak sama dengan kecerdasan. Bakat lebih mengacu pada motorik maupun keterampilan yang ditampilkan anak. Dengan kata lain, bakat bisa terlihat oleh orang lain. Cara yang dilakukan adalah terus-menerus mengasah bakat melalui latihan. Bakat tidak akan berkembang bila tak ada penguat, sehingga kemudian hilang. Selain bakat, mereka juga mempunyai minat terhadap bidang yang digeluti. Adanya minat juga akan menguatkan bakat tersebut.

Sedikit Bantuan
Bagaimana bisa mengetahui kalau anak berbakat? Menurut Dra. Clara Kriswanto, MA, CPBC, psikolog dari Jagadnita Consulting, anak-anak yang berbakat umumnya lebih cepat menguasai bidang tertentu dibanding anak lain, tanpa mengeluarkan usaha keras.

Contohnya anak yang berbakat menyanyi, akan lebih mudah mengenali not, ketajaman nadanya juga bagus. Anak yang berbakat dalam bidang linguistik atau bahasa, bisa meniru atau menghafal bahasa asing lebih cepat.

Begitu anak yang mempunyai bakat menggambar atau melukis. Kualitas garis yang dimiliki anak tersebut akan terlihat lebih halus. Mereka mengerti warna, komposisi yang dibuat juga lebih bagus dan menarik.

Anak yang berbakat juga bisa mempelajari sesuatu dengan cara berbeda dibanding anak lain. “Anak berbakat hanya memerlukan sedikit bantuan dari orang dewasa. Mereka kerap memecahkan masalah dengan caranya sendiri,” ungkap perempuan yang menyelesaikan MA dalam bidang Applied Anthropology & Community and Youth Work Goldsmith College University of London.

Anak yang senang mengutak-atik mainan merupakan wujud dari minatnya terhadap benda tersebut. Baginya, mengutak-atik mainan merupakan eksplorasi dari keingintahuannya lebih lanjut.

Anak yang mempunyai bakat biasanya juga mampu memotivasi diri sendiri untuk mempelajari hal-hal yang sangat disukainya. Anak yang senang bermain piano atau berenang tak hanya berlatih saat gurunya datang. Mereka akan berlatih piano atau berenang tanpa disuruh.

“Idealnya, bakat yang dimiliki oleh anak sejalan dengan minatnya. Dengan begitu, potensi atau kemampuan yang dimiliki anak akan tergali secara optimal, sehingga anak mampu berprestasi,” tutur Clara.

Bangkitkan Minat
Sayangnya tak semua bisa berjalan beriringan antara bakat dan minat. Ada anak berbakat yang ternyata tidak berminat dengan bakat yang dimilikinya. Bila ini terjadi, kata psikolog lulusan UI ini, diperlukan dukungan lebih banyak dari orangtua, agar bakat anak bisa terasah secara optimal.

Kalau tidak mendapat dukungan dari orangtua atau dibangkitkan minatnya, bakat yang dimiliki anak tidak akan berkembang. Bisa saja anak tersebut agak lambat untuk mengembangkan kemampuannya, terutama ketika menyadari bahwa ia mempunyai bakat dalam bidang tertentu.

Madonna contohnya. Di usia 40 tahun, saat sudah mempunyai dua anak, ia membuat buku anak. Bakat yang dimilikinya baru disadari saat dirinya menjadi seorang ibu.
Sebenarnya hal serupa juga bisa terjadi pada anak yang mempunyai minat dalam bidang tertentu, tetapi tidak berbakat. Contohnya anak ingin mengikuti Indonesia Idol, tetapi tidak mempunyai bakat menyanyi. Nah, pada anak tipe ini, dibutuhkan usaha yang lebih keras dibandingkan anak berbakat. Caranya tentu saja dengan mengikuti les vokal untuk mendapat suara yang baik.

Yang penting, tambah Clara, orangtua perlu memperkaya minat anak. Jangan sampai anak hanya terpaku dengan satu minat saja. Anak yang berminat pada sepakbola, misalnya, sebaiknya juga dikenalkan dengan kegiatan lain.

“Katakan pada anak bahwa olahraga tidak hanya sepakbola. Masih ada kegiatan lain, seperti seni, yang bisa dikenalkan,” kata Clara.

Cara mudahnya adalah dengan mengenalkan anak kepada teman-teman sebaya yang mempunyai beragam minat dan bakat.

Lakukan Tes Bakat
Ada beberapa cara untuk mengenali bakat anak, yaitu:
1. Melihat tingkah laku anak. Kegiatan apa yang sering dilakukannya? Anak lebih berminat pada hal-hal apa?
2. Mengikuti perkembangan anak dengan cermat.
3. Memberikan berbagai macam stimulus atau rangsangan kepada anak, misalnya dengan memberikan les atau permainan yang variatif.
4. Melakukan tes psikologi (tes bakat) untuk melihat kelebihan dan kelemahan anak. Tes ini bisa dilakukan saat anak berusia 7 tahun atau saat masuk sekolah. Pada usia tersebut sudah terlihat bakat serta minat anak.

Pahami Perkembangan Anak
Menurut Dra. Clara Kriswanto, MA, CPBC, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua saat memberikan les untuk anak.
1. Tidak mengutamakan pencapaian target. Penting diingat bahwa les diberikan sebagai upaya pengenalan kegiatan kepada anak.
2. Les sebaiknya diberikan oleh guru yang memahami perkembangan anak. Jangan sampai guru memberi hukuman saat anak tidak bisa mengikuti les. Clara mencontohkan, saat anaknya harus les piano, selalu menangis bila sudah sampai di tempat les. Setelah ditilik, rupanya guru les kerap mencubit atau memukul tangan anaknya bila tidak bisa mengikuti instruksi sang guru.
3. Pastikan anak tetap memiliki waktu yang seimbang untuk bermain dan istirahat.
4. Jangan memaksakan kehendak kepada anak. Yang harus diutamakan adalah minat anak.
5. Tetap pantau perkembangan anak.
6. Upayakan untuk mengembangkan semua aspek kemampuan anak.

Bakat Saja Tidak Cukup!
Psikolog Clara Kriswanto menegaskan bahwa bakat saja tidak cukup. Setidaknya diperlukan tiga hal lain yang akan mengasah potensi anak :

a. Harus ada dukungan dari orangtua maupun lingkungan
Dukungan yang diberikan tak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dukungan moril. Memberikan pujian (tanpa berlebihan dan terlalu sering) saat anak menunjukkan kemampuan juga menjadi bentuk dukungan. Bentuk dukungan juga bisa diberikan dengan tidak membanding-bandingkan anak dengan saudara atau temannya, apalagi sampai mendapat label negatif.

b. Tidak berhenti berusaha
Kalau anak tidak berminat, padahal mempunyai bakat di bidang seni atau olahraga, hendaknya orangtua tidak menyerah. Bisa saja anak merasa malas karena terlalu banyak les, hingga kelelahan. Ada baiknya tidak mengikutkan les terlalu banyak bagi anak. Orangtua hendaknya tidak memaksakan kehendak pada anak. Hukuman fisik seperti mencubit atau memukul saat anak tidak berlatih harus dihindari. Hukuman dapat membuat anak tidak tertarik pada kegiatan tersebut.

c. Berikan fasilitas yang memadai
Fasilitas yang diberikan tidak harus selalu mahal. Sediakan fasilitas sesuai kemampuan orangtua. (Sumber: Kompas. com/Diana Yunita Sari)

Siswa Buka HP di Kelas, Asyik Sendiri dalam Waktu Lama, Pornografi Bisa Jadi Dibukanya

Saat ini, banyak siswa membawa HP di sekolah jika tanpa peraturan melarangnya. Mereka dapat bermain peran seolah-olah memperhatikan guru tetapi tangan dan mata bermain HP untuk membuka internet. Guru perlu mencermati gerak-gerik siswa yang demikian itu. Jangan-jangan, pornografi yang dinikmatinya. Mereka asyik menikmati situs porno daripada menikmati omongan guru yang tiap hari berulang-ulang itu.

Memang, siswa berada pada alam globalisasi informasi yang ibaratnya berada pada dua sisi mata uang, positif dan negatif. Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Masayu S Hanim, mengingatkan para orangtua untuk memantau tayangan dan informasi yang diakses putra-putrinya sejak anak-anak hingga menginjak usia remaja.

Berdasarkan penelitian LIPI pada 2005-2007 di sejumlah kota di Indonesia, menyaksikan atau mengakses konten porno bisa menimbulkan addiction alias ketagihan. Ia memaparkan, dari hasil penelitian di Palembang dan Semarang, sebanyak 51 persen dan 42 persen responden mengaku ketagihan setelah menyaksikan tayangan pornografi.

"Kalau untuk anak-anak dan remaja, ini kan bahaya sekali. Apalagi sekarang akses internet yang luas membuka peluang menikmati tayangan ini menjadi semakin besar. Perlu pantauan orangtua terhadap anak-anaknya," kata Masayu dalam sarasehan "Pornografi Anak" di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2010).

Aktivitas yang dilakukan untuk mengakses konten pornografi, di antaranya, dilakukan melalui film atau DVD/VCD porno dan membaca majalah/buku porno yang kemudian mendorong untuk melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Selain ketagihan, dampak tayangan pornografi juga akan menimbulkan escalation atau hasrat untuk melakukan tindakan seksual dan membangkitkan kecenderungan untuk melakukan serta meniru.

"Kita juga harus kritis terhadap tayangan di televisi. Iklan juga secara tidak sadar ada yang memuat konten pornografi dan terkadang luput dari perhatian kita, tetapi bisa dicontoh oleh anak-anak," katanya.

Sementara itu, Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewo Broto mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meminimalisasi akses ke situs-situs porno. Orangtua juga bisa melakukan filter sendiri dengan memblok situs-situs yang dinilai membahayakan bagi anak-anaknya.

"Bisa diakses di internetsehat.org. Orangtua atau kita bisa memilih, situs-situs apa saja yang akan diblok sehingga tidak bisa diakses anak-anak," ujar Gatot.

Guru di Mata Mbok Siti (71)

Kupikir-pikir, dudukku itu sangat tidak menyenangkan sehingga kaki kiriku terasa kesemutan. Bersila merupakan pekerjaan yang menyakitkan kaki. Aku berkali-kali mengubah posisi duduk sampai Mbok Siti tersenyum melihat dudukku itu.
"Kalau tidak pas duduknya, anakku boleh pindah di tikar yang rata dan nyaman", sela Mbok Siti.
"Iya, Mbok", kataku singkat sambil aku menggeser tubuh untuk duduk di atas tikar dengan pas.
Posisi duduk akan menentukan nyaman tidaknya tubuh ini. Begitu pula, jika guru berada di dalam kelas dengan posisi tidak nyaman tentu kebebasan mengajar sedikit terkurangi akibat pecahnya konsentrasi.
Guru itu juga harus dapat memilih dan menentukan posisi berdiri saat di dalam kelas. "Pastikan, posisi berdiri atau duduk memberikan kenyamanan dan bermakna dalam pembelajaran", tutur Mbok Siti yang sederhana itu.

Guru di Mata Mbok Siti (70)

Aku menikmati pisang goreng yang disuguhkan di piring putih yang berada tepat di depanku. Pisang itu terasa nikmat karena masih hangat dan suasana mendung sangat mendukung daya lahapku. "Enak sekali pisang ini, Mbok?" tanyaku lirih sambil melirik Mbok Siti yang juga duduk di sebelahku.
"Iya, nak. Pisang ini nikmat karena tepat menggorengnya", jawabnya singkat dan dingin.
"Maksudnya, Mbok?" tanyaku balik dengan cepat.
"Andai pisang ini di penggorengan hanya sebentar dan tepung yang membalutnya tidak matang, tentu pisang ini tidak dapat dinikmati dengan nikmat", jawabnya.
Begitu juga, siswa yang hanya sebentar dan belum layak matang tentu akan berbeda dengan siswa yang matang dalam proses.
Guru perlu mengukur seberapa lama siswa berada dalam proses. Takaran waktu yang sesuai dengan perkembangan siswa sangat diperlukan.

Senin, 22 Maret 2010

Penyebab Gangguan Otak

Bagaimana otak siswa kita? Otak siswa kita pasti sempurna seperti harapan gurunya. Hanya saja, otak mereka akan dapat menurun fungsinya jika guru salam menyikapinya. Otak adalah organ tubuh yang paling vital dan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Jika manusia diibaratkan sebuah komputer, otak adalah prosesornya. Tapi tanpa disadari, setiap harinya otak bisa mengalami kerusakan dari kebiasaan hidup sehari-hari.

Seperti dilansir Calorielab, Kamis (11/2/2010), otak manusia terdiri lebih dari 100 miliar saraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu saraf lain. Otak adalah organ tubuh vital yang merupakan pusat pengendali sistem saraf pusat.

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi, ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.

Otak adalah penyalur energi terbesar bagi tubuh. Meski ukuran otak hanya sebesar 2 persen dari keseluruhan berat badan manusia, tapi seluruh kegiatan tubuh dikontrol olehnya. Artinya jika berat badan seseorang 60 kg, maka berat otaknya sekitar 1,2 kg. Hampir 75 persen otak manusia terdiri atas air.

Hanya sekitar 10% fungsi otak yang difungsikan oleh manusia, dengan demikian seharusnya masih banyak potensi otak yang belum diolah oleh manusia. Apalagi kekuatan kompetensi otak adalah sekitar 1013 – 1016 operasi per detik.

Untuk itulah otak perlu dijaga dan dirawat, jika tidak penyakit-penyakit yang merusak otak pun bisa terjadi. Seperti dikutip dari Healthmad, Kamis (11/2/2010), berikut ini 10 kebiasaan sepele yang menyebabkan otak menjadi rusak, yaitu :

1. Tidak sarapan
Mereka yang tidak sarapan akan memiliki kadar gula darah yang rendah. Hal ini akan memicu ketidakcukupan nutrisi pada otak padahal otak butuh nutrisi yang cukup untuk tetap bisa bekerja. Akibat kurang suplai nutrisi terutama glukosa, akhirnya kemampuan otak akan cepat menurun.

2. Makan berlebihan
Sikap yang terlalu berlebihan bisa mengeraskan pembuluh darah di otak yang akhirnya dapat menurunkan kekuatan mental.

3. Merokok
Semua orang tahu merokok itu tidak baik untuk kesehatan dan ada banyak dampak buruk yang dihasilkan bagi organ tubuh jika merokok. Khusus untuk organ otak, merokok bisa menyebabkan otak menyusut dan memicu penyakit pikun atau Alzheimer. Sel-sel saraf akan menyusut pada bagian hippocampus dan korteks depan yang berfungsi menyimpan ingatan.

4. Konsumsi gula berlebih
Terlalu banyak mengonsumsi gula akan mengganggu proses penyerapan protein dan nutrisi sehingga tubuh akan mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) dan akhirnya mengganggu perkembangan otak.

5. Polusi udara
Otak adalah organ yang mengonsumsi oksigen paling banyak dari tubuh. Menghirup udara yang penuh polusi akan mengurangi suplai oksigen ke otak dan akhirnya mengurangi efisiensi otak dalam bekerja.

6. Kurang tidur
Tidur akan membuat otak berisitirahat. Kekurangan tidur dalam jangka waktu lama sama saja dengan membunuh sel otak perlahan-lahan karena otak terus dipaksa untuk tetap menyala padahal otak juga butuh istirahat.

7. Menutup kepala saat tidur
Tidur dengan kepala ditutup bantal misalnya, akan meningkatkan konsentrasi karbondioksida ke otak. Saat bernafas dengan kepala tertutup, karbondioksida hasil bernafas akan masuk kembali ke dalam tubuh dan hal itu sangat berbahaya.

8. Tetap bekerja dalam keadaan sakit
Memaksakan diri untuk bekerja atau belajar dalam kondisi sakit sangat tidak baik untuk otak dan akan merusak sel-sel otak.

9. Jarang berbicara
Percakapan akan membantu seseorang untuk terus mengaktifkan sel-sel otaknya, apalagi percakapan yang berbau intelektual. Orang yang jarang berbicara akan membiarkan sel-sel otaknya mati perlahan-lahan karena tidak pernah mengaktifkannya.

10. Jarang menstimulasi pikiran
Berpikir adalah cara paling baik untuk melatih otak. Kurang menstimulasi otak dengan berbagai hal akan menyebabkan otak menyusut. Sel-sel otak akan mati karena tidak ada sesuatu yang membuat otak berkembang.

Penyakit yang berhubungan dengan otak antara lain ketidak mampuan berkomunikasi (Asperger syndrome), trauma atau kerusakan batang otak (traumatic brain injury), keterbelakangan mental (Down syndrome), epilepsi, autisme, ganguan kejiwaan (psychiatric disorders), penyakit disorientasi otak (Alzheimer), kelainan otak kronis yang mengganggu pergerakan (Parkinson), kelumpuhan (Paralyses), kerusakan atau kematian sebagian otak (partial brain degenerative disorder), Szhizoprenia dan lainnya.

Pengobatan yang biasa diterapkan untuk penyakit-penyakit otak adalah menggunakan obat-obatan dan terapi psikis. Tapi kini peneliti dan para ilmuwan sedang giat mengembangkan teknik pengobatan terapi gen dan stem cell yang diyakini dapat memperbaiki neuron atau bagian otak yang telah rusak atau mati.

Selain itu, pengembangan virus tertentu yang telah dimodifikasi secara molekular juga menjadi alternatif baru yang sedang duji peneliti. Virus yang telah dilemahkan ini kemudian diinjeksi ke pasien dan selanjutnya akan bermanfaat memperbaiki sistem saraf yang rusak.(fah/ir)Penyebab Gangguan Otak dalam Belajar

Adakah Hubungan Orang Jenius dengan Kegilaan?

Di masyarakat, sering tersebar isu bahwa si pintar itu sekarang gila. Dia itu seperti gila tetapi pandai. Adakah hubungan antara kejeniusan dengan kegilaan? Pemikiran itu muncul karena orang melihat banyak tokoh-tokoh jenius yang ternyata memiliki gangguan kejiwaan.

Isaac Newton (fisikawan), Ludwig van Beethoven (komposer), Edgar Allan Poe (penulis), Vincent van Gogh (pelukis) dan John Nash (matematikawan) adalah contoh orang-orang jenius yang mengalami gangguan kejiwaan hingga schizofrenia. Tapi para ahli masih mendebatkan masalah itu. Penelitian terus dilakukan untuk membuat definisi yang jelas antara jenius dan kegilaan.

"Batas-batas antara normal, tidak normal, dan supernormal masih belum banyak yang memuaskan. Apa mungkin perilaku eksentrik seseorang dapat dianggap kegilaan bagi orang lain. Apakah seseorang yang yang gila mungkin dianggap jenius oleh orang lain. Jika orang jenius terlalu jauh pemikirannya di depan waktunya, ide-ide cemerlang itu mungkin tidak akan dihargai kecuali ia telah meninggal," kata Dr Kenneth Lyen, pediatrik dan penulis tentang kreativitas otak yang juga dokter di Mount Elizabeth Hospital Singapura dalam jurnalnya yang dimuat di sma.org, Kamis (25/2/2010).

Seorang jenius secara samar didefinisikan sebagai orang yang sangat kreatif dan mampu membuat kontribusi yang signifikan bagi kemanusiaan, sering menentang pakem-pakem dan membangun paradigma baru.

Sedangkan gangguan mental atau kegilaan merupakan suatu pola psikologis atau gangguan perilaku yang terjadi pada seseorang yang diakibatkan karena tekanan mental atau gangguan di saraf, tapi untuk beberapa jenis kegilaan seperti schizofrenia bahkan belum ditemukan penyebabnya.

Tapi di tahun 2007 seperti dilansir dailymail, ilmuwan telah menemukan sebuah gen yang menghubungkan kecerdasan dengan salah satu bentuk kegilaan, yaitu schizofrenia. Hasil penelitian diketahui bahwa hal yang terjadi pada tokoh-tokoh dunia tersebut disebabkan adanya gen tertentu, yang dikenal sebagai DARPP-32.

Ilmuwan Amerika menemukan bahwa gen yang sama juga dibentuk dan dikendalikan oleh rangkaian saraf yang terlibat erat dengan schizofrenia. Rangkaian ini menghubungkan korteks prefrontal dengan bagian otak yang lain, stiatum. Ini mempengaruhi fungsi otak dalam penderita schizofrenia seperti motivasi, memori kerja, dan jenis-jenis pembelajaran tertentu.

Para peneliti, yang melaporkan temuannya dalam Journal of Clinical Investigation, mempelajari lebih dari 1.000 sampel DNA dari individu yang sehat dan pasien dengan schizofrenia.

Teori lain yang juga menarik untuk melihat penelitian jenius dan gila ini adalah "teori biososial kreativitas". Pada intinya, teori ini menyatakan bahwa kreativitas adalah genetik dan dengan demikian jenius adalah dilahirkan bukan dibuat.

Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tokoh-tokoh kreatif dunia seperti pelukis Van Gogh dan penulis Jack Kerouac yang jenius ternyata juga menderita gangguan psikotik. Mereka berdua dipuji sebagai orang yang jenius tetapi justru menunjukkan perilaku merusak diri sendiri.

Tapi banyak juga yang tidak setuju kalau jenius dibilang mirip dengan gila. Orang jenius mengolah pikiran-pikiran gilanya menjadi konstruktif (bangunan). Sedangkan orang gila justru membuat pikiran-pikiran konstruktifnya menjadi destruktif (hancur). "Orang jenius bisa jadi gila tapi orang gila tidak bisa jadi jenius," kata barisan orang yang tidak mau gila disamakan dengan jenius.

Sementara menurut Dr Kenneth Lyen setidaknya ada 7 penyakit yang mengaitkan antara kelainan jiwa dan jenius, meskipun itu kondisi yang masih sulit didiagnosa.

1. Disleksia
Disleksia adalah gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan mengenali dan memahami bahasa tertulis ketika membaca, menulis, dan mengeja. Orang-orang terkemuka yang diduga menderita disleksia adalah Albert Einstein, Thomas Alva Edison, Walt Disney, Pablo Picasso dan Lee Kuan Yew.

2. Bipolar
Gangguan bipolar dicirikan oleh perubahan suasana hati antara euforia dan depresi. Gejala psikotiknya seperti delusi, halusinasi, paranoia atau berperilaku aneh. Orang terkenal yang dianggap memiliki gangguan bipolar adalah Winston Churchill, Edgar Allan Poe, Sylvia Plath, Robert Schumann, Vincent Van Gogh, Tim Burton dan Francis Ford Coppola.

3. Schizofrenia
Schizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang parah ditandai dengan halusinasi, delusi, emosi yang tumpul dan penarikan diri yang dalam. Contoh orang jenius yang terpengaruh skizofrenia adalah John Nash.

4. Obsesif-Compulsive Disorder (OCD)
OCD adalah kondisi kejiwaan yang ditandai dengan tekanan untuk berpikir dan berperilaku terus-menerus. Seperti obesesi untuk terus mencuci tangan, mengecek pintu berulang-ulang karena ada perasaan tidak nyaman. Orang terkenal yang memperlihatkan kecenderungan OCD antara lain Nicola Tesla, Howard Hughes, dan Marc Summers.

5. Autistic Savant
Sekitar 10 persen penderita austis memiliki savant syndrome yang menunjukkan bakat-bakat luar biasa seperti menghitung cepat, kemampuan mekanik, seni lukis atau patung, musik. Beberapa profesor di universitas yang cenderung suka menyendiri terdiagnosis memiliki autistic savant.

6. Terminal Illness
Meskipun bukan kondisi kejiwaan, penyakit terminal dapat memicu respons emosional yang luar biasa pada penderitanya. John Stuart Mills menderita TBC, yang tidak dapat disembuhkan dan menyebabkan kematian perlahan-lahan. Setelah diagnosa, dia mulai menulis karya-karya yang akan membuatnya terkenal.

7. Epilepsi
Penyakit ini juga bukan masalah kejiwaan, tetapi banyak orang cerdas memiliki riwayat epilepsi. Karena ini adalah kondisi otak maka ini relevan ketika mendiskusikan fungsi otak yang superior. Orang terkenal yang menderita epilepsi antara lain Julius Caesar, Alexander Agung, Napoleon Bonaparte, Pyotr Tchaikovsky, Charles Dickens, George Handel dan Hector Berlioz.

Belajarlah agar Otak Tidak Berkerut

Selama ini ada ungkapan terlalu banyak belajar bisa bikin otak panas. Tapi makin banyak belajar justru bisa membuat otak manusia tetap sehat bukan keriting. Otak yang terus berpikir mencegah efek penuaan pada memori dan pikiran.

Peneliti neurobiologis dari UC Irvine menunjukkan bukti visual pertama yang menunjukkan bahwa kegiatan belajar bisa membantu menjaga kesehatan otak bukannya membuat otak keriting. Penelitian ini menggunakan teknik visualisasi model belajar dalam menyusun memori.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Lulu Chen dan Christine Gall menemukan bahwa bentuk-bentuk pembelajaran sehari-hari dapat membantu neuron reseptor menjaga sel-sel otak agar tetap berfungsi secara optimal.

Reseptor ini diaktifkan oleh protein yang disebut dengan brain-derived neurotrophic factor (BDNF), protein ini memfasilitasi pertumbuhan dan perbedaan koneksi atau sinapsis yang bertanggung jawab terhadap komunikasi antar neuron. Sedangkan protein BDNF berfungsi sebagai kunci dalam hal pembentukan ingatan.

"Hasil penemuan ini menunjukkan hubungan antara pembelajaran dengan pertumbuhan otak, sehingga kita dapat memperkuat hubungan tersebut yang memungkinkan terciptanya pengobatan untuk masa depan," ujar Lulu Chen, peneliti lulusan anatomi dan neurobiologi, seperti dikutip dari ScienceDaily, Kamis (4/3/2010).

Peneliti juga menemukan bahwa proses ini berkaitan dengan proses pembelajaran yang berhubungan dengan ritme otak yang disebut dengan ritme theta, irama ini penting dalam hal pengkodean memori baru.

Ritme theta terjadi di daerah hippocampus yang melibatkan banyak neuron yang dapat menembak secara serentak dengan tingkatan 3-8 kali per detik, serta menjadi mekanisme seluler yang mendasari proses pembelajaran dan memori.

"Hubungan ini memiliki implikasi untuk menjaga kesehatan otak agar tetap baik. Terdapat bukti bahwa ritme theta akan melemah saat usia seseorang bertambah sehingga menyebabkan gangguan memori. Karena itu aktivitasnya harus dirangsang agar tidak melemah dan lajunya tetap konstan, sehingga membatasi penurunan memori," ujar Christine Gall, seorang profesor anatomi dan neurobiologi.

Dengan seringnya seseorang mempelajari sesuatu, maka akan membuat pertumbuhan otak tetap sehat. Selain itu rangsangan mental akan membantu mencegah kepikunan.(Sumber: Detik.com/ver/ir)

Belajar Lewat DVD Kadang Memperburuk Hasil Belajar

Orangtua sering membelikan anaknya DVD untuk membantunya belajar mengenal huruf atau angka. Namun laporan yang muncul justru menunjukkan tidak adanya tanda-tanda peningkatan kemampuan belajar pada anak lewat cara itu.

Anak-anak usia 12-24 bulan yang belajar melalui video pendidikan, secara keseluruhan tidak menunjukkan bukti adanya peningkatan pembelajarannya dalam hal bahasa atau kata-kata. Hasil ini dilaporkan dalam Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine.

Anak di bawah 2 tahun setiap harinya bisa menghabiskan waktu sekitar 2 jam berada di depan televisi. Rata-rata anak ini menonton program yang dirancang untuk kelompok usia 6 bulan. Produsen mengklaim bahwa media ini bisa mengarahkan anak-anak untuk belajar mengenai kosa kata, tapi hal ini belum terbukti.

Rebekah A. Richert, Ph.D dan rekannya dari University of California, Riverside menganalisa kemampuan kosakata dari 96 anak usia 12-24 bulan.

Anak-anak itu diuji mengenai pengukuran kosakata serta perkembangannya secara umum dan pengasuhnya juga ditanya mengenai perkembangan anak-anaknya sebelum dan sesudah menonton video pendidikan. Setengah dari anak-anak ini diberi DVD pendidikan untuk ditonton di rumah.

Setelah dilakukan tes selama 6 minggu, peneliti tidak menemukan bukti adanya peningkatan pembelajaran pada anak yang diberikan video pendidikan. Tapi didapatkan data bahwa anak yang menonton video pada usia terlalu dini justru memiliki skor lebih rendah dalam hal pengetahuan kosakata.

Diduga keterlambatan perkembangan bahasa anak yang menonton DVD karena hanya terjadi komunikasi satu arah saja yaitu anak hanya mendengar dan melihat.

Sedangkan yang dibutuhkan oleh anak dalam tahap perkembangannya adalah komunikasi dua arah yang bisa mendorong anak untuk berlatih mengucapkan kosa kata tersebut.

Jika menonton video saja, sangat kecil bayi ikut terlibat mengucapkan dan mengingat kosa kata sehingga tidak mungkin bisa meningkatkan perkembangan bahasanya. Tetap saja diperlukan pengasuh yang membantu anak mempelajari kata-kata tersebut.

"Kami menyimpulkan bahwa orangtua, praktisi dan pembuat program juga mempertimbangkan berbagai faktor kognitif yang berkaitan dengan perkembangan anak, sehingga proses pembelajaran bisa sesuai dengan yang diharapkan," ujar penulis, seperti dikutip dari ScienceDaily, Jumat (5/3/2010).

Anak-anak usia tersebut masih butuh mengembangkan kemampuan untuk dapat membedakan banyak hal dan pemahamannya terhadap simbol-simbol tertentu. Karena itu peran orangtua dan pengasuh tetap diperlukan untuk perkembangan anak, serta jangan membiarkan anak belajar sendiri hanya melalui video pendidikan saja.

Penelitian ini sebenarnya tidak jauh beda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jean Gross yang menemukan bahwa sebesar tiga persen dari bayi yang memiliki masalah kesulitan bicara disebabkan karena terlau banyak menonton televisi.

(ver/ir)

Sisi Lemah Laptop dibawa ke Kelas

Tidak bisa dipungkiri bahwa laptop menunjang proses pembelajaran mahasiswa. Namun, setelah diketahui bahwa piranti tersebut ternyata dinilai mengganggu, sejumlah institusi pendidikan di Amerika Serikat mulai memblokir masuknya komputer jinjing itu ke dalam kelas.

Adanya koneksi wireless telah mengalihkan konsentrasi siswa pada YouTube, hasil pertandingan olahraga, hingga game online di layar laptop mereka. Salah seorang profesor yang mengetahui soal ini dan akhirnya memblokir masuknya laptop di kelasnya ialah David Cole yang mengajar ratusan mahasiswa hukum di Georgetown, Washington.

Alih-alih mengijinkan mahasiswanya membawa laptop, Cole malah menganjurkan mereka untuk membawa catatan saja. George Washington University adalah salah satu dari sederet universitas yang melakukan hal ini selain American University, College of William and Mary, dan lainnya.

Bahkan salah satu profesor dari Universitas Colorado, Diane E. Sieber, mengungkap bahwa nilai yang didapat 17 orang siswanya yang kecanduan laptop di kelas begitu buruk.

Dikutip detikINET dari Washington Post, Kamis (11/3/2010), di akhir semester, nilai akhir siswa-siswa tersebut ternyata diketahui hampir sama dengan mahasiswa yang tidak masuk kelas sama sekali.

Meski banyak yang tidak menyetujui masuknya laptop ke dalam kelas, namun masih banyak juga profesor yang mengijinkan penggunaan piranti itu saat kelas berlangsung. Mereka yang pro beralasan, perhatian kelas adalah tanggung jawab dari dosen dan bukannya 'menyalahkan' laptop. (sumber: Detik.com/sha / ash)