Senin, 21 Desember 2009

Philipina dan Sejarahnya

Filipina adalah sebuah negara republik di Asia Tenggara, sebelah utara Indonesia dan Malaysia. Filipina merupakan sebuah negara kepulauan. Negara ini terdiri dari 7.107 pulau. Filipina seringkali dianggap sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara di mana pengaruh budaya Barat terasa sangat kuat.

Filipina adalah negara paling maju di Asia setelah Perang Dunia II, namun sejak saat itu telah tertinggal di belakang negara-negara lain akibat pertumbuhan ekonomi yang lemah, penyitaan kekayaan yang dilakukan pemerintah, korupsi yang luas, dan pengaruh-pengaruh neo-kolonial. Saat ini Filipina mengalami pertumbuhan ekonomi yang moderat, yang banyak disumbangkan dari pengiriman uang oleh pekerja-pekerja Filipina di luar negeri dan sektor teknologi informasi yang sedang tumbuh pesat.

Masalah-masalah besar negara ini termasuk gerakan separatis muslim di sebelah selatan Mindanao, pemberontak-pemberontak dari Tentara Rakyat Baru (New People's Army) yang beraliran komunis di wilayah-wilayah pedesaan, kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering tidak konsisten, tingkat kejahatan yang makin meningkat, dan kerusakan lingkungan seperti penebangan hutan dan polusi laut. Filipina juga mengalami masalah banyaknya penduduk di daerah-daerah perkotaan akibat kurangnya lapangan pekerjaan di wilayah pedesaan dan tingkat kelahiran yang tinggi.

Peninggalan tertulis Filipina dimulai sekitar abad ke-8 berdasarkan temuan lempeng tembaga di dekat Manila. Dari tulisan pada lempeng itu diketahui bahwa Filipina berada dalam pengaruh Sriwijaya. Namun demikian bukti tertulis ini sangat sedikit sehingga bahkan ahli-ahli sejarah Filipina masih beranggapan sejarah Filipina dimulai pada era kolonialisme.

Sebelum orang-orang Spanyol datang pada abad ke-16, di Filipina berdiri kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak animisme yang terpengaruh sedikit kultur India dan yang bercorak Islam di bagian selatan kepulauan. Kerajaan-kerajaan muslim ini mendapat pengaruh kuat dari Kerajaan Malaka.

Sepanjang masa 265 tahun, Filipina merupakan koloni Kerajaan Spanyol (1565-1821) dan selama 77 tahun berikutnya diangkat menjadi provinsi Spanyol (1821-1898). Negara ini mendapat nama Filipina setelah diperintah oleh penguasa Spanyol, Raja Felipe II. Setelah Perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898, Filipina diperintah Amerika Serikat. Ia kemudian menjadi sebuah persemakmuran di bawah Amerika Serikat sejak tahun 1935. Periode Persemakmuran dipotong Perang Dunia II saat Filipina berada di bawah pendudukan Jepang. Filipina akhirnya memperoleh kemerdekaannya (de facto) pada 4 Juli 1946. Masa-masa penjajahan asing ini sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat Filipina. Negara ini dikenal mempunyai Gereja Katolik Roma yang kuat dan merupakan salah satu dari dua negara yang didominasi umat Katolik di Asia selain Timor Leste.

Filipina berada di urutan ke-12 di dunia dalam jumlah penduduk dengan jumlah 86,241,697 jiwa pada 2005. Sekitar dua per tiga penduduk tinggal di Pulau Luzon dan Manila, ibu kotanya, berada di urutan ke-11 dalam jumlah penduduk area metropolitan. Orang-orang Filipina dikenal dengan nama Filipino yang berasal dari orang aborigin Taiwan dan bercampur dengan orang-orang Tiongkok Selatan, Polinesia, dan Spanyol/Amerika. Orang Filipina terbagi dalam 12 kelompok etnolingustik dengan yang terbesar adalah Tagalog, Cebuano, dan Ilocano. Penduduk asli Filipina ialah suku Aeta namun sudah terpinggir dan populasinya tinggal 30 ribu jiwa.

Tiga kelompok minoritas terbesar asing adalah orang Tionghoa, Amerika, dan Asia Selatan. Sisanya adalah orang-orang Eropa, Arab, Indonesia, Korea, dan Jepang. Orang-orang Mestizo adalah minoritas sebesar 1-2% yang berpengaruh. Dalam penelitian dari Universitas Stanford, ditemukan bahwa 3,6% populasi memiliki turunan dari bangsa Eropa.

95,9% penduduk Filipina bisa membaca, salah satu yang tertinggi di Asia, dan setara untuk pria maupun wanita. Angka harapan hidup penduduknya adalah 69,29 tahun; 72,28 untuk wanita dan 66,44 untuk pria. Pertumbuhan penduduk per tahunnya sebesar 1,92% dan sekarang Filipina sedang mengalami masalah kepadatan penduduk karena angka kelahirannya tinggi. Filipina mempunyai kira-kira 85 juta penduduk menurut perkiraan sensus 2005. (sumber: Wikipedia)

Jambore ke-26 Asia-Pasifik di Kaki Gunung Makiling, Provinsi Laguna, Filipina

Indonesia tidak ketinggalan dalam berpramuka. Gerakan Pramuka Indonesia akan mengirimkan kontingen yang beranggotakan 144 anggota Pramuka putra dan putri dari seluruh Indonesia berusia 12-17 tahun untuk ikut-serta dalam Jambore Pandu Regional Asia-Pasifik ke-26 di kaki Gunung Makiling, Provinsi Laguna, Filipina, 28 Desember 2009 sampai 3 Januari 2010.

Jambore adalah perkemahan besar para Pandu/Pramuka yang diisi berbagai kegiatan dan permainan lapangan serta bergembira bersama. Lebih dari enam ribu Pandu/Pramuka atau Scout putera dan puteri dari 26 negara Asia-Pasifik diharapkan ikut-serta dalam Jambore tersebut, yang bertujuan mempererat persaudaraan dan saling-pengertian antar generasi muda calon-calon pemimpin bangsa guna membangun kerjasama sosial-ekonomi dan perdamaian kawasan.. Tema Jambore Asia Pasifik ke-26 adalah “Scouts: Creating a Better World” (Pandu: Menciptakan satu Dunia yang Lebih Baik).

Panitia Jambore mengenakan biaya 200 Dollar AS kepada setiap peserta untuk transportasi lokal, makanan dan tenda untuk berkemah. Sedangkan biaya di luar itu, peserta harus menanggung sendiri antara lain untuk biaya tiket pesawat Jakarta-Manila p.p. serta perlengkapan kontingen termasuk seragam lengkap Pramuka kecuali sepatu, ransel besar dan back pack, tas pinggang, jaket, t-shirt, topi lapangan, souvenir, kartu nama dengan foto dan alamat e-mail, pin dan badge kontingen. Bila ditotal biaya keseluruhan yang dibutuhkan sekitar Rp 10 juta rupiah/ peserta.

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka juga memberi kesempatan kepada anggota Penegak, Pandega dan anggota dewasa berusia 18 hingga 45 tahun untuk menjadi sukarelawan panitia jambore atau dikenal dengan istilah International Service Time (IST). Hanya 20 anggota putra dan putri dari Gerakan Pramuka Indonesia yang dialokasikan sebagai IST, dengan batas waktu pendaftaran paling lambat 15 Oktober 2009, serta menanggung sendiri biaya tiket pesawat Jakarta-Manila p.p. dan fee 200 Dolar AS.

Di antara berbagai kegiatan yang digelar dalam Jambore Asia-Pasifik adalah termasuk Global Development Village dan Asia-Pasific Region Village, yang mempertunjukan berbagai karya seni dan budaya, serta kemajuan ilmu dan teknologi, juga kegiatan pelestarian lingkungan dari berbagai negara dan bangsa di Asia-Pasifik. Bumi perkemahan Makiling National Scout Reservation Camp pernah menjadi arena Jambore Pandu se Dunia ke-10 tahun 1959. Jambore Pandu Asia-Pasifik 1973 juga diselenggarakan di Gunung Makiling, Filipina.

Pandu se Asia-Pasifik bertekad menggalang semangat SHARE (berbagi), yang dalam Bahasa Inggris adalah singkatan Solidarity (Solidaritas atau Persaudaraan), Harmony (Harmoni atau Keselarasan), Altruism (Saling Mencintai / Mengasihi), Respect (Saling Menghormati) dan Equality (Persamaan), guna mewujudkan satu dunia yang lebih baik di tengah banyak sekali perbedaan di kawasan ini karena ras, suku, dan kepercayaan.

Sekadar catatan, Jambore Kepanduan Sedunia pertama kali diadakan di Inggris pada 1920, kemudian yang kedua di Denmark (1924), selanjutnya ketiga kembali di Inggris (1929), keempat di Hungaria (1933), dan kelima di Belanda (1937). Pecahnya Perang Dunia II membuat penyelenggaraan Jambore Kepanduan Sedunia dihentikan sementara. Baru setelah Perang Dunia II usai, digelar Jambore Kepanduan Sedunia keenam di Prancis (1947), ketujuh di Austria (1951), kedelapan di Kanada (1955), dan kesembilan kembali diadakan di Inggris pada 1957 untuk memperingati 50 tahun berdirinya Gerakan Kepanduan Sedunia yang dimulai pada 1907.

Jadi, Jambore Kepanduan Sedunia ke-10 pada 1959 adalah untuk pertama kalinya para pandu di seluruh dunia menikmati berjambore dan berkemah di negara tropis. Tercatat 12.203 peserta dari 44 negara ikut serta dalam jambore itu, termasuk pula kontingen dari Indonesia.

Mount Makiling juga tercatat dalam sejarah sebagai tempat diselenggarakannya pertama kali Jambore Kepanduan Asia-Pasifik. Jambore yang diberi nama 1st Asia-Pacific Regional Jamboree diselenggarakan dari 28 Desember 1973 sampai 4 Januari 1974. Sejumlah anggota Gerakan Pramuka juga ikut dalam jambore tersebut.

Duapuluh tahun kemudian, tepatnya dari 28 Desember 1993 sampai 4 Januari 1994, Mt. Makiling kembali menerima para pandu dari mancanegara. Kali ini, di tempat itu digelar 1st ASEAN Scout Jamboree (Jambore Kepanduan ASEAN pertama). Lebih dari 12.000 peserta dari 16 negara, termasuk Kontingen Gerakan Pramuka, ikut serta dalam jambore itu. Selain dari negara-negara ASEAN, jambore tersebut memang diikuti pula oleh sejumlah pandu dari negara-negara di luar ASEAN.

Kali ini, dalam Jambore Kepanduan Asia-Pasifik ke-26 yang bakal digelar akhir Desember 2009, selain dari negara-negara di kawasan Asia-Pasifik, menurut rencana akan diikuti pula oleh sejumlah pandu dari Inggris, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya di luar Asia-Pasifik.

Boy Scouts of the Philippines (BSP), yang menjadi tuan rumah acara itu, telah siap menyambut para peserta. Presiden BSP Jejomar C. Binay, yang juga Wali Kota Makati City dan Ketua Komite Kepanduan Asia-Pasifik, serta Sekretaris Jenderal BSP J. Rizal C. Pangilinan yang merupakan direktur jambore kali ini, dalam percakapan dengan penulis beberapa waktu lalu, mengemukakan kesiapan BSP untuk menerima para pandu dari mancanegara, termasuk dari Indonesia.

Mengenal Pendidikan di Philipina

Akhir tahun 2009, penjaga gardu akan ke Philipina untuk meninjau Jambore Pramuka Asia Pasifik di Laguna, Manila. Menyongsong kunjungan itu, garduguru menyajikan pendidikan di Philipina.

Philipina merupakan negara yang memiliki persentase anak-anak dan remaja yang tinggi. Sistem pendidikan Philipina diatur setelah diterapkannya sistem pendidikan AS tetapi beberapa di antaranya telah dimodifikasi.

Sistem pendidikan ini dibagi dalam empat tingkatan, yaitu : sekolah dasar, selama enam tahun (tingkat 1 sampai tingkat 6); sekolah lanjutan, selama 4 tahun; universitas dengan lama pendidikan empat, lima, atau enam tahun (untuk tingkat sarjana); dan pelajaran tingkat sarjana lanjutan dengan lama pendidikan diatas enam tahun (terkenal dengan tingkat master atau doktor). Untuk melanjutkan ketingkat sekolah yang lebih tinggi, penyelesaian kelulusan tingkat pendidikan yang lebih rendah biasanya dibutuhkan.

Setelah menyelesaikan sekolah lanjutan dapat dipilih sejumlah institusi khusus yang menawarkan pelatihan tambahan termasuk diantaranya adalah sekolah-sekolah komputer, sekolah sekretaris dan bisnis, sekolah mengemudi dan pariwisata demikian pula sekolah-sekolah yang menyediakan tenaga kerja siap pakai. Belakangan ini juga terdapat pelatihan mekanik untuk AC, pengelasan, perbaikan mobil, dan lain sebagainya.

Pada semua tingkatan baik pada institusi negeri maupun swasta, untuk sekolah tingkat dasar dan lanjutan, sekolah-sekolah negeri lebih menonjol dibandingkan dengan sekolah-sekolah swasta. Tetapi untuk tingkat universitas, lebih banyak terdapat institusi swasta daripada negeri. hal ini juga terlihat pada institusi kejuruan dan sekolah-sekolah yang menyediakan tenaga kerja siap pakai.
Sistem Sekolah

Sekolah-sekolah dasar dan lanjutan negeri bebas dari biaya uang sekolah tetapi dikenakan pungutan biaya untuk pembangunan, proyek sekolah, seragam, dan transportasi yang mana harus ditanggung oleh orang tua. Karena sekolah-sekolah negeri berbiaya murah, maka sekolah-sekolah tersebut kekurangan perlengkapan dasar dan bahan-bahan pelajaran. Jumlah siswa didalam kelas juga sangat banyak dan terkadang waktu belajar dibagi menjadi waktu belajar pagi dan waktu belajar sore hari untuk menyesuaikan jumlah pelajar yang banyak tersebut.

Sekolah-sekolah dasar dan lanjutan swasta biasanya memiliki perlengkapan sekolah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah negeri tetapi juga jauh lebih mahal sebagaimana juga halnya disebahagian besar negara-negara lainnya. Sebahagian besar sekolah-sekolah dasar negeri dan lanjutan swasta berbiaya antara 2000 dan 5000 peso pertahun untuk uang sekolah dan perlengkapan. Sekolah yang paling eksklusif berbiaya sebesar 60.000 peso per tahun.

Umumnya, sekolah-sekolah provinsi berkualitas lebih rendah daripada sekolah-sekolah yang ada di Manila dan para pelajar yang pindah dari sekolah-sekolah provinsi ke sekolah-sekolah yang ada di ibukota acapkali tidak dapat belajar dengan baik. Para pelajar provinsi juga tidak mendapat pelatihan berbicara atau membaca dalam bahasa Inggris sebaik di ibukota dan hal ini merupakan suatu kerugian.

Secara tradisional tahun ajaran sekolah, kecuali untuk sekolah-sekolah internasional, dimulai pada bulan Juni dan berakhir pada bulan Maret. Tetapi, beberapa sekolah Philipina memulai tahun ajaran baru pada bulan September dan berakhir pada bulan Juni, hal ini diakibatkan kondisi jalan-jalan yang ada selama musim hujan. Hal membuktikan merupakan suatu masalah akibat dari panas yang terik selama musim panas dari bulan Maret hingga Juni.

Jam sekolah biasanya sehari penuh, dimulai pukul 7:00 dan berakhir pada pukul 17:00 sore harinya. Dan masih terdapat pekerjaan rumah. Pada akhir pekan, pelatihan militer dapat dilakukan. Untuk sekolah lanjutan, berbagai institusi menawarkan kelas-kelas malam yang dimulai dari pukul 17.30 sampai sekitar pukul 21.30, tetapi biasanya hanya terdapat di Manila atau kota-kota besar provinsi lainnya. Dalam kelas malam, kursus-kursus sekolah lanjutan dan universitas dapat diselesaikan dengan memperpanjang tahun ajaran sekolah. Sesi sekolah musim panas tersedia untuk perbaikan bagi para pelajar sekolah lanjutan dan kursus-kursus khusus, sebagai contoh, pelajaran ilmu komputer dari bulan April hingga Mei.

Peraturan pemerintah untuk mengenakan seragam diimplementasikan di beberapa sekolah. Peraturan-peraturan yang ditetapkan tersebut dirasa lebih keras untuk wanita daripada untuk pria. Di banyak institusi para pelajar diharuskan mengenakan tanda pengenal dengan foto mereka.

Media instruksi di universitas-universitas sebahagian besar secara eksklusif berbahasa Inggris. Hanya matakuliah atau matapelajaran yang berhubungan dengan bahasa Nasional Philipina yang menggunakan bahasa tersebut. Di sekolah lanjutan, bahasa Inggris digunakan dalam seluruh mata pelajaran ilmu pengetahuan. Bahkan di sekolah dasar, banyak matapelajaran yang menggunakan bahasa Inggris, sebagai contoh adalah dalam matapelajaran Aritmatik. Tetapi, Presiden Aquino mengeluarkan sebuah dekrit yang menyatakan bahwa seluruh tingkatan pendidikan yang ada di Philipina harus diberikan referensi dalam bahasa Inggris.

Pada saat negara Philipina menawarkan sekolah-sekolah dalam berbagai tingkatan bagi para pemudanya yang biasanya kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah Philipina tidaklah sebaik sekolah-sekolah yang ada di Barat.

Karakteristik yang unik dari Philipina adalah kenyataan bahwa di negara ini wanita lebih mendapatkan pendidikan formal daripada pria. Pada tingkat universitas, 55% para pelajarnya adalah wanita. Pada tingkat lanjutan atas, angka tersebut meningkat sampai 65%, serta 75% bagi mereka yang mencari kerja sebagai lulusan sarjana adalah wanita. Merupakan hal yang umum bagi anak keturunan keluarga kaya di Philipina untuk melanjutkan studinya di AS.

Rabu, 09 Desember 2009

Guru di Mata Mbok Siti (66)

"Mbok, hati-hati dengan sabit yang dipegang itu, nanti terluka", sergahku pelan karena ketakutan Mbok Siti memegang sabit dan membabatkan ke rumput untuk mendapatkan pakan kambing.

"Iya, anakku. Jangan khawatir, Mbok sudah biasa", jawabnya ringan. Sabit terus saja dibabatkan ke rumput lalu rumput itu dimasukkan ke keranjang di sebelahnya.

Karena sudah biasa memegang sabit, seseorang tentu tidak akan takut lagi kena iris atau babat sabit yang dipegang. "Gerakan tangan ini sudah hapal dengan arah sabit, anakku", kata Mbok Siti pelan.

Guru yang baik tentu juga seperti gerakan tangan dengan sabitnya. "Artinya, guru harus hapal benar tentang karakter muridnya sehingga dapat mengarahkan murid ke tujuan yang diinginkan", kata Mbok yang memakai baju hitam itu. Selain itu, guru juga teramat paham dengan materi ajarnya sehingga sangat mudah untuk menguatkan murid dengan materinya.

Beasiswa Pendidikan Sebesar Rp 450 Miliar dari Belanda untuk Indonesia

Dalam lima tahun ke depan, Kedutaan Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia mengalokasikan beasiswa studi di negara Kincir Angin tersebut senilai 30 juta Euro atau sekitar Rp 450 miliar.

Beasiswa belajar dari Pemerintah Belanda itu diserahkan ke StuNed. Penandatangan kontrak pengelolaan program beasiswa StuNed tahap ke-4 ini ditandatangani di Jakarta, Selasa (8/12) oleh Duta Besar Belanda Nikolaos van Dam dan Direktur Nuffic Netherlands Education Support Office (Neso) Indonesia Marrik Bellen.

Beasiswa tersebut ditujukan bagi kalangan profesional muda Indonesia. Prioritas akan diberikan kepada calon peserta yang berasal dari organisasi mitra Kedutaan Belanda, seperti departemen, pemerintah daerah, LSM, dan sektor swasta. StuNed akan memberikan beasiswa untuk tingkat master, kursus singkat berdiploma, pelatihan tailor-made, dan kursus penyegaran.

Adapun kursus penyegaran dirancang bagi para alumni StuNed agar mereka mendapatkan penyegaran ilmu dan peningkatan pengetahuan dan wawasan. Sejak dimulainya StuNed pada 2000, beasiswa pendidikan sudah dinikmati lebih dari 2.000 orang profesional Indonesia.

Selain StuNed, beasiswa studi ke Belanda bisa didapat dari program Netherlands Fellowship Programme. Beasiswa ini untuk pendidikan master dan doktor, serta program kursus berdiploma dan kursus penyegaran. Selain itu, ada juga beasiswa Huygens untuk perorangan yang berprestasi. Program ini untuk melanjutkan tahun terakhir tingkat Bachelor dan program master penuh.

Ujian dalam PLPG Seritifikasi Guru

Penyelenggaraan PLPG diakhiri dengan ujian yang mencakup ujian tulis dan ujian kinerja (praktik pembelajaran bagi guru atau praktik bimbingan dan konseling bagi guru BK). Ujian tulis dalam PLPG untuk mengungkap kompetensi profesional dan pedagogi sedangkan ujian kinerja untuk mengungkap kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Keempat kompetensi ini juga bisa dinilai selama proses pelatihan berlangsung. Rambu-rambu Ujian PLPG terdapat pada Lampiran 8. Ujian kinerja dalam PLPG dilakukan dalam praktik pembelajaran bagi guru kelas/guru bidang studi dan praktik konseling bagi guru BK.

Materi ujian ulang pada hakikatnya sama dengan ujian pertama yaitu meliputi ujian tulis dan ujian praktik. Dalam kondisi tertentu (jumlah peserta dalam rombel sedikit) maka ujian praktik dapat menggunakan kelas lain sesuai dengan kondisi setempat misalnya melibatkan panitia dan atau instruktur sebagai siswa.

Pembelajaran Kontekstual untuk Guru yang Mau Berubah

Guru harus berubah dengan dilatih terus-menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contekstual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, dan perubahan filosofinya, dan sebagainya. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok.

Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyarakat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.

Namun dalam keseharian, guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru di lapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya.

Ada beberapa strategi pengajaran yang perlu dikembangkan guru secara kontekstual antara lain, Pertama, pembelajaran berbasis masalah; Sebelum memulai proses belajar-mengajar di kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu dan siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Di sini guru merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

Kedua, memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar; guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa misalnya, di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakatnya serta penugasan siswa untuk belajar di luar kelas. Ketiga, memberikan aktivitas kelompok; Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

Keempat, membuat aktivitas belajar mandiri; Peserta didik diarahkan untuk mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning).

Kelima, membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat; sekolah dapat melakukan kerja sama dengan institusi pemerintah/swasta dan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan.

Keenam, menerapkan penilaian autentik; Dalam pembejalaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar.

Guru di Mata Mbok Siti (65)

"Rumah ini disokong oleh empat tiang jati", kata Mbok Siti sambil menunjuk keempat tiang yang cukup besar itu. Aku terdiam sambil mengamati dengan cermat tiang itu.

"Berarti rumah ini sangat kokoh ya Mbok", kataku sambil memegangi salah satu tiang yang cukup besar yang menandakan rumah itu sangat lama.

"Iya, di samping besar, rumah ini sudah ratusan tahun berdiri dari generasi mbah buyutku, Nak", jawab Mbok Siti yang cukup tegar kalau berdiri. Tiang itu mampu menyangga dan menopang komponen rumah lainnya sehingga membentuk sebuah rumah yang dapat dilihat dari mana saja.

Guru hebat juga harus kokoh dan kuat. "Guru harus mempunyai kebesaran hati dan kekuatan jiwa dalam menopang dan menyangga kiprah para muridnya", tambah Mbok Siti yang tampak rambut ubannya jika dipandang dari depan.

Bagaimana bisa murid beraktivitas dengan pikiran dan jiwanya jika tidak didukung oleh penyangga yang kuat dari keilmuan dan kependidikannya? "Guru haruslah menjadi kekuatan tumpuan bagi muridnya", jelas Mbok Siti.

Senin, 07 Desember 2009

Tiga Mahasiswa Indonesia Raih Penghargaan UNESCO

Inilah sebuah awal yang baik bagi kualitas pendidikan di Indonesia. Menurut antaranews (Kamis, 12 Nov 2009, tiga mahasiswa Indonesia berprestasi mendapat penghargaan Mondialogo Award dari UNESCO dan perusahaan Jerman Daimler AG yang memproduksi mobil mewah Mercedez Benz, di Stuttgart, Jerman.

Selain kepada tiga mahasiswa teknik Indonesia berprestasi, Mondialogo Engineering Award juga diberikan kepada 60 mahasiswa berprestasi dari 28 negara, ujar Counsellor Sosbud dan PIPP KBRI Berlin Agus Priono kepada koresponden ANTARA London, Kamis.

Dikatakannya penghargaan tersebut terbagi dalam 30 proyek yaitu bidang pembangunan, pengentasan kemiskinan dan lingkungan.

Ketiga mahasiswa Indonesia berprestasi tersebut adalah Benny dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dengan proyek Zero Waste Production System in Small/Medium Industrial Cluster yang meraih medali emas.

Sementara Fengky Satria Yorestra dari Universitas Andalas dengan proyek Evacuation Infrastructure from Tsunami for Coastal Communities in West Sumatra meraih medali Perak.

Mahasiswa Udayana Nanang Sugianto dengan proyek Development of a Transportable Bioreactor for Anaerobic Treatment meraih medali perunggu.

Proyek Benny, mahasiswa Teknik Kimia semester 7 UGM yang bermitra dengan Awqi Gibran dari Chalmer University of Technology, Gothenberg, Swedia dinilai dewan juri independen bermanfaat dan kreatif karena berhasil menciptakan sumber energi alternatif bagi perkampungan secara berkelanjutan.

Dewan juri yang berasal dari beberapa negara menilai proyek Benny memanfaatkan limbah industri dan biologi untuk memproduksi barang kebutuhan sehari-hari seperti sabun herbal, berhak meraih medali emas.

Penganugerahan medali dilakukan Pimpinan Puncak Daimler AG dan Mercedez Benz Walter Eldern dan perwakilan dari UNESCO Dieter Zetsche.(*)

Jumat, 04 Desember 2009

Salut, 750 Tentara Terpaksa Menjadi Guru

Ini bukti bahwa distribusi guru tidak merata dan mengelompok di Jawa saja. Jika di Jawa banyak calon guru menganggur gara-gara tidak mendapatkan tempat alias tidak lolos tes CPNS, di perbatasan Indonesia, guru yang berlatar belakang keguruan tidak ada batang hidungnya. Antara News melaporkan bahwa sebanyak 750 tentara yang bertugas di perbatasan Kalimantan Timur dengan Malaysia terpaksa diperbantukan menjadi guru karena tidak ada tenaga pengajar di 15 kecamatan yang merupakan daerah terisolir di provinsi tersebut.

"Di samping menjaga kedaulatan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) juga mengajar anak-anak karena kebanyakan penduduk di daerah terpencil tersebut pergi bekerja ke Malaysia," kata ketua Badan Pengelolaan kawasan perbatasan Kaltim, Adri Paton, kepada ANTARA di Medan, Kamis, 3 Desember 2009.

Paton datang ke Medan sebagai narasumber dalam seminar yang diselenggarakan Departemen Komunikasi dan Informatika RI Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Medan.

Paton menjelaskan, kondisi masyarakat di kawasan perbatasan yang terisolir membuat mereka merasa lebih dekat dengan negara tetangga Malaysia dibandingkan negaranya sendiri.

Mereka lebih mudah mendapatkan fasilitas dan kebutuhan dari Malaysia, termasuk soal pendidikan dengan terpaksa belajar ke sekolah Malaysia karena fasilitas pendidikan tidak tersedia di daerahnya.

Bukan cuma itu, di kawasan perbatasan juga masyarakat hanya menikmati informasi dan berita dari media massa di negara tetangga sehingga mereka lebih mengenal Malaysia, ketimbang Indonesia.

"Kondisi seperti ini amat mengkhawatirkan karena bisa menggerus wawasan kebangsaan generasi muda di daerah perbatasan," katanya.

Dia menjelaskan, dari tiga kabupaten di provinisi itu, 15 kecamatan terletak berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia dan 12 diantaranya adalah daerah tertinggal.

"Saat ini masyarakat masih merasa bangga mengaku sebagai Bangsa Indonesia, tapi jika kondisi yang ada saat ini dibiarkan terus berlangsung maka akan menimbulkan ancaman terjadinya perpecahan. (Sumber: Antara News/3 Des 2009)

Jika Semua Sekolah Mempunyai Keunggulan, Betapa Indahnya Indonesia

Oleh Suyatno

Betapa indahnya Indonesia jika tiap sekolah mempunyai keunggulan masing-masing. Misalnya, ketika kita berbicara paduan suara, pikiran kita langsung mengarah ke SMAN 5 Surabaya, cheer leader pasti SMAN 3 Surabaya, pembaca puisi pasti SMPN 39 Bandung, bola voli pasti SMP Nurullah, dan seterusnya. Jadi, tiap sekolah mempunyai keunggulan khas yang menjadi citra sekolah itu.

Satu keunggulan saja kemudian digarap dengan serius sehingga mendapatkan hasil yang dapat mengharumkan sekolah itu tentu sangat baik. Tentu, bidang lain juga digarap karena siswa mempunyai aneka ragam bakat dan minat. Namun, untuk memberikan citra sekolah perlu satu saja (lebih sangat bagus) mengunggulkan jenis minat atau bakat.

Dengan begitu, masrarakat akan termudahkan untuk menyekolahkan anaknya beriringan dengan bakat khususnya yang bisa jadi sudah diketahui sejak kecil. Bisakah?

Guru di Mata Mbok Siti (64)

Lama juga aku tidak berjumpa dengan Mbok Siti, ya.. mungkin sekitar dua bulan. Rasanya, hati ini seperti lembek tidak berasa. Pagi ini, aku paksakan bertemu Mbok Siti untuk mengeraskan hati dan memberikan rasa dinamis di hati karena Mbok Sitilah tempat yang paling pas untuk itu.

"Wah, ketemu lagi nak", sapa Mbok Siti sebelum aku memarkir sepeda bututku. Rupanya, Simbok yang sederhana dari segala yang sederhana itu tahu kedatanganku sebelumnya. Entah ilmu apa yang dipunyainya.

"Mbok, kok tahu, aku mau datang", jawabku sekenanya.

"Ya tahu, nak", tukas Mbok Siti yang berbaju hitam seperti baju yang dikenakan sebelumnya.

"Mbok tahu karena dorongan kangen kepadamu, nak", tambahnya. Guru akan tahu segala problema siswanya jika didasari oleh rasa kangennya. "Senantiasa, guru harus rindu kepada murid-muridnya bukan malah sebaliknya", kata Mbok Siti sambil mengajakku duduk di teras rumah. Lebih baik, guru rindu kepada muridnya. Dengan begitu, guru akan mewujudkan kerinduan itu dengan usaha untuk mendorong murid.

Senin, 30 November 2009

Guru Sejati, Guru Yang Saling Menghargai

Pada dasarnya, guru senang dihargai oleh guru lain di sekolah. Bagaimana sebenarnya melakukan perbuatan saling menghargai secara tepat di sekolah? Padahal, guru senior dan tua menganggap rendah guru baru dan muda. Guru yang sering mengikuti pelatihan menganggap rendah guru yang tidak pernah ke mana-mana. Guru yang disukai oleh kepala sekolah sering merendahkan guru yang tidak pernah disapa kepala sekolah.

Cobalah bertanya pada rekan guru, perlakukan seperti apa yang mereka inginkan saat berada di sekolah. Mayoritas dari mereka pasti dengan yakin menempatkan keinginan untuk dihargai sebagai bagian dari jawaban mereka.

Dihargai atau mendapatkan penghargaan dari guru lain memang menjadi kebutuhan dasar guru sebagai manusia. Karena itulah, setiap guru akan sadar penuh jika ia dihargai oleh guru lain, begitu pula sebaliknya.

Tapi apakah sebenarnya "dihargai" itu? Bagaimana pula bisa mempraktikkannya di sekolah? Tentu, cara menghargai guru lain bisa dilakukan dengan sederhana. Berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkannya pada guru lain.

1. Perlakukan setiap guru dengan kesopanan, keramahan, dan kebaikan

2. Dorong rekan guru untuk mau mengemukakan pendapat dan ide-idenya.

3. Dengarkan apa yang diucapkan orang guru lain sebelum mengemukakan pendapat. Jangan pernah memotong perkataan guru dan jangan pernah mendominasi pembicaraan.

4. Gunakan ide guru lain untuk meningkatkan pekerjaan Anda. Tentu saja, biarkan ia mengetahui bahwa hal tersebut terjadi karena ide Anda. Selain itu, dorong ia untuk mewujudkan ide-idenya.

5. Jangan pernah meremehkan atau melecehkan guru lain dan ide-ide yang diungkapkannya.

6. Jangan bersikap sinis dan mengkritisi hal-hal kecil. Jangan pula senang menghakimi dan melakukan bullying (kekerasan) baik secara verbal maupun non-verbal.

7. Perlakukan setiap guru dengan cara yang sama tanpa memandang suku, agama, golongan, jenis kelamin, usia, ukuran, dan asal daerah. Praktikkan aturan ini secara konsisten. Memperlakukan guru dengan cara yang berbeda-beda bisa memicu pelecehan atau ketidaknyamanan dalam lingkungan pergaulan.

8. Ajak seluruh rekan guru dalam setiap rapat, diskusi, training, dan acara-acara yang dilakukan oleh rekan-rekan di sekolah. Jika tak semua guru bisa mengikutinya, jangan pilih kasih atau melakukan marginalisasi. Berikan kesempatan yang sama pada setiap guru untuk berpartisipasi dalam sebuah proyek atau kegiatan.

9. Memujilah lebih banyak dibanding Anda mengkritik. Biasakan saling memuji antar guru sebagai rekan kerja seperti layaknya supervisor memuji bawahannya.

10. Perlakukan setiap guru seperti mereka ingin diperlakukan.

Banyak cara lain yang bisa digunakan untuk meningkatkan penghargaan pada guru lain. Cara berikut, jika dilakukan secara konsisten akan menciptakan lingkungan kerja yang profesional.

1. Pujilah hasil kerja yang baik dari rekan guru. Cobalah untuk spesifik memuji bagian mana yang paling Anda kagumi dari hasil kerjanya.

2. Ucapkan terima kasih, sebagai tanda bahwa Anda menghargai keja keras dan kontribusi mereka dalam membantu Anda. Bersikap manis dan sopan sangat dibutuhkan dalam lingkungan kerja di sekolah. Itu artinya guru yang memiliki perilaku yang baik akan mendapat pujian dari rekan guru lain.

3. Bertanyalah tentang keluarga, hobi, atau kegiatan akhir pekan mereka. Perhatian Anda terhadap seseorang akan membuatnya merasa berharga dan dipedulikan. Tentu saja, pertanyaan Anda harus dalam batas-batas tertentu agar tidak dianggap ingin tahu atau mencampuri urusan guru lain.

4. Jika memungkinkan, tawarkan hari libur yang fleksibel. Anda bisa mencocokkan hari kerja Anda dan rekan lainnya agar bisa mengatur hari libur masing-masing.

5. Cari tahu apa kesenangan rekan guru Anda. Setelah itu beri dia kejutan dengan memberinya hadiah. Pasti, kejutan dari Anda akan menceriahkan harinya.

6. Berilah sebuah kartu ucapan terima kasih juga tetap akan berkesan manis bagi rekan guru.

7. Setiap orang pasti senang makan. Karena itu, ajaklah rekan guru untuk makan-makan saat ada acara khusus seperti ulang tahun, atau bahkan tanpa alasan apapun. Biarkan mereka yang memilih teman makannya.

8. Ciptakan permainan atau tradisi yang menarik. Misalnya acara tukar kado saat akhir tahun atau saling bertukar makanan tiap satu minggu sekali.

9. Bawa makanan ke sekolah dan tawarkan pada rekan guru. Lebih baik lagi jika Anda membuatnya sendiri. Atau Anda bisa membawa cokelat, karena cokelat selalu bisa mendatangkan suasana yang menyenangkan.(Sumber diolah dari Koran SI/tty)

Mengajar dengan Ponsel, Mengapa Tidak?

Oleh Suyatno

Banyak sekolah resah karena siswanya membawa ponsel ke sekolah. Mereka khawatir kalau ponsel menganggu belajar siswa. Bahkan ada sekolah yang tiap hari merazia ponsel seperti polisi merazia kendaraan bermotor. Siswa ketakutan.

Padahal, ponsel dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang membantu pencapaian tujuan. Seperti yang dilaporkan Kompas.com berikut ini. Murid-murid SMA itu duduk menunggu tugas dari guru bahasa Spanyol mereka, Ariana Leonard. "Keluarkan ponsel kalian," katanya dalam bahasa Spanyol.

Para remaja itu pun mengeluarkan berbagai ponsel warni, tak ketinggalan iPhone dan SideKick. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok lalu Leonard mengirimi mereka SMS berbahasa Spanyol, "Temukan sesuatu yang hijau," ; "Pergi ke kantin," ; "Berfotolah bersama sekertaris sekolah."

Kelas Leonard di SMU Wiregrass Ranch, di Wesley Chapel, yaitu daerah kelas menengah di pinggir kota Florida, 30 mil di utara Tampa, adalah salah satu kelas di Amerika yang mulai meninggalkan peraturan lama yang melarang penggunaan ponsel selama belajar.

Mereka , dan malah menggunakan teknologi ini untuk pembelajaran di kelas. Pelajaran kosa kota bahasa Spanyol dikemas dalam permainan perburuan secara digital. SMS juga digunakan untuk mengingatkan siswa untuk menyelesaikan PR.

"Saya bisa melakukan berbagai hal dengan ponsel saya, jadi mengapa tidak dipakai untuk mengajar juga?" tutur Leonard, "Sesuatu seperti ponsel yang sehari-hari mereka pakai bersenang-senang, bisa memberikan mereka alternatif baru untuk belajar di luar kelas."

Selama ini sangat dikhawatirkan bahwa para siswa bisa menggunakan ponsel untuk mencontek atau mengambil foto yang tak senonoh. Tapi seiring teknologi ini menjadi lebih murah, lebih canggih, dan lebih mendarah-daging dalam kehidupan para siswa maka mentalitas itu mulai berubah juga.

"Cara ini memanfaatkan kecintaan anak-anak pada teknologi terkini," kata Dan Domevech, direktur dari lembaga nirlaba Asosiasi Amerika untuk Administrator Sekolah. "Anak-anak lebih termotivasi untuk memakai ponsel mereka untuk tujuan yang mendidik."

Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil - bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid.

"Karena banyaknya berita tentang pelarangan ponsel dan betapa negatifnya pengaruh ponsel, kebanyakan orang tak berpikir bahwa ponsel bisa dipakai secara positif dan mendidik," kata Liz Kolb, pengarang buku "From Toy to Tool: Cell Phones in Learning" (Dari Mainan jadi Alat: Ponsel untuk Pembelajaran).

Bahkan pihak-pihak yang memiliki kebijakan anti-ponsel yang ketat juga mengakui bahwa suatu saat mereka harus berubah."Kami tak bisa menghindarinya," kata Bill Husfelt, pengawas dari sekolah-sekolah daerah Bay County, daerah utara Florida dimana 27,000 siswa tak diperbolehkan memakai ponsel di sekolah. "Tapi terlebih dahulu kita harus lebih memikirkan cara untuk mencegah penyalahgunaan ponsel."

71 persen remaja di Amerika telah tercatat memiliki ponsel sejak awal 2008, menurut survei dari proyek 'Internet dan Kehidupan Amerika' oleh pusat penelitian Pew. Persentase itu konsisten terhadap variasi ras, pendapatan, atau faktor demografis lainnya. Sementara banyak sekolah terhitung 'gap-tek' dibanding rumah tangga yang sudah memiliki jaringan intranet, internet nirkabel, dan tiap anggota keluarga sudah memiliki smartphone.

Kebanyakan sekolah masih membatasi pemakaian ponsel dan memang alasannya kuat. Di daerah pengawasan Husfelt, tujuh siswa baru-baru ini ditindak karena berkelahi di kampus, yang menurut Husfelt dipicu dari SMS.

Di bagian lainnya di Amerika, sejumlah remaja telah ditangkap karena melakukan "sexting" - yaitu mengambil foto tak senonoh lalu menyebarkannya lewat ponsel. Para siswa juga memakai ponsel untuk mencontek. Dalam suatu polling, lebih dari 35 persen remaja mengaku pernah mencontek lewat ponsel.

Tapi ponsel kini begitu menjamur sehingga repot untuk disita semua oleh guru. "Menyita ponsel dan menghadapi sang siswa menyebabkan konflik," kata Husfelt, "ini terlalu mengganggu." Para guru yang telah memakai ponsel dalam pembelajaran dalam kelas mereka mengaku bahwa kebanyakan murid taat pada peraturan mereka. Mereka mengingatkan bahwa kecurangan dan pertengkaran antara siswa pasti ada dengan atau tanpa ponsel, dan kalau ponsel diperbolehkan, keinginan untuk penyalahgunaan bisa berkurang.

"Anak-anak bisa curang dengan kertas dan bolpen. Mereka saling bertukar contekan," kata Kipp Rogers, kepsek dari Passage Middle School, Virginia, "pastinya kertas tak bisa dilarang."

Rogers mulai memakai ponsel sebagai alat di institusinya beberapa tahun lalu, ketika ia mengajar kelas matematika dan kekurangan kalkulator untuk ujian. Ia membiarkan para muridnya memakai ponsel. 12 kelas, termasuk matematika, IPA, dan Bahasa Inggris, kini memakai ponsel sebagai alat bantu. Para siswa bisa melakukan riset lewat

SMS atau internet di ponsel. Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet). Para siswa bisa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah. Kelas-kelas itu seringkali dibagi beberapa kelompok, kalau-kalau ada beberapa siswa yang tak memiliki ponsel.

Di Pulaski, Wisconsin, kira-kira 210 km di utara Milwaukee, seorang guru bahasa Spanyol, Katie Titler telah menugaskan para siswanya untuk merekam suara masing-masing di ponsel untuk ujian wacana. "Khususnya untuk pelajaran bahasa asing, cara ini sangat baik untuk menilai kemampuan bicara secara formal atau informal, yang mana sulit dilakukan secara rutin karena besarnya kelas dan keterbatasan waktu," jelas Titler.

Jimbo Lamb, seorang guru matematika di suatu sekolah sekitar Annville-Cleona, di selatan Pennsylvania Tengah, menyuruh para siswa menjawab pertanyaan lewat ponsel mereka dalam suatu situs polling internet. Dengan seketika ia bisa tahu jumlah siswa yang paham. "Teknologi ini membantu para guru agar lebih produktif," katanya. (sumber: kompas.com, Sabtu, 28 November 2009/C17-09)

Guru SMP/SMA/SMK Pacitan Diuji Kompetensinya

Ratusan guru Pacitan, terutama guru yang menangani UN, diuji kompetensinya melalui tes esai. Uji kompetensi itu mengangkut pengukuran kemampuan dasar akademis masing-masing guru sehingga diketahui titik kelemahan akademisnya. Tes esai itu berlangsung pada Sabtu, 28 November 2009 di berbagai sekolah di Kota Pacitan.

Uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan bekerja sama dengan Unesa (Universitas Negeri Surabaya) itu berlangsung dengan lancar. Selama tiga jam, para guru mencermati soal kompetensi bidang studi masing-masing. "Saya kaget dengan soal esai karena sebelumnya beredar isu bahwa soal yang diujikan berbentuk pilihan ganda", ujar Suyadi, salah satu guru bahasa Indonesia SMP. Menurut Suyadi, guru yang baru mutasi dari Ponorogo itu, justru dengan esai kemampuan kita benar-benar diuji. Selama ini, guru tidak biasa mengeksplorasi keilmuan yang dimiliki dalam berbagai bentuk. "Kali ini, para guru ditantang untuk mengeksplorasi diri melalui tes esai itu", ujarnya.

Uji kompetensi itu tentu akan sia-sia jika tidak ada kelanjutannya. Untuk itu, dinas harus menindaklanjuti hasil uji kompetensi dengan peta kompetensi guru. Selanjutnya, peta kompetensi itu menjadi dasar untuk pelatihan para guru. Yang mendapatkan skor rendah perlu ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai pelatihan yang serius. Kemudian, hasil uji kompetensi juga dapat digunakan sebagai dasar mutasi guru sehingga kemampuan guru dapat merata di semua lokasi sekolah.

Mendiknas, Mohammad Nuh: UN Bukan Penentu Kelulusan

Mendiknas Mohammad Nuh mengatakan, selain pelaksanaan UN 2010 akan berubah, UN juga dinyatakan bukan sebagai satu-satunya penentu kelulusan.

Hal itu dikatakan oleh Mendiknas di Jakarta, Kamis (26/11). “Tetap yang menentukan kelulusan adalah sekolah atau guru. Artinya, jika ada peserta didik yang memperoleh nilai 10, tapi menurut gurunya peserta didik itu tidak lulus, maka dia tidak lulus,” katanya.

Nuh menjelaskan, anggapan UN dijadikan satu-satunya untuk menentukan kelulusan adalah keliru. Hasil UN digunakan antara lain untuk pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan atau satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Perubahan yang paling signifikan dari pelaksanaan UN tahun sebelumnya dengan UN 2010, lanjut Nuh, adalah adanya kesempatan bagi para peserta didik untuk mengulang, selain juga UN susulan, bagi mereka yang pada saat pelaksanaan tidak bisa ikut karena suatu sebab, seperti sakit.

Selasa, 17 November 2009

Seto Mulyadi: Kekerasan pada Anak Masih Terjadi

Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, lebih dari 50 persen kasus-kasus kekerasan masih terjadi pada anak-anak di Indonesia.

"Pada kondisi demikian, bisa dinyatakan bahwa pemenuhan hak-hak dasar anak di Indonesia sesuai undang-undang belum terealisasi secara optimal," kata Kak Seto—sapaan Seto Mulyadi, di Padang, Jumat (9/10).

Seto menyatakan, hal itu juga kuat keyakinannya terkait sejumlah upaya pemerintah, instansi terkait serta masyarakat dalam menjamin pemenuhan hak-hak dasar terhadap anak juga belum optimal.

Hak anak yang lebih utama dipenuhi, misalnya, untuk mengenyam pendidikan, mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, serta perlindungan terhadap fisik mereka atas tindak kejahatan.

"Anak-anak di Idonesia masih rawan terhadap tindak kejahatan baik secara fisik maupun psikologinya. Sejumlah hasil penelitian justru kekerasan terhadap mereka—khususnya di perkotaan—cukup tinggi," katanya.

Kondisi tersebut, kata Seto, tidak kondusif bagi perkembangan jiwa anak. Karena itu, guru-guru perlu mengembangkan pendidikan yang ramah terhadap anak.

Dikatakan, anak adalah aset bangsa masa depan. Pada mereka perhatian dan kasih sayang perlu diberikan dengan baik, apalagi bagi anak-anak berada dalam kondisi trauma pascagempa di Sumbar.

Pascagempa ini, Seto berharap Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang dan Kabupaten Pariaman agar tidak memaksakan anak harus belajar dan masuk kelas seperti biasa.

"Pascagempa anak membutuhkan waktu untuk memulihkan psikis mereka. Untuk itu jangan sampai absensi anak diambil yang akan mempengaruhi evaluasi dan penilaian belajar mereka," katanya.(Sumber: Kompas.com/SOE/editor: hertanto)

Kamis, 12 November 2009

Kiat Guru Hadapi Siswa yang Suka Membantah

Banyak guru yang main tangan, menempeleng, mencubit, memukul, dan menyakiti siswa gara-gara siswa membantah dan melawan guru. Ujung-ujungnya, guru tersebut dipermasalahkan dan terkena pasal UU Perlindungan Anak. Guru main tangan seperti itu sudah tidak tahu lagi bagaimana cara lain selain main tangan. Guru tersebut berteriak atau marah-marah saat siswa tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan? Marah atau memukul siswa bukanlah solusi yang tepat lebih baik guru menerapkan disiplin untuk siswanya.

Siswa seringkali bertingkah di meja kelas, menolak disuruh mengerjakan soal atau susah diatur di kelas. Tapi marah-marah bukanlah penyelesaian yang baik, karena tidak akan membuat siswa menghargai guru dan menurutinya. Penting bagi guru untuk menentukan dan mengajari siswa hal apa saja yang bisa diterima serta hal apa saja yang tidak dapat diterima, menetapkan batasan-batasan tapi tetap membuat siswa merasa nyaman.

Sayangnya banyak guru yang tidak konsisten dengan keputusannya, terkadang guru membiarkan siswanya melakukan kesalahan tapi di lain waktu menjadi ekstra keras saat siswa melakukan kesalahan yang sama. Mengajarkan disiplin pada siswa memang pekerjaan yang sulit, tetapi jika hal ini berhasil dilakukan, kepuasan besar akan dirasakan oleh guru.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru untuk menerapkan kedisiplinan itu, antara lain:

1. Pilihlah strategi yang tepat.
Buatlah strategi yang tepat dengan menerapkan batasan yang jelas serta konsekuensi yang harus diterima siswa jika melanggar batasan tersebut. Batasan itu dapat dibuat melalui kontrak belajar pada pertemuan awal.

2. Gunakan kontak mata.
Jika siswa melakukan suatu kesalahan atau tidak mau menurut, tidak perlu berteriak atau marah-marah, tetapi cukup menatap mata siswa dan dengan sendirinya dia pasti sudah mengerti.

3. Berhenti mengomel.
Cukup berikan instruksi yang jelas pada siswa, jika tidak mau menuruti berikan konsekuensi yang sudah disepakati bersama.

4. Beri tanda penghargaan.
Buatlah peraturan apabila siswa dapat berlaku disiplin akan mendapatkan penghargaan seperti bintang. Setiap akhir minggu jumlahkan berapa bintang yang telah didapatkan siswa dan beri penghargaan yang lebih tinggi lagi.

5. Istirahatkan diri.
Jika guru tidak bisa menahan diri, menjauhlah dari siswa dan biarkan menenangkan diri terlebih dahulu agar tidak meluapkan kemarahannya pada siswa dengan mengomel atau berteriak bahkan memukul.

6. Diskusikan segala sesuatu dengan siswa.
Jika siswa sudah cukup mengerti untuk diajak berbicara, maka ajaklah siswa untuk terlibat dalam menetapkan segala macam peraturan yang akan dibuat.

Apapun strategi yang akan digunakan dalam menerapkan disiplin pada siswa, hal yang paling penting adalah guru harus tetap konsisten. Jika tidak konsisten, siswa akan menjadi bingung apa yang sebenarnya diinginkan oleh gurunya. Kadang pola di atas susah dilaksanakan karena persepsi guru yang tidak berubah.

UN 2010 Dimajukan Jadwalnya

UN dimajukan jadwalnya dibandingkan jadwal tahun lalu. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional (UN) SMP/MTs, SMP Luar Biasa, SMA/MA, dan SMK, jadwal UN yang biasanya dilaksanakan pada April dimajukan menjadi Maret. UN untuk SMA sederajat dilaksanakan minggu ketiga Maret 2010, sedangkan untuk SMP sederajat pada minggu keempat Maret 2010. Pada tahun lalu tercatat siswa SMP yang mengikuti UN sebanyak 3.575.987 orang. Adapun di jenjang SMA, UN diikuti sekitar 2.207.805 siswa.

Perubahan jadwal ujian nasional SMP dan SMA sederajat yang dimajukan pada Maret mengagetkan guru-guru. Pihak sekolah segera mengatur strategi baru untuk memadatkan materi pembelajaran dan memajukan pemberian pelajaran tambahan untuk siswa kelas III. Kalender pendidikan sekolah-sekolah masih mengacu pada jadwal lama, yakni April. Sampai saat ini belum ada informasi resmi dan sosialisasi ke sekolah.

Selain menyelesaikan materi pelajaran, siswa kelas III juga mesti dibantu untuk bisa mempersiapkan UN. Umumnya, fokus persiapan UN dengan memberikan jam tambahan belajar buat siswa yang dilakukan pada semester genap atau pada awal Januari.

Perlu diingat, pelaksanaan UN jangan sampai mengorbankan siswa dan guru. Di tingkat akhir sekolah, pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus UN dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stres.

Selasa, 10 November 2009

Kepala Sekolah galak, Guru dan Siswa Sakit-Sakitan

Kira-kira, ada tidak ya kepala sekolah yang galak dengan wajah cemberut, garang, dan membawa pentung atau rotan? Rasanya, kepala sekolah yang seperti itu masih ada meski dunia sudah berubah. Kepala sekolah yang seperti itu perlu hati-hati karena perilaku kepala sekolah sebagai atasan ternyata punya pengaruh besar pada kesehatan guru dan siswa sebagai anak buahnya. Menurut kompas. com, atasan yang otoriter, misalnya, diduga bisa membuat bawahannya berisiko sakit jantung, selain tentu saja stres.

Kaitan antara kesehatan dan gaya manajemen atasan tersebut terlihat dari hasil survei terhadap lebih dari 1.000 karyawan di Eropa. Meski tidak secara langsung menyebabkan penyakit, survei ini menyebutkan apa yang terjadi di kantor bisa terus terbawa sampai luar kantor.

"Hasil survei ini dengan jelas menunjukkan hubungan antara gaya manajemen atasan dengan tingkat stres dan kesehatan karyawan," kata Anna Nyberg, peneliti dari Karlinska Institute, Swedia, yang melakukan polling terhadap lebih dari 20.000 karyawan di Swedia, Finlandia, Jerman, Polandia, dan Italia.

Ia menemukan bahwa para pekerja pria di Stockholm, Swedia, yang memiliki bos galak berisiko 25 persen lebih tinggi terkena serangan jantung dalam kurun waktu 10 tahun setelah survei. Risiko ini jauh lebih besar dibanding pada karyawan yang memiliki atasan yang baik dan disukai.

Selain itu, pekerja yang merasa tidak puas dengan gaya manajemen atasannya diketahui lebih sering absen karena sakit. "Jumlah absensi karena sakit para karyawan yang menjadi responden kami ada kaitannya dengan sikap para atasan," kata Anna. Ia menambahkan, karyawan yang absen karena sakit itu diindikasikan karena stres atau kelelahan akibat kerja yang berdampak pada fisiknya.

Dalam laporannya, Anna menyebutkan bahwa perilaku atasan bukan faktor utama kesehatan para bawahan. Namun, kaitan antara gaya manajamen bos dan kesehatan karyawan cukup jelas terlihat dari survei ini.

Dr Redford Williams, Direktur Behavioral Medicine Research Centre dari Duke University, AS, mengatakan, kehidupan kantor memang rawan stres. Selain dari sisi tanggung jawab pekerjaan dan gaji, hubungan yang kaku antara atasan dan bawahan, serta jenjang karier yang tidak jelas, sering menyebabkan karyawan stres.

"Hormon stres yang dilepaskan tubuh bisa meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa, bahkan bisa membuat sel-sel darah lebih kental dan berdampak pada penyumbatan pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke," kata Williams.

Secara umum ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang atasan memang berpengaruh besar pada kesehatan karyawan. Namun, pada setiap orang dampaknya mungkin berbeda-beda tergantung pada karateristik tiap individu. Misalnya saja pada orang yang termasuk kategori rawan stres, mungkin kesehatannya akan langsung terpengaruh.

Begitu pula, di sekolah, kepala yang otoriter tidak akan pernah merasakan kebahagiaan para guru dan siswanya senyatanya. Kepala sekolah yang demikian hanya mementingkan diri sendiri dan bekerja berdasarkan pola penjajah yang merasa berkuasa atas semuanya. Mereka merasakan bahwa dirinyalah yang paling pandai dan paling benar. Ketakutan guru dan siswa merupakan wujud keberhasilan kepemimpinan yang diemban kepala sekolah otoriter itu.

Guru Pacitan Pelatihan Pembelajaran Berbasis TIK

Di Gasebu Pacitan, 8 November 2009, guru-guru mencermati langkah demi langkah cara mengajar berbasis TIK dengan penuh semangat. Mereka asyik membuat RPP berbasis TIK dengan model pembelajaran yang menarik. Acara yang digelar Ikatan Alumni Unesa dan Dinas Pendidikan Pacitan berlangsung sehari dengan dipandu oleh garduguru.
Pembelajaran TIK lebih mengarah pada pengemasan media pembelajaran yang dirancang secara tepat, sesuai, dan menyenangkan karena siswa saat ini tidak asing lagi dengan TIK. Jangan sampai, malah sebaliknya, guru gagap dengan TIK. Di Pacitan, meski secara geografis berada di belahan selatan Jawa, para guru juga sangat mengenal TIK. Bahkan, sebagian besar peserta mengenal internet dengan kuat.

Senin, 09 November 2009

Ciri Dasar Anak dan Cara Mengajarnya di PAUD

Oleh Suyatno

Banyak guru yang tidak paham tentang perkembangan anak sejak 0 tahu. Yang mereka paham hanyalah cara mengajarkan materinya. Anak usia 0 tahun sampai 7 tahun merupakan sosok yang berada di usia emas karena perkembangan fisik dan nonfisiknya sangat kuat dan dinamis. Jean Piaget melakukan penelitian yang mendalam tentang perkembangan kognitif anak usia tersebut. Dia menyebut usia-usia sejak lahir sampai 2 tahun sebagai masa intelegensi sensorimotor. Pada masa ini, anak tidak "berpikir" secara konseptual. Dia belajar terutama melalui indra-indranya. Anak-anak usia 2 hingga 7 tahun berada di tahap perkembangan yang disebut oleh Piaget "preoperational thought". Tahap ini ditandai dengan perkembangan bahasa dan kemampuan untuk mengelompokkan atau mengategorikan, tetapi anak tidak memahami mengapa atau bagaimana suatu benda bisa memiliki lebih dari satu klasifikasi.

Pengalaman-Pengalaman Sensoris (Kepekaan)
Seorang anak bergantung pada pengalaman-pengalaman kepekaan dan fisik. Dia belajar melalui benda-benda yang dilihat, didengar, dicium, dirasa, dan disentuh. "Ini menandakan bahwa anak-anak memunyai kebutuhan untuk bergerak dan berbicara. Mereka belajar dengan menggali secara aktif dan mengoordinasikan informasi yang diterima dari berbagai kepekaan yang dirasakan.

Pembelajaran di PAUD perlu menyediakan berbagai pengalaman-pengalaman kepekaan. Untuk mendengarkan, anak-anak ini perlu melihat, merasakan, mencium, dan menyentuh. Ketika guru mengatakan kepada anak untuk, "Jangan sentuh", sebenarnya guru menghalangi mereka untuk mengalami pembelajaran. Lingkungan pembelajaran di usia dini seharusnya membolehkan anak untuk menyentuh.

Pengulangan
Memori (ingatan) merupakan suatu fungsi intelegensi yang terbentuk ketika anak tumbuh. Memori jangka pendek muncul ketika anak berusia dua tahun. Memori yang terbatas melalui pengulangan merupakan hal penting untuk dipelajari; rutinitas yang sama, cerita yang sama, lagu-lagu yang sama, orang-orang yang sama. Aspek-aspek yang sama ini penting untuk anak-anak kecil. Biasanya guru yang mengajar anak-anaklah yang bosan terhadap pengulangan ini. Sedangkan anak-anak itu sendiri tumbuh melalui pengulangan ini.

Rentang Perhatian yang Terbatas
Rentang perhatian seorang anak sama terbatasnya dengan memori mereka. Pada umumnya anak usia 1 tahun memiliki rentang perhatian 1 menit. Ini berarti anak usia 2 tahun memiliki rentang perhatian selama 2 menit. Apa yang bisa dicapai dalam rentang waktu itu? Cerita-cerita untuk anak harus singkat, tetapi cerita yang sama bisa diulang beberapa kali.

Pemikir Apa Adanya (Literal)
Ketika anak beralih dari tahap sensorimotor ke tahap preoperational perkembangan mental, pola pikir mereka apa adanya (literal), konkret. Simbol-simbol tidak tepat digunakan untuk mengajar anak-anak kecil. Anak-anak harus belajar dengan pemahaman yang literal, konkret, dan kosakata sederhana yang sesuai dengan tingkat intelektual dan spiritual.

Kita bisa lebih menantang seorang anak dengan memperkaya secara horisontal (dengan menguraikan apa yang telah diketahui oleh anak-anak) daripada akselerasi vertikal (dengan mengenalkan konsep yang benar-benar baru dan abstrak).

Sifat Ingin Tahu
Anak-anak terkenal dengan keingintahuan mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, "mengapa" adalah kata favorit dalam kosakata anak prasekolah. Sering kali seorang anak meminta "tujuan" dari sesuatu selain penjelasan yang rinci. Seorang anak yang menanyakan pertanyaan yang sangat mendalam jarang menginginkan jawaban yang seperti tersebut. Elkind menunjukkan bahwa seorang anak memiliki kemampuan verbal yang jauh melebihi pengetahuan konseptualnya. Dengan kata lain, anak terlihat lebih pintar dari yang sebenarnya.

Belajar Melalui Permainan
Kegiatan bermain dan belajar berkaitan dan tersedia permainan-permainan tertentu yang bisa digunakan untuk gaya belajar tertentu. Permainan merupakan suatu kegiatan yang membuat seorang anak benar-benar bersenang-senang dengan aktif. Guru harus segera menyadari bahwa yang paling banyak terjadi dalam lingkungan belajar anak adalah bermain: menyusun balok, merawat boneka, berkreasi dengan tanah liat, bermain bola.

Belajar Terbaik Sesuai dengan Perkembangan Mereka
Mungkin seperti yang disampaikan oleh orang lain, Elkind telah mengingatkan kita terhadap bahaya memburu-buru anak pada masa kanak-kanaknya. Dalam bukunya tentang pendidikan prasekolah, dia menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah suatu perlombaan. Guru harus memberikan lingkungan yang kaya dan merangsang anak, dan pada saat yang sama, lingkungan itu juga hangat, penuh kasih, dan mendorong prioritas pembelajaran. Dalam lingkungan yang mendukung, tanpa ada tekanan, anak merasa sangat aman, harga diri yang positif, dan antusiasme yang panjang untuk belajar.

Cara Mudah Melaksanakan Lesson Study

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda sebagai guru saat mengajar didampingi guru lain? Pernahkah sebelum mengajar Anda merencanakan pengelolaan kelas secara rinci dan detail kemudian hasil di kelas dievaluasi bersama siswa? Pernahkah Anda setelah mengajar diberi komentar para siswa? Jika pernah, sebenarnya Anda sudah melakukan Lesson Study.

Lesson Study semata-mata untuk meningkatkan kinerja guru dalam memimpin kelas agar tidak pernah berhenti berkreasi. Banyak guru yang tidak pernah tahu dan tidak pernah paham tentang realitas mengajarnya karena tidak ada yang memberikan umpan balik. Nah, Lesson Study berupaya membiasakan guru untuk senantiasa merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran yang dilaksanakannya.

Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Makoto Yoshida, orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993. Indonesia pun saat ini mulai gencar melaksanakan Lesson Study sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan.

yang perlu diperhatikan dengan tegas adalah Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data.

Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:

“lesson study is a simple idea. If you want to improve instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful data collection on student learning, and protocols that enable productive discussion of difficult issues”.

Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang, yaitu:

Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.

Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.

Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.

Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.

Sementara itu, menurut Lesson Study Project (LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study, diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study. Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan pangkat maupun sertifikasi guru.

Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study, Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.

Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.

Tahapan-Tahapan Lesson Study
Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do) dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:

Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.

Berikut diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study

1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.

2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:

Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.

Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.

3. Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.

Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.

4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun menajerial.

Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check) tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.

Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.

Anak Autis Dapat Dikenali Guru

Guru perlu tahu perkembangan siswanya dari segala sisi, termasuk apakah siswa itu autis atau tidak. Dengan demikian, guru dapat dengan cepat memberikan penanganan terhadap anak autis itu. Kompas. com melaporkan bahwa anak penderita autis memiliki beberapa gejala yang dapat dikenali sejak mereka lahir. Ketika berumur tiga tahun, gejala tersebut lebih jelas terlihat.

Roselyn Saez, praktisi anak berkebutuhan khusus, Linguistic Council Indonesia dalam seminar "Your Child is Special" di Menara kuningan Jakarta, Sabtu (7/11) menyebutkan bahwa penderita autis memiliki beberapa karakteristik seperti kesulitan berkomunikasi dan bersosialisasi. Penderita autis tidak tahu bagaimana mengekspresikan kesenangan atau kesedihannya. Mereka juga tidak tahu caranya berkomunikasi.

"Seorang anak penderita autis tidak tahu bagaimana cara memanggil ibunya, mereka akan menyakiti diri sendiri, memukul dirinya hingga ibunya datang, begitulah salah satu cara mereka memanggil ibunya," ujar Roselyn.

Menurut Roselyn, penderita autis seringkali berbicara dengan nada yang monoton dan tanpa ekspresi. Terkadang mereka mengulang-ulang perkataan orang lain yang mereka dengar, atau biasa disebut echolalia.

Selain lemah berkomunikasi, penderita autis seringkali bertingkah aneh seperti selalu mengulangi kegiatan yang sama setiap harinya. "Misalnya mereka memakai seragam sekolah. Pertama pakai baju, kedua pakai celana, ketiga pakai sepatu, selalu teratur karena mereka sulit meng-organize," ujar Roselyn.

Roselyn juga mencontohkan, seorang muridnya yang menderita autis tidak memiliki ketakutan akan bahaya. "Seorang murid saya yang berusia dua tahun suka naik ke lantai empat, mencondongkan tubuhnya ke bawah, hanya untuk mendapatkan sensasi ngeri, dia tidak tahu itu bahaya," ujarnya.

Selain itu, anak penderita autis juga memiliki obsesi berlebih terhadap sesuatu. Misalnya mereka terobsesi terhadap angka, maka mereka akan terus memperhatikan angka-angka, atau terobsesi terhadap tali, mereka akan memaimkan tali terus menerus. "Penderita autis juga peka terhadap sentuhan. Mereka bisa tersakiti hanya karena sentuhan kecil," katanya.

Meskipun demikian, ada kelebihan unik yang dimiliki anak penderita autis. Mereka dapat mengingat informasi secara detil dan akurat. Ingatan visual mereka juga sangat baik dan mampu berkonsentrasi terhadap subyek atau pekerjaan tertentu dalam periode yang lama.

Anak penderita autis membutuhkan perlakuan khusus dan penanganan sejak dini. Ada beberapa penanganan yang dapat dilakukan seperti memberikan pendidikan khusus, occupational therapy seperti terapi untuk penderita stroke, terapi bicara dan terapi bahasa, terapi fisik dengan melatih
otot-otot mereka, applied behavioral analysis untuk membantu mengenal perilaku mana yang positif atau negatif, picture exchange communication system, yang merupakan metode belajar melalui gambar, mengekspresikan kata melalui gambar yang mudah ditangkap penderita autis.

Roselyn juga mengatakan, tidak ada penyebab pasti anak menderita autis. Bisa akibat lingkungan, atau pola menjaga kesehatan sang ibu sewaktu hamil, bisa juga pengaruh gen. "Unkown, tidak diketahui persisnya karena penyebabnya bermacam-macam," ujar Roselyn.

Seminar "Your Child is Special" memperkenalkan beberapa ciri anak berkebutuhan khusus, pendidikannya, dan cara membangun hubungan yang baik dengan mereka. Seminar ini diselenggarakan oleh Linguistic Council Indonesia bekerjasama dengan Shining Stars, Kuningan Family and Community Center, dan HOPE Worldwide Indonesia.(sumber: Kompas.com/C12-09)

Jumat, 06 November 2009

Inilah 8 Program Pendidikan untuk 100 Hari Mendiknas Baru

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menjabarkan 8 program kerja 100 hari pertama Departemen Pendidikan Nasional, yang diharapkan bisa berkontribusi semaksimal mungkin terhadap kualitas pendidikan nasional.

Bertdasarkan kompas.com, program itu disampaikan mendiknas dan didampingi para pejabat eselon I Depdiknas di Jakarta, Jumat (6/11), Mendiknas mengatakan bahwa 8 program kerja selama 100 hari pertama itu sudah dimulai sejak 1 November sampai 1 Januari 2010.

"Kami ingin memberi kontribusi lebih dan prestasi yang semaksimal mungkin. Jadi, tidak hanya akan terfokus pada aspek-aspek formalitas seperti yang sudah diarahkan oleh Presiden RI dan kontrak kinerja menteri, program kerja, serta hasil National Summit 2009 dan isu-isu strategis yang dihasilkannya," ujar Mendiknas.

Sejumlah delapan program kerja tersebut antara lain adalah penyediaan internet secara massal di sekolah, penguatan kemampuan kepala dan pengawas sekolah, pemberian beasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) untuk siswa SMA/SMK/MA berprestasi dan kurang mampu, penyusunan kebijakan khusus bagi para guru yang bertugas di daerah terdepan dan terpencil, penyusunan dan penyempurnaan Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014, pengembangan budaya dan karakter bangsa, pengembangan metodologi belajar mengajar, serta yang terakhir membuat roadmap sinergitas lembaga pendidikan (Depdiknas-Depag) dengan para pengguna lulusan untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan.

"Selain merupakan program-program yang bisa diselesaikan dengan segera, sasaran dari program ini adalah untuk mempersiapkan landasan bagi Reformasi Pendidikan Nasional Jilid II," paparnya.

LTF

Renungan dari Mahatma Ghandi

“Jangan kau pikirkan itu. Buku-buku sejarah mencatat semua itu. Padahal yang terpenting dalam hidup dan kematian adalah cinta. Siapapun yang menjalani hidup dengan cinta, maka para malaikat akan datang menyambut dengan cinta. Orang-orang seperti itu tidak pernah mempermasalahkan tentang dimana ia akan dikuburkan dan dengan cara seperti apa. Karena yang lebih penting dari itu, sekali lagi adalah bagaimana agar tubuh dan jiwa penuh dengan cinta. Tanpa itu, mereka akan selalu berhadapan dengan ngeri tak bertepi. Sepi yang selalu menjadi duri tanpa pernah bisa memberi sedikitpun arti.” Ujarnya seolah bisa menerka yang terpikirkan olehku.

“Dan, terlalu banyak manusia yang masih hidup disana memiliki pikiran ketidakmungkinan seperti yang pernah kupikirkan itu. Tetapi lamunanku tentangmu di beberapa malam yang lewat telah mengantarku pada yakin. Bahwa, selalu saja ada ruang waktu kemungkinan untuk membuat tanah-tanah kering itu untuk menjadi tanah lembab. Aku belajar banyak dari cinta yang telah kau tunjukkan.” Ah, dalam termalu-malu, aku masih bisa juga untuk bicara dengan lancar seperti ini. Memang, aku mencoba untuk tidak menjadikan kekagumanku padanya sebagai tabir penghalang untukku melihat kedalam diri sendiri.

“Sebenarnya pemahamanmu itulah yang harus bisa kau bicarakan dengan semua mereka. Kuperhatikan kau sangat tulus berguru pada siapa saja. Kau berhasil mengangkat palu-palu raksasa yang jauh lebih besar dari tubuhmu. Dan telah berhasil runtuhkan dinding itu. Ini sebuah kebijaksanaan. Kau memang tidak perlu untuk menyebut dirimu bijaksana. Karena mereka yang selalu melihat dengan hati akan merasakan itu.”

Conny R Semiawan: Sepuluh Pertanyaan untuk Guru Kreatif dalam Pembelajaran

Biasanya, guru tidak pernah melakukan refleksi dan reviu diri melalui berbagai pertanyaan yang dapat memandu. Guru, habis mengajar ya sudah langsung aktivitas yang lainnya. Padahal, untuk menghadapi peserta didik berbakat, sedikitnya Anda sebagai guru memiliki 10 cara penilaian secara bermutu, apakah pembelajaran kreativitas sudah Anda lakukan di dalam kelas?

Dalam buku yang ditulisnya berjudul Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana, Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Conny R Semiawan menuturkan 10 jenis penilaian tersebut. Simak kisi-kisinya!

Perumusan masalah aktivitas guru

Sudahkah Anda sebagai guru benar-benar membantu siswa melihat aspek tertentu berbeda dengan cara yang lazim terjadi di kelas? Banyak cara atau sudut pandang yang bisa didapatkan siswa dari setiap pembelajaran yang Anda berikan.

Analisis ide

Sudahkah Anda membantu siswa secara kritis memahami kekuatan dan kelemahan dari ide-ide mereka?

Menjual ide

Sudahkah Anda membantu siswa menjelaskan, melindungi, dan meningkatkan setiap ide yang diyakini oleh mereka?

Pengendalian isu

Ibarat pedang bersisi ganda, Anda harus membantu siswa mempersiapkan diri bahwa teori-teori Anda memiliki rentangan yang terbatas tentang kebenaran. Artinya, Anda harus memancing peserta didik mencari kebenaran melalui cara pandang mereka.

Menghadang kendala

Anda harus membantu siswa agar selalu sadar bahwa tidak semua pendapatnya bisa diterima oleh orang lain.

Berani ambil risiko

Anda harus bisa membantu meyakinkan siswa untuk selalu sadar dan siap bahwa setiap kreativitas selalu mengandung risiko.

Keinginan tumbuh kembang

Sudahkah Anda membuat siswa berani menantang dirinya sendiri?

Percaya diri

Sudahkah Anda membangun kepercayaan diri siswa dengan memberinya tugas yang berat, lalu membuat perencanaan bersama dengan mereka untuk mengatasinya?

Toleransi

Sudahkah Anda membantu siswa untuk selalu bisa menghormati pendapat orang lain dan "akibat" yang akan mereka terima dengan menghormati pendapat orang lain, seperti perasaan menyesal atau kecewa karena merasa belum bisa menerima kenyataan?

Menyayangi

Sudahkah Anda bisa membuat siswa menghargai segala hal yang telah dilakukannya? Dan, sudahkah Anda menunjukkan bahwa anak didik Anda bisa berhasil dalam bidang tertentu, yang berbeda dari bidang yang sedang digelutinya di dalam kelas? (Sumber: Kompas.com:LTF/Editor: latief)

Buku "Struktur Natasi Novel Karya Anak" dan Menjelajah Pembelajaran Inovatif" Tulisan Garduguru Sudah Beredar di Toko-Toko Buku

Anda yang kemarin sempat bingung cari buku tulisan garduguru, kini sudah sembuh tingkat kebingannya karena buku-buku itu sudah beredar di toko buku. Buku Struktur Narasi Novel Karya Anak telah terpajang di Gramedia, Togamas, Manyar Baru, dan toko buku yang lainnya. Begitu pula, buku Menjelajah Pembelajaran Inovatif juga beredar di toko yang sama.

Berkat dukungan semua pembaca gardu ini, buku tersebut berkategori laris-manis. Mudah-mudahan jarak waktu dekat, buku itu dapat cetak ulang agar semua kalangan dapat menikmati. Selamat membaca.

Internet Membuat Siswa Berkembang Kecerdasan Sosialnya

Internet bukan benda yang membuat siswa individual dan tidak mempunyai jiwa sosial. Malah sebaliknya, justru internet akan menguatkan kecerdasan siswa. Sebuah survei mematahkan anggapan bahwa internet dan ponsel membuat orang terisollasi dari lingkungannya. Alih-alih membuat kuper alias kurang pergaulan, kedua teknologi ini malah dinilai mendorong orang terlibat dalam diskusi yang lebih luas dengan grup-grup yang lebih luas juga.

Survei ini diselenggarakan oleh Pew Internet & American Life Project. Mereka mengklaim bahwa dari hasil studi yang melibatkan 2.512 remaja di Amerika Serikat, peningkatan pemakaian teknologi tidak membuat orang mengalami isolasi sosial.

Beberapa poin yang menguatkan klaim ini adalah dikuaknya fakta bahwa orang-orang yang terikat dengan ponsel dan berbagai aktivitas internet memiliki jaringan diskusi berbobot yang lebih luas dan beraneka ragam, entah itu melalui blog ataupun situs seperti Facebook, daripada mereka yang tidak.

Selain lebih berpotensi untuk terlibat dalam diskusi lintas batas, pengguna ponsel, blogger, maupun mereka yang online dari tempat kerja diketahui lebih aktif dalam mengikuti kegiatan amal melalui keikutsertaan dalam yayasan ataupun organisasi-organisasi.

Dilansir detikINET dari USA Today, Jumat(6/11/2009), Lee Rine, yang memimpin project Pew Internet mengatakan bahwa menghabiskan waktu dengan situs jejaring sosial memberikan masyarakat kekuatan baru untuk mengembangkan diri mereka dan mengembangkan ketertarikannya. Begitu pula, jika siswa dibiasakan berkomunikasi dengan orang lain atau komunitas lain, kecerdasan sosialnya meningkat asalkan terbimbing oleh guru.(Sumber: detik.com/sha/ash)

Senin, 02 November 2009

Guru Kabupaten Brebes Berlatih Karya Tulis Ilmiah Pendidikan

Demi perkembangan pendidikan dan penguatan sumber daya guru, garduguru berada di Brebes untuk memfasilitasi 500 guru dalam menulis karya ilmiah pendidikan. Pada kesempatan diklat nasional itu, dipercaya sebagai fasilitator dan pemateri adalah Prof. Dr. Mudjiarto, M.Si, Dr. Suyatno, M.Pd., dan pejabat dinas pendidikan setempat. Acara itu diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Mijaya Putera Surabaya pada 1 November 2009 di Islamic Centre Brebes.

Antusias peserta dalam menulis karya ilmiah membuat suasana sangan kondusif. Semua peserta praktik menulis ilmiah berdasarkan problematika pendidikan di tempat kerja masing-masing. Dengan metode LKS dan permainan, Suyatno memfasilitasi secara tersistem, menyenangkan, dan mudah dipahami. Peserta sangat cepat dalam menulis meskipun sebelumnya belum dapat menulis.

Jumat, 30 Oktober 2009

Potensi Anak Jangan Diabaikan

Potensi anak jangan diabaikan tetapi justru menjadi pijakan dalam pengembangan pendidikan. Harian Kompas, Jumat, 30 Oktober 2009 melaporkan bahwa sistem pendidikan Indonesia sampai saat ini belum mengutamakan pengembangan potensi anak didik seluas-luasnya. Kurikulum pendidikan pun memperlakukan anak didik sama rata tanpa mempertimbangkan keunikan pada setiap anak didik. Setiap individu unik karena mempunyai potensi, bakat, dan talenta yang berbeda.

Hal itu mengemuka dalam seminar bertema ”Mengembalikan Pola Pendidikan Berbasis Potensi Anak yang Berwawasan Budaya Lokal Nusantara” yang digelar Forum Pengajar-Dokter-Psikolog bagi Ibu Pertiwi dan Yayasan Anand Ashram, Kamis (29/10) di Jakarta. ”Sistem pendidikan makin terfokus hanya pada materi. Menghancurkan bangsa itu mudah, bodohkan saja rakyatnya,” kata Ketua Yayasan Anand Ashram, Maya Safira Muchtar.

Potensi anak terkubur karena pendidikan terfokus pada materi. Akibat tuntutan materi yang meningkat, orangtua tidak mendukung pengembangan potensi anak, malah memaksakan keinginan kepada anak. ”Masih banyak orangtua yang beranggapan, jika ingin sukses atau kaya, anak harus menjadi dokter, insinyur, atau pengacara,” katanya.

Psikolog Rose Mini menyebutkan, setiap orangtua tentu ingin pendidikan anaknya berhasil. Patokan keberhasilan ini yang kerap dinilai hanya dari pencapaian prestasi bidang akademis dan eksakta. Adapun pencapaian bidang kreatif, seperti musik, belum dianggap sebagai prestasi. ”Setiap individu memiliki potensi cerdas. Tetapi, tidak akan teraktualisasi optimal jika tidak distimulasi dengan baik,” ujarnya.

Agar potensi anak berkembang optimal, Ketua Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia Frieda Maryam Siahaan mengingatkan, pendidik harus bisa mendidik dengan empati dan kepekaan sehingga potensi anak didik dapat diperhatikan satu per satu.

”Guru dan orangtua harus memiliki hati untuk meningkatkan kemampuan emosional, sosial, fisik, spiritual, dan kemandirian anak dalam menyelesaikan masalahnya,” ujar Frieda. (LUK)

Buku Struktur Narasi Novel Karya Anak Diresensi di Koran Sinar Harapan dan Batam Pos

Ternyata, buku Struktur Narasi Novel Karya Anak yang ditulis pemilik blog ini diresensi di berbagai media seperti Sinar Harapan dan Batam Pos. Tentu, media lain juga akan memuat resensi tentang buku tersebut. Buku itu memang menggambarkan potret kemampuan anak Indonesia yang luar biasa.

Anak yang masih dianggap belum mempunyai kemampuan apa-apa ternyata mempunyai potensi luar biasa jika disentuh dengan baik. Hal itu tergambar jelas mengapa dan bagaimananya dalam buku tersebut. Buku yang dikemas dengan bagus itu sekarang juga sudah beredar di toko-toko buku terutama toko buku Gramedia seperti yang saya lihat seminggu lalu. Selamat menikmati.

Penilaian Berbasis Kelas

Oleh Suyatno
Banyak guru yang belum mampu mengukur dan menilai siswa secara terbuka, valid, dan autentik sehingga tidak dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Bahkan, banyak guru yang hanya menilai sambil lalu, mengarang skor, dan menggunakan ilmu asal tulis skor. Seharusnya guru dapat akurat dan adil dalam memberikan penilaian dengan cara(a) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa dari sejumlah penilaian yang dilakukan dengan berbagai strategi dan cara, dan (b) Membuat keputusan yang adil terhadap penguasaan yang adil terhadap penguasaan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan hasil kerja yang dikumpulkan.

Penilaian kelas mempunyai pengaruh langsung pada pembelajaran. Hasil penilain yang digunakan oleh guru guru dapat dijadikan dasar bagi pengambil keputusan mengenai keefektifan program pendidikan secara umum. Ini merupakan kemampuan dan keterampilan guru sebagai individu. Kualitas keputusan guru ditentukan oleh bagaimana mereka dapat menyimpulkan apa yang dibutuhkan peserta didik.

Untuk melaksanakan KTSP, guru sebaiknya menggunakan penilaian berbasis kelas yang memandu keterlaksanaan pembelajaran di kelas. Authentik assessment (penilaian yang sebenarnya) menjadi acuan dalam penilaian di kelas, artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa diperoleh di sepanjang proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintregrasi dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata hasil.

Asesmen kelas suatu istilah umum yang meliputi prosedur prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran peserta didik (pengamatan, tingkat performans, tes tertulis) untuk dijadikan pertimbangan pemberian nilai dengan memperhatikan kemajuan belajarnya (Linn dkk., 1995: 5).

Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat berbentuk tes tertulis, performance, penugasan, atau proyek, dan portofolio. Penilaian kognitif semata-mata menilai sejauh mana seorang siswa memiliki pengetahuan terhadap fakta, konsep, dan teori. Penilaian ketrampilan mengukur kemampuan motorik siswa dalam ”bekerja ilmiah” mengikuti langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan.

Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dikembangkan dan ditanamkan di sekolah serta dapat dihayati, diamalkan/diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang digunakan sebagai feedback/umpan balik bagi guru dalam merencanakan proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan, memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran yang dilaksanakan (Sudjana, 2002: 2). Penilaian ini harus dilakukan secara jujur, dan transparan agar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya (Mulyasa, 2002: 183).

Prinsip-Prinsip Penilaian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 (Fajar, 2002: 184) adalah:
a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang dinilai.
b. Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.
e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pihak laian yang terkait).
f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.
g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini semua unsur penilaian digunakan untuk melihat aspek-aspek pada portofolio apakah akan mengalami pertumbuhan/peningkatan.

Instrumen Penilaian
Untuk memperoleh hasil penilaian, guru dapat menyiapkan intrumen penilaian (Fajar, 2002: 185) yang dapat berupa:
a. Soal tes tertulis
b. Soal tes lisan
c. Lembar observasi
d. Lembar portofolio
e. Lembar skala sikap
f. Lembar cheklist
g. Lembar pedoman wawancara
h. Lembar pedoman pengamatan
i. Lembar pedoman penelitian, dan sebagainya.

Mengurai Benang Kusut Profesi Guru

Oleh Suyatno

Keberadaan guru yang profesional tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam aspek kompetensi yakni pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Temu Nasional 2009 di Jakarta, Kamis, 29 Oktober (edukasi Kompas.com) meminta Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh untuk mengubah metodologi belajar-mengajar. Menurut Presiden, pendidikan jangan hanya mengejar nilai rapor dan ujian. ”Kalau itu yang dipilih, anak-anak bersekolah tetapi tidak berkembang kreativitas, inovasi, dan jiwa wirausahanya,” lanjut Presiden. Pola yang sekarang tidak mendorong siswa kreatif dan inovatif sehingga sulit memunculkan jiwa kewirausahaan anak didik. Metode belajar-mengajar anak didik yang dilakukan sejak taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah dinilai hanya menunjukkan gurunya yang aktif, sedangkan anak didik justru tidak aktif. Proses belajar seperti itulah yang dinilai tidak dapat mengembangkan inovasi dan kreativitas serta kewirausahaan.
Pernyataan presiden di atas merupakan puncak dari pergunjingan masyarakat yang prihatin terhadap dunia guru yang tidak juga berubah meskipun diberi perlakukan khusus melalui sertifikasi pendidik. Guru dalam perannya masih mempunyai beberapa permasalahan, yakni (1) masih berperan sebagai transmiter, sumber pengetahuan, mahatahu, (2) terikat dengan sistem dan berpikir struktural, (3) menunggu arahan pejabat di atasnya, (4) memandang fakta, isi pelajaran, dan teori sebagai basis belajar, (5) lebih mentoleransi kebiasaan latihan menghafal, (6) cenderung statis dan tidak kompetitif, (7) gaya verbalistis menjadi fokus utama di kelas, (8) miskin kreativitas dan inovasi, (9) komunikasi terbatas, (10) penilaian lebih bersifat normatif, dan (11) tidak peduli dengan perubahan dan perkembangan pembelajaran.
Dari sisi internal guru, ada beberapa problem yang menjadi batu sandungan dalam peningkatan profesi guru, seperti (1) masih banyak guru yang hidupnya tidak berkecukupan karena memang pendapatannya kecil; (2) banyak guru yang mengajar di daerah terpencil yang penampilannya tampak dekil, (3) heterogenitas paradigma dan persepsi guru yang sangat tinggi, (4) latar belakang akademis guru yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, (5) komitmen guru yang masih rendah dalam menjalani tugasnya, dan (6) minimalnya pengalaman guru.
Di tingkat eksternal guru, berbagai cara dilakukan untuk mengangkat citra guru secara mendasar seperti portofolio seritifikasi guru, PLPG (diklat guru yang tidak lolos portofolio), insentifikasi kesejahteraan guru, program lomba guru, pelatihan-pelatihan. Hanya saja cara-cara di atas masih bersifat permukaan semata tidak sampai mengubah prilaku dan paradigma guru di tingkat implementasi. Beberapa permasalahan yang muncul berkaitan dengan sentuhan eksternal di atas adalah (1) kebijakan masih bersifat sentralistik, (2) program pengembangan hanya bersifat puncak gunung yang tidak sampai ke bukit dan ngarai, (3) pendidikan dan pelatihan guru tidak bersifat membelajarkan hanya mengajarkan, (4) terputusnya mata rantai pembinaan guru sampai ke satuan terkecil akibat kurang berfungsinya KKG dan MGMP, (5) miskinnya media pembelajaran inovatif dan buku-buku di sekolah terpencil, (6) program yang ada yang sampai saat ini belum menyentuh keadaan pikiran, sikap, dan kiprah guru yang sebenarnya, dan (6) kepedulian pejabat di tingkat bawah hanya sebatas selebrasi.
Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi
seyogyanya lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya
sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming process dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan belajar yang orisinal muncul dari dorongan hati (mode = intrinsic motivation).
Salah satu faktor yang memengaruhi menurunnya kualitas pendidik di Indonesia adalah guru. Padahal dalam sebuah proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting selain tujuannya, kurikulum, metode, sarana dan prasarana, lingkungan dan evaluasi. Hal itu menunjukkan bahwa guru sangat berperan penting dalam memajukan kualitas anak bangsa. Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan sangat penting, dibutuhkan pemahaman yang baik dan benar dari guru terhadap profesinya sehingga proses dan hasil dari pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Dengan perubahan kurikulum, penerapan metode mengajar yang baru, pengelolaan sarana dan prasarana, pembelajaran akan berdaya guna apabila didukung oleh guru yang profesional. Semua pihak tahu bahwa tugas guru meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, guru dituntut memiliki kemampuan berwawasan luas, mempunyai sikap dan tingkah laku yang patut diteladani dan memiliki keterampilan.
Untuk itu, problematika di atas harus segera dipecahkan agar terwujud implementasi pembelajaran yang mampu mengeksplorasi dan mengelaborasi potensi anak secara kuat dan optimal. Pemecahannya dapat dilakukan melalui program yang sangat strategis yang mampu menggerakkan semua komponen dalam meningkatkan profesi guru sampai ke akar-akarnya.

Berikut ini saran pemecahan problematika profesi guru.
1.Upaya perbaikan dan peningkatan profesi guru dilakukan secara terprogram, terintegrasi, dan berkelanjutan yang memperhatikan semua komponen pendidikan.
2.Pertukaran guru lintas lokasi perlu dilakukan untuk membuka paradigma dan pengalaman baru secara langsung.
3.Pelaksanaan guru magang di sekolah-sekolah maju yang diasuh oleh guru yang sudah maju pula.
4.Pendampingan guru dengan sistem susun mentor dengan pengawasan yang simultan.
5.Penguatan peran komunitas guru berdasarkan spesifikasi yang dilaksanakan sampai ke tingkat pedalaman dengan memperan-aktifkan MGMP dan KKG.
6.Pemaksimalan kapasitasi tenaga kependidikan (kepala dinas, pengawas, kepala sekolah, dan lainnya) terhadap peningkatan profesi guru.
7.Pelatihan terfokus kepada semua guru dengan sistem identifikasi dan kualifikasi yang dapat memotivasi guru (pelatihan ramah anak, komunikasi, penguatan metode pembelajaran, penelitian, dan sebagainya).
8.Perbanyak lomba kualifikasi guru di semua lini.
9.Pemberian penghargaan diperbanyak dalam rangka mengangkat keprcayaan guru terhadap perannya.
10.Penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) guru harus sampai ke tingkat yang paling pedalaman.
11.Penciptaan budaya semangat juang untuk meningkatkan citra guru pada era globalisasi ini.