Rabu, 31 Desember 2008

Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Oleh Suyatno

Setelah Metode Kolaboratif dimunculkan garduguru di beberapa hari yang lalu, berikut ini dipaparkan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning dengan harapan dapat memperkaya guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Seperti halnya CL, metode ini juga berfokus pada keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik tidak lagi diberikan materi belajar secara satu arah seperti pada metode pembelajaran konvensional. Dengan metode ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara mandiri. PBL juga memberi kesempatan peserta didik untuk mempelajari teori melalui praktek. Peserta didik bukan hanya perlu mencari konklusi tetapi juga perlu menganalisis data.

Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982) menyatakan bahwa PBM adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.

PBM adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini mahasiswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam penerapan PBL.

Tidak selamanya proses belajar dengan metode PBM berjalan dengan lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini. Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional, pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain adalah kurangnya waktu. Proses PBM terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak. Peserta didik terkadang memerlukan waktu untuk menghadapi persoalan yang diberikan. Sementara, waktu pelaksanaan PBM harus disesuaikan dengan beban kurikulum.

Dengan menggunakan pendekatan PBM ini, siswa akan bekerja secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri (Hamizer, dkk, 2003).
Siswa akan membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan. Dalam melaksanakan proses pembelajaran PBM ini, Bridges (1992) dan Charlin (1998) telah menggariskan beberapa ciri-ciri utama seperti berikut.
1.Pembelajaran berpusat dengan masalah.
2.Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia sebenarnya yang mungkin akan dihadapi oleh siswa dalam kerja profesional mereka di masa depan.
3.Pengetahuan yang diharapkan dicapai oleh siswa saat proses pembelajaran disusun berdasarkan masalah.
4.Para siswa bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri.
5.Siswa aktif dengan proses bersama.
6.Pengetahuan menyokong pengetahuan yang baru.
7.Pengetahuan diperoleh dalam konteks yang bermakna.
8.Siswa berpeluang untuk meningkatkan serta mengorganisasikan pengetahuan.
9.Kebanyakan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil.

Berikut langkah-langkah PBM. Guru memulai sesi awal PBM dengan presentasi permasalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Siswa terstimulus untuk berusaha menyelesaikan permasalahan di lapangan. Siswa mengorganisasikan apa yang telah mereka pahami tentang permasalahan dan mencoba mengidentifikasi hal-hal terkait. Siswa berdiskusi dengan mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. Guru mendampingi siswa untuk fokus terhadap pertanyaan yang dianggap penting. Setelah periode self-study, sesi kedua dilakukan. Pada awal sesi ini siswa diharapkan dapat membagi pengetahuan baru yang mereka peroleh. Siswa menguji validitas dari pendekatan awal dan menyaringnya. Siswa berlatih mentransfer pengetahuan dalam konteks nyata melalui pelaporan di kelas.

PBM berbeda dengan metode konvensional. Metode konvensional berupa ceramah yang memusatkan perhatian siswa sepenuhnya kepada guru sehingga yang aktif di sini hanya guru, sedangkan siswa hanya tunduk mendengarkan penjelasan yang dipaparkan. Partisipasi siswa rendah karena hanya diberi kebebasan untuk bertanya mengenai materi yang telah dijelaskan oleh guru sehingga metode konvensional masih kurang menggugah daya pemikiran siswa. Sedangkan, metode PBM adalah metode pembelajaran yang berbasis kepada partisipasi para siswa. Pada jam pertama pembelajaran, metode yang diterapkan adalah diskusi. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang ditunjuk secara acak. Pertanyaan yang diajukan bersifat menggali pendapat dan mengembangkan kemampuan analisis siswa. Kemudian, pada satu jam terakhir, guru memberikan rangkuman dan inti dari diskusi pada hari itu disertai dengan inti dari konteks materi dihubungkan dengan implementasi di lapangan.

Perlu diingat, PBM bukanlah satu-satunya metode yang baik. Masih banyak metode pembelajaran yang baik pula. Untuk itu, guru perlu berpikir divergen dalam menggunakan metode pembelajaran sehingga tidak selalu mengagungkan sebuah metode pembelajaran karena metode pembelajaran adakalanya buruk jika tidak dapat mencapai tujuan.

Tidak ada komentar: