Selasa, 28 April 2009

Melirik Kegiatan Jelajah Situs Sejarah Bangsa

Oleh Suyatno

Di Jawa Timur, sudah ketiga kalinya, digelar kegiatan bagi generasi muda melalui pramuka penggalang (usia 11 s.d. 15 tahun) dengan tajuk Jelajah Situs Sejarah Bangsa dalam bentuk lomba. Lomba itu semuanya berkaitan dengan aspek pengalaman praktis saat menjelajah peninggalan sejarah bangsa. Lomba mengamati, menuliskan, mempresentasikan, mengunjukgelarkan, dan melaporkan segala temuan anak-anak muda itu dilakukan dalam bentuk perjalanan yang menyenangkan dan menghibur. Aspek nasionalisme menjadi titik tekan dalam kegiatan lomba yang diadakan tiap tahun oleh Gerakan Pramuka Kwartir Daerah jawa Timur.

Kegiatan tersebut cukup menarik dan mendapatkan apresiasi tersendiri untuk saat ini. Betapa tidak. Sementara aspek nasionalisme bangsa mulai kendur, terombang-ambing, dan mulai tidak dipedulikan, ternyata masih ada yan mengangkatnya menjadi kemasan kegiatan yang menarik. Peserta sangat senang dan baru mendapatkan pengalaman menarik bagi dirinya.

Pada kegiatan pertama, tahun 2007 di Surabaya, peserta sangat takjub dengan jejak kepedulian pahlawan terhadap bangsanya. Peserta menjelajah dari depan gedung Grahadi untuk menusuri rute Hotel Oranje (sekarang Hotel Majapahit), makam dr. Sutomo, tugu Pahlawan, Jembatan Merah, Sunan Ampel, dan berakhir di Morokrembangan tempat AAL dan pusat militer Belanda. Peserta sangat mengapresiasi jejak itu melalui karya tulis yang dbuatnya. Kemudian, kegiatan jelajah situs sejarah bangsa yang kedua dilaksanakan tahun 2008 di Situs Majapahit, Trowulan, Mojokerto. Peserta, sebanyak 400 orang, terkaget-kaget tentang keperkasaan Majapahit melalui jejak candi, kolam, dan prasasti yang diamatinya dengan teliti.

Kali ini, untuk ketiga kalinya, jelajah dilaksanakan di Blitar pada 8 s.d. 10 Mei 2009 sejalan dengan bulan Pendidikan. 400 peserta akan diajak untuk jelajah melintasi situs Candi Penataran, Candi Gambar, Makam Bung Karno, museum PETA, dan di Yoniv 511 Blitar. Mereka akan beradu kecerdasan dalam mengamati, mengidentifikasi, menuliskan, mendebatkan, dan melaporkan.

Kegiatan jelajah seperti tersebut tentunya menjadi harapan yang mampu membingkai nasionalisme para kaum muda sejak dini. Akar kerusakan nasionalisme bangsa salah satunya ditentukan oleh pendidikan nasionalisme yang kurang berkesan di mata kaum muda. nasionalisme harus ditanamkan tidak melalui ceramah tetapi melalui kegiatan nyata, praktik, dan pengalaman yang langsung dapat terekam dalam memori kaum muda. Kegiatan semacam itu perlu didesain dengan matang dan menjadi sebuah gerakan cinta Indonesia.

Guru di Mata Mbok Siti (51)

"Pagi-pagi kok sudah membawa sabit, Mbok?", tanyaku sambil menunjuk sabit yang digenggam Mbok Siti. "Oh, sabit ini. Sabit ini aku gunakan untuk alat mengambil rumput untuk pakan kambing di belakang", jawab Mbok dengan senyum. Tanpa sabit, rumput yang didapatkan hanya sedikit bahkan tidak ada. "Dengan sabit ini, aku lebih mudah , lebih cepat, lebih tepat rumput yang didapatkan, anakku", terang Mbok yang selalu sederhana itu.

Begitu pula, guru harus selalu melengkapi dirinya dengan media. "Guru yang bagus tentu harus siap dengan media sesuai tujuan pembelajaran yang diharapkan," kata Mbok Siti. Rasanya akan kering dan hambar manakala media tidak juga digunakan oleh guru meskipun dalam kondisi apapun. Media memberikan dampak bagi keriangan, keberkesanan, dan keberhasilan belajar murid-murid.

Rabu, 22 April 2009

Pembelajaran Berbasis Mbok Siti

Oleh Suyatno

Mungkin, Anda akan tertawa lebar selebar-lebarnya, manakala saya mengusulkan pembelajaran berbasis Mbok Siti. Bisa jadi, Anda malah mengabaikan konsep pembelajaran Mbok Siti. Namun, tidak mengapa dan tidak akan menjadi apa-apa. Bukankah pembelajaran memiliki beragam variasi basis yang mendasarinya? Semakin banyak masukan basis pembelajaran tentu akan semakin bagus bagi seorang guru sehingga guru dapat memilih satu di antara beberapa itu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai.

Mbok Siti adalah simbol orang desa yang sangat sederhana yang hidup di lingkungan alamiah yang menyatu dengan alamnya. Dalam keseharian, yang dipikirkan Mbok Siti adalah cara-cara praktis, sederhana, apa adanya, langsung, dan tiruan alam. Begitu pula, pembelajaran berbasis Mbok Siti menggunakan asas (1) praktis, (2) sederhana, (3) apa adanya, (4) langsung, dan tiruan alam.

Prinsip pembelajaran berbasis Mbok Siti adalah Pertama, kalau baik dan bisa dilakukan, lakukanlah. Artinya, segala sesuatu dapat dijalankan dalam pembelajaran asalkan baik untuk dilakukan. Pelaksanaan pembelajaran harus mengandung kebaikan dan kemanfaatan bagi pembelajar. Tiap perlakuan haruslah menyentuh aspek kebaikan bagi pembelajaran. Tiada belajar tanpa kebaikan bagi pembelajar. Manfaat belajar dapat secara langsung dirasakan bagi pembelajaran. Tiap hari, di desa, Mbok Siti melakukan sesuatu untuk kebaikan hidup. Contohnya, menyiangi rumput untuk tanaman palawija yang dianggap baik untuk memperkuat tumbuh palawija itu di samping terlihat tindakan nyata menghilangkan gulma.

Kedua, keselarasan lingkungan menjadi utama agar terjadi kelangsungan hidup. Keselarasan tindakan antara guru dengan siswa menjadi yang utama agar terjadi keberlangsungan pembelajaran. Guru dan siswa bersifat saling menerima dan memberi dengan irama yang selaras. Tiada yang lebih pintar dan tiada yang lebih bodoh. Guru dan siswa beriringan melaju dalam memahami konsep seuatu.

Ketiga, Kalau belum waktunya tidak boleh diberi tindakan. Kalau siswa belum waktunya menerima materi tertentu tidak boleh dipaksakan harus menerima materi tersebut. Semua ada waktunya. Mbok Siti tidak akan memanen pisang sebelum pisang itu memberi tanda masak. Mbok Siti tidak akan memotong rumput sebelum rumput itu panjang dan dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Keempat, kesabaran dan kesederhanaan menjadi dasar dalam tindakan. Tiap tindakan, Mbok Siti selalu sabar dan sederhana. Semua proses kehidupan dilakukan dengan sabar dan dengan cara sederhana. Jika guru berhadapan dengan siswa, kesabaran dan kesederhanaan menjadi menu utama sampai pada menciptakan siswa yang sabar dan sederhana pula.
(bersambung...)

Senin, 20 April 2009

Guru di Mata Mbok Siti (50)

"Mengapa Mbok, dalam gelap begini, Mbok masih dapat menjangkau letak korek api, minyak tanah, dan lampu teplok ini?", tanyaku keheranan saat membantu menyalakan lampu karena gelap menjelang. "Anakku, karena ini rumah yang saya huni, tentu saya sangat hapal letak benda-benda yang tiap hari aku perlukan", jawabnya dengan ramah. Tidak ada benda yang tidak diketahui letakknya meskipun dalam gelap-gulita asalkan keseharian benda itu sangat lekat dengan peranan pemilik rumah.

Guru sejati, meskipun dalam suasana apapun, dia harus mampu mengenali ciri dan karakter kelasnya. "Anakku, guru harus paham dan mengerti tentang tanda atau simbol yang muncul dari muridnya", katanya. Dalam gelap, guru harus tetap bercahaya dan terang sehingga dapat mengenali muridnya dengan jeli dan mendalam. Bukankah sehari-hari, guru lekat dengan kelasnya? Dengan begitu, secara cepat dan kilat, guru akan segera dapat mendeteksi kondisi kelas. "Itulah guru sejati yang tidak akan turut gelap meski di tempat gelap", kata Mbok yang senantiasa menyukai baju hitam itu.

Guru di Mata Mbok Siti (49)

Ketika itu, kampung Mbok Siti sangat gelap, padahal, hari masih sepenggal sore. Tapi, mendung yang menggelantung sempat mengubah pancaran matahari sore meredup menjadi gelap. Aku membantu Mbok Siti menyalakan lampu teplok di dapur. "Kok sudah gelap ya Mbok", sapaku mengisi kekosongan obrolan. "Iya, anakku, gelap lebih cepat menyapa kita", sambil mengumpulkan lampu-lampu untuk segera dicahayakan. Gelap ada karena tidak ada terang. "Jika tidak ada cahaya terang tidak mungkin ada", anakku.

Begitu pula, guru perlu menguasai terang dengan segala cahaya keilmuan yang dimilikinya. "Jika tidak memiliki cahaya, guru akan juga berada dalam kegelapan bersama muridnya", jelas MBok Siti. Guru yang tanpa cahaya tentu tidak akan pernah memiliki terang dan yang dimiliki tentu hanya kegelapan. Guru yang tidak mampu memunculkan suasana terang tentu bukan guru. Gelap merupakan acuan untuk menentukan tingkat terang yang dimunculkan. "Untuk itu, guru perlu mengukur kegelapan yang terjadi", tambah Mbok Siti. Dengan begitu, guru akan dengan mudah menciptakan ukuran terang yang pas dan cocok dalam membangun muridnya. Jadilah guru yang bercahaya dalam terang bukan guru yang redup dalam kegelapan.

Bermain itu Hak Anak, Mengajar dengan Bermain itu Hak Guru

Oleh Suyatno

Ketika pengasuh blog ini memberikan pelatihan pembelajaran melalui bermain di beberapa tempat, banyak guru kelas atas yang protes tentang bermain cocok untuk segala usia. Menurut para guru itu, pembelajaran dengan bermain hanya cocok dengan kelas rendah seperti TK dan kelas 1, 2, dan 3 SD. Saya, selaku penatar hanya tersenyum ketika menanggapi protes itu sambil mengatakan bahwa semua orang mempunyai inti dasar bermain. Oleh karena itu, permainan sangat cocok digunakan untuk metode belajar kelas apapun. Dengan nada guyon, saya pun mengatakan bahwa manusia lahir pun melalui permainan kedua orang tuanya.

Ketahuilah, bahwa bermain itu adalah hak anak dan hak semua orang. Oleh karena bermain hak anak berarti dalam pembelajaran guru juga harus berhak bermain dengannya. Jika guru dalam mengajar tidak bernuansa permainan sehingga siswa menjadi senang, berarti guru itu melanggar hak asasi anak. Menurut psikolog anak Ratih Andjayani Ibrahim (kompas.com), ada 3 alasan kenapa anak mesti punya kesempatan untuk bermain yang menyenangkan. Pertama, dengan bermain anak akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang utuh, sehat jiwa dan bahagia. Kedua, tanpa unsur bermain yang menyenangkan dan bergerak, anak akan tumbuh menjadi dewasa yang kurang tegas, stres, dan neurotik. Dan yang ketiga, pada level ekstrim, ketegangan dan stres bisa memicu gangguan-gangguan, termasuk gangguan jiwa.

Kebutuhan anak-anak usia 2 - 13 tahun adalah bermain. Wartawan itu kerjanya menulis. Kalau dosen mengajar dan mendidik. Nah, kalau anak-anak ya bermain. Karena itu memang dunianya. Hal tersebut dikatakan dengan tegas oleh Sosiolog Imam Prasodjo dalam diskusi Pentingnya Bermain bagi Anak yang di Jakarta, Kamis (2/4)(kompas.com). "Anak itu ya bermain. Tapi pertanyaannya, bagaimana bermain yang produktif itu?" kata Imam.

Menurut Imam, bermain yang produktif itu mesti mengajari anak tiga hal. Pertama, dengan bermain anak belajar peduli pada diri sendiri. Misalnya bermain make up atau berdandan. Ini bisa mengajari anak merawat dan menghargai dirinya sendiri, kata Imam.Kedua, bermain bisa membuat anak peduli pada orang lain dengan lintas budaya, jarak dan waktu. Salah satu contoh kegagalan masa anak-anak adalah fenomena perusakan warisan budaya berupa bangunan sejarah. Ini karena pada masa anak kurang diajarkan untuk menghargai orang lain, kata dosen tetap FISIP UI ini. Ketiga, dengan bermain anak akan peduli pada lingkungan. Taman bermain seharusnya menjadi wahana untuk mengurangi perilaku buruk, seperti bullying dan vandalisme. Misalnya, pada saat kelulusan anak-anak cenderung corat-coret, tidak hanya baju seragam yang dicoret tapi juga dinding, sesal Imam yang juga ketua Yayasan Nurani Dunia.

Sayang tingkat bermain anak di Indonesia sangat rendah. Padahal bermain memberi manfaat bagi anak. Anak-anak Indonesia ternyata memiliki play quotion (tingkat bermain) paling rendah jika dibandingkan dengan anak-anak dari negara lain seperti Jepang, Thailand, dan Vietnam. Ini sangat memprihatikan generasi penerus bangsa kita. Demikian diungkap Psikolog Klinis dan Perkembangan Ratih Ibrahim dalam diskusi Pentingnya Bermain bagi Anak di Jakarta, Kamis (2/4).

"Anak-anak Jepang mampu menyeimbangkan waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah, bersantai, dan beraktifitas fisik," kata Ratih. Sementara di Indonesia banyak anak menghabiskan waktu untuk belajar atau bersantai tapi kurang aktivitas fisik. Sebuah penelitian menunjukkan, anak-anak Indonesia menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk belajar dan kegiatan non fisik, misalnya menonton TV dan bermain game, kata Ratih. Ciri-ciri anak yang kurang aktivitas fisik antara lain tampak lesu, tidak suka makan, pemurung dan mudah mengantuk. Untuk itu unsur bermain dengan melibatkan kegiatan fisik dan menyenangkan sangat penting, kata Ratih.

Konsep pembelajaran dengan bermain penting bagi anak. Metode Pembelajaran bermain adalah metode untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak melalui bermain yang terarah dan menciptakan setting pembelajaran yang merangsang anak untuk aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri. Hal itu penting karena di dalam otak terdapat 3 bagian utama yang menentukan perkembangan anak usia dini yaitu: Batang Otak (apabila anak dalam keadaan tertekan, takut, terancam, maka hanya batang otaknya yang bekerja), Limbik, dikenal sebagai pusat emosi dimana semua persepsi (pengalaman sayang, kebaikan hati, rasa kasih, penghargaan, dan rasa peduli) masuk, dan Korteks, merupakan pusat untuk berpikir.

Dalam menggunakan metode bermain, ada 3 jenis bermain yang disarankan untuk diimplementasikan di dalam proses belajar mengajar anak usia dini yaitu Main Sensori Motor (merupakan rangsangan untuk mendukung proses kerja otak dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari lingkungan saat bermain) Main Peran (kegiatan dimana anak melakukan percobaan dengan bahan dan peran). Bermain tidaklah sesederhana dengan membelikan sebanyak mungkin mainan tetapi bermain adalah bermain yang direncanakan, yang didesain dan diarahkan untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan dan potensi kecerdasan anak, sesuai dengan level anak.

Bermain adalah hak guru untuk mengkreasikan suasana pembelajaran agar lebih mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Dalam belajar, anak tidak akan mendapatkan ilmu apa-apa jika dalam kondisi tertekan, pasif, jenuh, dan sakit. Permainan yang diolah dan diatur oleh guru sesuai dengan tingkatan belajar anak sdikit banyak dapat mengurangi kejenuhan menjadi kegairahan belajar dan kelas akan menjadi dinamis, aktif, bergairah, dan sehat. Cobalah mengajar dengan permainan sebisa guru dalam memainkan. Setelah itu, nikmati cita rasa keberhasilannya.

Membedah Nilai Edukasi Film Slumdog To Be Millionaire

Film Slumdog Millionaire mengisahkan hidup anak yatim piatu yang berhadapan dengan kemiskinan, pengkhianatan, penyiksaan polisi, dan kuis ‘Who Wants to Be a Millionaire’ versi India. Semua dilakoninya demi bertemu kembali dengan cinta masa kecilnya. Bintang-bintang film ini bukan artis terkenal, seperti Rubina Ali, Dev Patel. dan Freida Pinto, hingga anak-anak yang dipungut Danny Boyle, sang sutradara, dari kawasan kumuh Mumbai, India.

Film ini dimulai dengan inspektur polisi (Irrfan Khan) di Mumbai, India, menginterogasi dan menyiksa Jamal Malik (Dev Patel), bekas anak jalanan dari kawasan kumuh Dharavi. Jamal adalah kontestan Who Wants to Be a Millionaire? versi India (Kaun Banega Crorepati) yang dibawakan oleh Prem Kumar (Anil Kapoor). Jamal berhasil mencapai pertanyaan terakhir, dijadwalkan diadakan besok, tetapi polisi menuduhnya curang. Pada saat diinterogasi, jamal menjelaskan bahwa setiap pertanyaan yang diajukan padanya mempunyai hubungan dengan apa yang pernah dialaminya selama ini. Dan inspektur polisi menerima penjelasan dari jamal dengan sebutan "keanehan yang masuk akal".

Jamal adalah sosok tokoh film itu yang digambarkan sejak kecil hidup di kampung kumuh kelas paling gembel perkotaan Mumbai India. Akibat hidup di kampung kumuh, segala penderitaan fisik dan nonfisik sangat sering dialami. Anak kecil itu, sehari-hari selalu berlari lantaran dikejar-kejar polisi pamong praja, dipukuli oleh orang sekitarnya, bergulat dengan lalat, dan hidup dalam kekasaran, kekumuhan, kejijikan, dan kemelaratan. Pergulatan itu menjadi memori kuat yang mengisi pengalaman alam bawah sadar Jamal.

Berkat pergulatan sengsara itu, banyak pengalaman yang selalu diingat ketika Jamal menjelang dewasa. Ingatan itu membantu Jamal dapat sukses menjawab kuis Who Wants to Be a Millionaire dan menang dengan imbalan uang jutaan rupiah.

Kesuksesan Jamal yang berangkat dari dunia pengalaman yang kaya, yang dialaminya secara intensif dan menyatu memberikat penguatan terhadap kekuatan otaknya. Gambaran itu memberikan nilai edukasi tersendiri bahwa (1) pengalaman kuat seorang anak akan memberikan dukungan kepada kekuatan kecerdasan dan mental anak itu, (2) pembelajaran yang dilakukan melalui pengalaman langsung memberikan hasil yang luar biasa dibandingkan dengan pengalaman statis di kelas yang hanya dari itu ke itu, (3) kecerdasan dan kekuatan mental anak tidak hanya dibangun dari pengalaman keluarga mapan saja tetapi dapat pula terjadi dari pengalaman keluarga miskin, (4) pengalaman alamiah yang disentuh secara alamiah pula oleh anak untuk anak lebih memberikan kekuatan memori anak kelak, dan (5) pengalaman anak, seberapun baik dan jeleknya, akan selalu dibawa oleh anak itu sampai dewasa.

Anak-anak miskin asal Mumbai, India, yang menjadi bintang dalam film fenomenal Slumdog Millionaire sangat mampu membawakan peran yang memang mereka alami secara nyata. Bintang film itu bintang alami yang juga berangkat dari konteksnya, persis seperti film Laskar Pelangi, yang juga dibintangi oleh anak-anak setempat. Film yang menang beberapa piala oscar itu memberikan kontribusi kepada bintang anak-anak kumuh untuk menghadiri acara film paling glamor sedunia, Academy Award ke-81 di Kodak Theathre, Amerika Serikat. Acara ini digelar Minggu (22/2) malam waktu setempat atau Senin pagi WIB. Juru bicara Fox Searchlight Pictures, James Finn, memastikan, seluruh aktor cilik asal India yang berjumlah sembilan orang itu akan merasakan untuk pertama kalinya naik pesawat terbang. Bahkan, keberangkatan ini merupakan pertama kalinya bagi mereka ke luar dari permukiman mereka yang kumuh. Seluruh biaya ditanggung Fox. Mereka akan diperlakukan layaknya seorang selebritis dunia dan menginap di hotel berbintang lima. Hal ini merupakan bentuk penghargaan perusahaan film tersebut atas kontribusi anak-anak itu sehingga film itu memperoleh 10 nominasi Oscar, termasuk sebagai film terbaik.

Apabila pendidikan di Indonesia dikemas dengan konsepsi pengalaman alamiah anak-anak dalam setiap sentuhan pembelajaran, niscaya hasil yang diperoleh akan lebih mendalam, melekat, dan memberikan rangsangan potensial dalam kecerdasan anak. Pengalaman itu bersifat langsung, alamiah, dan menyenangkan. Bukan pengalaman yang hanya duduk diam di kelas dengan suara tunggal guru yang berceramah sampai titik darah penghabisan.

Senin, 13 April 2009

Pemilu 2009: Menang dan Kalah Sebuah Pendidikan

Oleh Suyatno

Masa unjuk kebolehan rakyat Indonesia telah usai. Rakyat telah mencontrengkan pilihan berdasarkan hati nuraninya atau ada juga berdasarkan suruhan dan imbalan. Semua itu merupakan dinamika berdemokrasi membangun keindonesiaan ke depan. Rakyat telah memilih wakilnya.

Cerita lanjutan dari rakyat memilih, berarti ada yang dipilih dan ada yang tidak terpilih, ada yang terpilih tetapi di bawah kuota dan ada juga yang sama sekali tidak terpilih meskipun nama tertera di kartu, serta ada yang tidak menggunakan hak pilih sehingga tidak ada pilihan. Dari proses pilihan, yang terpilih melebarkan senyum dan mengembangkan mimpi pengabdian kedepan dengan duduk di kursi dewan. Yang tidak terpilih mengernyitkan dahi, menyesali strategi, dan menyerahkan diri pada kelanjutan cerita hidupnya.

Dari sisi pendidikan, pemilu 2009 sangat menarik untuk dijadikan buku teks bagi dunia pembelajaran. Banyak hal yang dapat dipetik untuk keteladanan bagi diri sendiri maupun generasi mendatang. Kemenangan selalu bermula dari proses yang memerlukan strategi dan kedekatan dengan pendukungnya. Kemenangan merupakan pintu dari perjuangan dan kiprah diri sebelumnya, baik melalui usaha konkret maupun doa yang terkirim secara terus-menerus. Kemenangan bukan datang dari langit tetapi datang dari pencitraan diri yang melekat di khalayak sehingga membuahkan kepercayaan yang dituangkan ke dalam pilihan.

Untuk itu, bagi yang menang, jangan sampai lupa dengan yang memilihnya meskipun hanya satu suara. Pemilih mempunyai angan-angan, kehendak, dan komitmen untuk menanti perubahan aksi yang akan dilakukan pilihannya. Meskipun, saat memilih, ada yang tidak kenal sama sekali pilihannya. Kemenangan dalam pemilu 2009 bukanlah kemenangan perseorangan melainkan kemenangan yang diusung oleh banyak orang sehingga memenuhi kuota. Bagi pemenang, dengan demikian, setiap langkah dalam kedewanan nanti adalah langkah suara banyak pemilih. Menang untuk mengemban. Itulah pemenang ksatria.

Pemenang ksatria tidak pernah merendahkan mereka yang belum mempunyai kesempatan lolos menjadi dewan. Dia adalah sosok yang selalu merekam kepentingan rakyatnya dalam kondisi apapun. Perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan hati bukan perjuangan nafsu mengisi perut sendiri. Segala tindak-tanduknya adalah jernih tanpa prasangka. Ksatria selalu mementingkan orang banyak, berani dan tidak putus asa untuk kebenaran, dan keadilan.

Bagi yang kalah, pemilu 2009 jangan dianggap sebuah kegagalan melainkan sebuah keberhasilan yang tertunda. Proses panjang menuju kekalahan adalah pelajaran yang berharga untuk bangun dan bangkit menapaki keberhasilan di aspek yang lain. Banyak jalan menuju keberhasilan.

Pergerakan dunia masih panjang yang memunkinkan seseorang untuk berkarya meskipun tidak sekarang. Rakyat menghendaki yang kalah hanya belum sekarang kesempatannya. Kesempatannya terletak pada perkembangan.