Kamis, 21 Oktober 2010

Guru di Mata Mbok Siti (83)

Tiba-tiba, ayam di belakang rumah Mbok Siti itu dikejar-kejar angsa sampai bulu-bulu indah ayam itu menangis-nangis di udara berdebu kusam itu. Aku berteriak mengusir angsa sambil mengayunkan lengan kanan dengan kuat. Angsa masih saja mengejar dengan suara ganas dan paruh menganga.

"Mbok, angsa itu galak", kataku sambil menunjuk angsa yang mengibaskan sayap tanda kemenangan dan ayam berlari seribu napas. Hebat sekali pancaindera angsa itu.

"Itulah alam kebinatangan, anakku", tukas Mbok Siti dengan kebaya lusuh meskipun di halaman belakang itu. Alam binatang adalah alam yang baik bagi hawa nafsu. Pada diri kita, juga terdapat alam kebinatangan yang mengungsi di panca indera, pikiran, dan kecerdasan karena memang tempat itu  mudah disusupi hawa nafsu. Melalui panca indera, pikiran, dan kecerdasan, hawa nafsu sering menutupi pengetahuan sejati seorang manusia. Oleh sebab itu, pada tahap awal langkah seorang guru yang juga sebagai manusia, kendalikanlah nafsu-nafsu itu.

"Anakku, jadilah guru yang berada di kedalaman roh keguruan sejati", jelas Mbok Siti. Panca indera bekerja secara lebih halus daripada alam material yang mati; pikiran bekerja lebih halus daripada panca indera; kecerdasan lebih halus lagi daripada pikiran; dan roh lebih halus dari kecerdasan. Oleh sebab itu, latihlah pikiranmu agar siap menerima roh keguruan sejati. Asahlah terus kecerdasanmu dalam alam guru sejati agar tingkat kecerdasan dan kesadaran rohanimu akan terus meningkat dan mantap sebagai seorang guru, dan engkau tidak bisa dibingungkan atau digoyahkan lagi oleh hawa nafsu. Itulah inti pengetahuan sejati turun-temurun yang harus mendarah dalam diri seorang guru.

Guru di Mata Mbok Siti (82)

Pagi ini, aku bimbang. "Apakah aku mengajar ke kelas atau istirahat di rumah?" wujud kebimbanganku. Perkaranya, badan ini agak lemas meski tidak panas. Ada kemalasan dalam diriku untuk melakukan sesuatu. Rasanya, aku malas mengajar untuk kali ini. Aku tidur sampai siang sehingga pilihan mengajar menjadi nomor dua. Tapi, sehabis tiduran, aku dimaki-maki oleh batinku sendiri. Aku tambah menggunungkan kebingungan. Cepat-cepat, aku menjulurkan kaki ke rumah Mbok Siti untuk menguatkan hati gundah ini.

"Mbok, hari ini aku gundah dan berdosa karena meninggalkan siswaku yang sudah menunggu demi diri sendiri", kataku pelan kepada Mbok Siti yang menampakkan senyum kekuatan.

"Anakku, kebimbangan antara dua pilihan itu wajar. Namun, berpeluklah pada pilihan  yang lebih besar", kata Mbok Siti pelan. Tanggung jawab kecil biasanya lebih tampak daripada tanggungjawab besar. Mengajarlah demi pembelajaran, tanpa mempertimbangkan suka-duka, untung-rugi, dan kalah-menang. Lakukanlah sebaik-baiknya apa yang mesti kamu lakukan, tanpa mengharapkan hasil atau pahala, agar engkau terbebas dari ikatan dengan pekerjaan. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang pelit. Guru yang terbaik selalu menguatkan keikhlasan dengan rasa mendalam. Siswa segalanya bagi nurani guru. Dahulukanlah juluran tugasmu kepada yang membutuhkanmu demi masa depannya. Masukkan rasa dirimu ke ceruk tulang yang terdalam dan terumit dalam dirimu sehingga dapat menjangkau yang tidak pernah kamu jangkau dalam dirimu. Rasakanlah dengan rasa yang kuat. Itulah kesejatian dirimu sebagai seorang guru.

"Janganlah meratapi kebimbanganmu yang telah kamu lakukan namun ubahlah sari kebimbangan dalam dirimu untuk perbuatan ke depan, anakku" lanjut Mbok Siti dengan mantap.

Guru di Mata Mbok Siti (81)

Tiba-tiba Mbok Siti mengajakku ke sungai kecil seberang jalan depan rumahnya. Tanpa pikir panjang, aku bergegas menyetujui ajakan itu. Aku yakin, Mbok Siti yang masih bergegas dalam berjalan itu mempunyai maksud lain.

"Anakku, pasti kamu bertanya-tanya ketika aku ajak ke sini", tukasnya sambil merelakan telunjuknya mengarah ke aliran air yang tidak seberapa deras itu.

"Iya, Mbok. Ada apa, tiba-tiba aku digiring ke sini?" tanyaku ulang.

Ternyata, aku ditunjukkan telur burung puyuh yang tergeletak sebanyak empat di bawah semak di sela ilalang lereng sungai. Telur itu tampak terawat oleh induknya. Aku bidikkan mata ke sekeliling, tidak juga tampak induk burung puyuh. "Mengapa begitu tega induk burung puyuh meninggalkan calon anak puyuh itu?", gumamku sambil jongkok mengamati telur itu.

"Telur ini bukan tidak dirawat, anakku", kata Mbok yang jari-jarinya penuh kerut tanda tersurat perjuangan waktu mudanya. Induknya merawat dengan cara meninggalkan telur untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan waktunya. Induk itu, suatu saat pasti akan ke sini untuk mengerami agar terjadi hubungan batin burung puyuh dengan anaknya sehingga dapat emenetas menjadi burung puyuh pula.

"Induk puyuh itu dapat mengukur seberapa kuat telur itu untuk meretas anak puyuh", ujar Mbok Siti. Begitu pula, guru harus dapat mengukur seberapa kuat siswa menerima pelajaran dari gurunya. Guru hebat harus mampu mengatur menu perolehan siswa dengan pertimbangan gradasi, kedalaman, keluasan, dan ketepatannya. Jadi, guru tidak boleh asal memberikan menu tanpa takaran yang dapat dipercaya.

"

Kamis, 14 Oktober 2010

Sapardi Djoko Damono: Jadikan Sastra sebagai Seni Bukan Ilmu di Sekolah

Pendidikan formal yang berkaitan dengan bahasa dan kebudayaan harus ditata sedemikian rupa, sehingga mampu menawarkan dan memperkenalkan sebanyak mungkin hasil kebudayaan seperti dongeng kepada sebanyak mungkin khalayak lewat bahasa Indonesia.

Demikian ditegaskan oleh sastrawan dan guru besar emeritus Sapardi Djoko Damono pada seminar Strategi Kebudayaan dan Pengelolaannya, yang digelar oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Jabotabek, Senin (1/6) di Jakarta.

Sapardi mengatakan, dongeng, kitab klasik, dan berbagai konsep kebudayaan harus dikemas baik-baik untuk disebarluaskan lewat pendidikan. Sastra dikembalikan ke fungsi dan kedudukannya sebagai seni, yakni permainan yang mengasyikkan, bukan sebagai ilmu.

"Hanya dengan dikembalikannya sastra sebagai seni, mereka yang berminat menjadi sastrawan memiliki keleluasaan dalam proses kreatifnya. Hanya dengan demikian pula khalayak bisa menerima karya sastra Indonesia sebagai miliknya sendiri, bukan terjemahan," kata Sapardi.

Menurut Sapardi, sastra Indonesia adalah hibrid, hasil silangan dari begitu banyak kebudayaan, bahasa, dan dongeng. Mereka yang membiarkan berbagai hal itu berkembang dalam dirinya dan menjadikannya dorongan penting dalam proses kreatifnya, kita sebut sastrawan Indonesia. Kita, tambah Sapardi, boleh saja mengatakan bahwa dengan demikian ia (sastra) tidak memiliki identitas, atau kehilangan identitas. Namun, bisa juga kita nyatakan bahwa itulah identitasnya.

Sapardi menambahkan bahwa karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan non-Inggris bisa memiliki kekuatan yang melebihi karya sastra yang dihasilkan oleh penutur asli. Dalam hal kita, bahasa Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan bahasa Inggris dalam hal ini.

"Sebab, bahasa kita ini adalah bahasa baru yang kita ciptakan bersama, bukan bahasa yang sebelumnya sudah ada dan masih tetap dipergunakan dengan aktif oleh pemiliknya," ungkap Sapardi. Strategi pengembangan sastra Indonesia, tandas dia, harus didasarkan pada kenyataan tersebut.
(Sumber : Kompas.com/14 Oktober 2010)

Guru di Mata Mbok Siti (80)

Hiduplah dalam kematian dan matilah dalam kehidupan. Kalimat itu yang terngiang di telingaku sampai saat ini setelah mendengarkan ucapan Mbok Siti kemarin sore sebelum aku pulang. Kalimat itu berkali-kali aku ucapkan dalam hati dan kutulis besar dan tebal dalam buku catatanku. Namun, belum juga aku menemukan makna sebenarnya dari kalimat itu. Hiduplah dalam kematian dan matilah dalam kehidupan.

Dengan terpaksa, ketika bertemu Mbok Siti lagi, kalimat itu kutanyakan maknanya meskipun aku merasakan malu bertanya ulang.

"Ketika segalanya tidak kunjung ada, kamu harus ada", jelasnya. Begitu pula, ketika segalanya riuh rendah dalam kehidupan, manusia harus mampu berada dalam kehampaan untuk menyerap kehidupan itu. Aku tambah bingung.

"Jangan bingung, anakku", tiba-tiba Mbok Siti mengatakan kepadaku saat aku melamunkan kebingungan. Guru sangatlah tidak layak jika berada dalam suasana kebingungan. Jika guru bingung, bagaimana dengan siswanya? Bukankah siswa tambah bingung?

"Kadang, guru memerlukan keadaan diam", lanjut Mbok yang masih tampak energis itu. Ketika diam, guru akan lebih mampu menggunakan telinga, mata, dan rasa dalam mengurai gejala alam yang pada akhirnya bermanfaat bagi siswanya.

Mengajar dengan Cara ATM itu Halal

Banyak guru yang dalam hati kecilnya ingin berubah seperti guru-guru lain yang dipandangnya cukup maju dalam mengajar. Namun, mereka enggan untuk meniru guru-guru yang sudah maju karena takut dicap sebagai si peniru. Apalagi, dalam diri guru itu sudah terlanjur menempel lemak kebiasaan mengajar dari gaya itu ke itu selamanya. Jadilah, angan-angan guru hanya sebatas terbayangkan di pikiran saja. Dengan kondisi itu, guru pembayang harus berhati-hati karena dapat merembet ke sakit stress dan berdampak stroke. He.he.He. Kalau memang guru itu sudah mengidap darah tinggi, kolestrol, lemak darah, dan diabet, malah stress dan stroke tambah cepat bergerilya ke diri guru. Kok ngeri ya.

Resepnya, guru jangan takut meniru. Bukankah dunia berkembang dengan tiruan. Lihat saja, sepeda motor pertama ditiru oleh perusahaan lain dengan merek yang berbeda? bukankah HP pertama ditiru oleh HP berikutnya dengan merek berbeda?  Jadi, resepnya cukup ATM. Apa itu ATM? A singkatan AMATI, T singkatan TIRU, M singkatan Modifikasi.

Langkah pertama guru harus mengamati guru lain yang telah berhasil sampai sedetail-detailnya. Bila perlu, tanyakan pernik-perniknya sampai dia menjadi berhasil. Lakukan pengamatan dengan setia, teliti, dan lengkap. Amati pula guru lain yang menjalankan keberhasilan senada.

Langkah kedua, guru melakukan peniruan seperti yang dilakukan guru yang diamati. Lakukan terus berulang-ulang. Jangan lupa, catatlah kejanggalan atau hambatan serta kekuatannya. Ingat, penyanyi hebat tidak mungkin berlatih hanya sekali dua kali.

Langkah ketiga, guru harus memodifikasi tiruan berdasarkan karakter siswa, tempat, dan situasi di kelas sendiri. Jangan takut memodifikasi. yang terpenting tujuan bukan prosesnya. Bila perlu, guru melakukan modifikasi berbagai bentuk sehingga justru mendapatkan model mangajar yang beraneka modifikasi.

Untuk memperkuat diri, guru perlu mengonfirmasikan hasil modifikasi ke guru yang diamati dan ditiru. jangan malu untuk melakukan itu. Selamat mencoba.

Gunakan Studi Kasus selain PTK dan Lesson Study

Saat ini, banyak guru yang hanya terfokus pada PTK semata untuk mengungkap permasalahan di kelas dengan alasan dapat meningkatkan dan memperbaiki pembelajaran. Padahal, studi kasus juga dapat digunakan guru untuk melihat dengan senyatanya problem pembelajaran di kelas. Dengan studi kasus, guru dapat dengan cepat memperbaiki problem yang mengganjal sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal (secara terus menerus) yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.

Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan subjek tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat inferensi dari data studi kasus kuantitatif.

Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menemukan semua variabel yang penting.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.


2. Jenis-jenis Studi Kasus

a. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi

tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.

b. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi peran-senta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.

c. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.

d. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.

e. Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.

f. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.


3. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;

b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;

c. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;

d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;

e. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.


4. Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik

a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional.

b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan.

c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda.

d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas.

e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi pada pembaca.

Contohnya, guru mendapatkan kasus bahwa siswa sulit berbicara di depan bukan karena bahan yang dibicarakan tetapi karena tidak percaya diri. Berkali-kali, guru tidak dapat mengajak siswa ke depan secara merata. hanya siswa tertentu yang mau maju dan lancar bercerita. Sedangkan siswa lain malah tambah tidak percaya diri saat siswa lain maju. Fakta itu dapat menjadi bahan studi kasus yang menarik. Jika di PTK, tentu pembelajaran berbicara itu akan sangat memakan waktu lama dalam siklusnya.

Guru di Mata Mbok Siti (79)

Ketika aku memarkir sepeda motor butut kesayanganku di halaman depan rumah Mbok Siti, ada suara batuk-batuk dari arah dapur. Aku bergegas masuk dapur sambil menyapa salam seperti biasanya.

"Sakit apa, Mbok?" tanyaku dengan cepat.

"Enggak sakit, anakku. Aku hanya batuk pilek semata", jawabnya sambil tangannya menyilakan duduk. Aku lihat api di dapur menyala di atas tungku air. Di meja dapur terlihat racikan bumbu. Rupanya, Mbok Siti akan membuat sayur kesayangannya, daun bayam dan gambas.

"Kalau sakit, istirahat saja, Mbok. Jangan dipaksakan nanti malah tambah sakit", pintaku dengan kalem.

"Ini sebuah tanggung jawab, anakku", jawabnya. kalau tidak melakukan tanggung jawab diri, tentu, aku akan kehilangan kesempatan untuk minum dan makan yang sebenarnya memang diperlukan bagi tubuh. Begitu pula guru, tanggung jawab sebagai guru harus dipegang teguh. Meskipun sedikit sakit, jika siswa teramat memerlukan bantuan guru, sakit bukan menjadi penghalang. Guru itu harus menyegerakan tugas utamanya menumbuhkembangkan siswanya.

Guru di Mata Mbok Siti (78)

Entah berapa tumpuk rumput yang sudah dicabut dari sela-sela kencur subur itu. Mbok Siti di halaman belakang sedang asyik duduk di atas dingklik (tempat duduk dari papan kecil ukuran kecil) sambil tangannya sibuk merenggut rumput gulma yang menghalangi tumbuh kembang kencur. Aku dengan cepatnya membantu mengambil tumpukkan rumput untuk dipindahkan ke tempat sampah.

"Rumput ini memang harus dicabut agar tidak menghalangi akar kencur yang akan menghasilkan umbi kencur, anakku", kata Mbok Siti sambil menghapus bintik keringat di dahi.

"Berarti, saya sebagai guru, juga perlu menyingkirkan penghalang bagi tumbuh kembang siswa-siswaku?" tanyaku sambil menghentikan langkah mendekat di sisi Mbok Siti.

"Itu sebuah keharusan, anakku", jawabnya. Guru yang baik harus teramat paham tentang hambatan dan halangan yang muncul di sekeliling siswa ketika siswa itu belajar. Kadang, memang, hambatan itu tidak tampak kecuali guru pandai menangkap ketidaktampakkan itu. Guru harus sadar lingkungan dan sadar situasi yang mengelilingi siswa.

Guru di Mata Mbok Siti (77)

Cuaca cukup cerah di atas kepalaku. Aku seperti biasanya menyapa Mbok Siti tepat di depan pintu dapur yang kusam dan pecah-pecah itu. Seperti biasa pula, Mbok Siti menjawab sapa kunoku dengan kata yang itu-itu juga. Namun, justru sapaan dan jawaban yang itu-itu saja membuatku mempunyai kedekatan dan layaknya berada di rumah sendiri.

Tiba-tiba aku dikagetkan anak kucing berlari ke sana- ke mari dan cakar sana-cakar sini sementara induknya duduk malas terdiam sambil melirik anak kucing itu.

"Lihat kucing kecil belajar menggerakkan kaki dan mengasah kukunya ya?" tanya Mbok Siti sambil meletakkan kopi seperti sudah hafal dengan kesukaanku.

"Iya, Mbok. Anak kucing itu sangat lucu", jawabku.

"Anak kucing itu memang terlihat lucu karena dalam keadaan gembira dalam berlari dan mencakar-cakar tembok itu", sela Mbok Siti yang selalu mengenakan kebaya dengan rambut kecil digulung di belakang kepala seperti buah apokat itu.

"Induk kucing terlihat pasif tapi sebenarnya selalu memperhatikan", jelas Mbok Siti. Sesekali, seorang guru mampu membiarkan siswanya mengasah kemampuan dasar siswa sebagai bakal manusia dewasa. Awasi siswa tapi bukan mencampuri usaha dasarnya. Latihlah siswa sebagai manusia semestinya. Manusia mempunyai kaki berarti dia layak untuk berjalan, berlari, melompat, dan memanjat. Siswa yang akan menjadi manusia sempurna berarti berhak untuk berjalan, berlari, melompat, dan memanjat. Berilah kesempatan sepenuhnya kepada siswa untuk mengolah inderanya.

Guru di Mata Mbok Siti (76)

"Lihatlah ayam, burung, dan harimau, anakku", kata Mbok Siti dengan kalem.

"Maksudnya, Mbok?" tanyaku menyelidik sambil memandangi mata Mbok Siti yang dilapisi kerut ketuaan.

"Ayam membesarkan anaknya dengan cara mennyibakkan kakinya ke gundukan tanah lalu anak-anaknya berlarian mendekat untuk mematuk makanan yang terangkat. Induk burung mencari ulat atau lainnya untuk disuapkan ke anak-anaknya di sangkar. Harimau menunjukkan makanan di depan anaknya lalu mengajak jalan-jalan", jelas Mbok Siti yang tegar dan selalu bergembira itu.Ketiga binatang itu mempunyai cara berbeda mendidik anak-anaknya untuk tumbuh besar.

"Khan, memang karakternya berbeda sesuai jenis binatangnya, Mbok", selaku dengan pelan sambil menunggu jawaban berikutnya.

"Justru itu, perbedaan membuat mereka bertahan hidup sampai sekarang", jawab Mbok yang tinggal di kampung meneruskan jejak nenek moyangnya itu.

"Nah, guru juga harus mampu memberikan perbedaan cara mendidik", tambahnya. Guru baik tentunya mampu memberikan variasi metode mengajarnya sesuai dengan karakter siswa. Jangan sampai guru hanya bertahan dengan satu gaya mengajar, yakni gaya ceramah semata.

"Bukankah alam guru terbaik bagi kita?", tanyanya.

Kak Bambang Tedjo, Guru SMPN 21 Surabaya, Mulai Nge-Blog

Garduguru menyambut baik dengan blog baru berjudul Tedjo 21 yang diasuh oleh guru kawakan, mantan DKC Gerakan Pramuka Surabaya, penulis, dan tim pengembang kurikulum di Surabaya. Blog Tedjo 21 dikembangkan melalui wordpress dengan tampilan menarik yang dibubuhi foto diri di samping kanan. Ada tampilan halaman yang memberikan penunjuk pembaca untuk cepat membukanya.

Inisiatif Tedjo 21 untuk nge-blog tentunya disambut baik dan perlu diikuti oleh guru-guru lain. Ada satu keyakinan dari garduguru kalau setiap guru pasti mempunyai gagasan menarik yang dapat dipakai sebagai inspirasi bagi guru lain. Hanya saja, banyak blog yang seumur jagung karena kesibukan dan ketiadaan kesempatan untuk memperbarui. Syarat blog yang bagus, tentunya, tidak ditentukan oleh tampilan pertama saja tetapi juga ditentukan oleh keajegan menulis. Selain itu, blog bagus kalau bisa bertema atau bertopik sehingga tidak gado-gado isinya.

Jalan terus, Kak Bambang Tedjo. Garduguru yakin kalau gagasan tidak akan pernah berhenti meskipun sudah dituangkan ke dalam blog. Bravo, Bambang Tedjo.

Rabu, 13 Oktober 2010

Bagi Anak, Lebih 2 Jam Tonton TV Ganggu Kejiwaan

Ini adalah peringatan bagi para orangtua yang terlalu bebas dan longgar memberi waktu kepada anak-anak menonton televisi atau bermain komputer. Jangan membiarkan anak-anak terlalu lama di depan layar karena kebiasaan ini dapat menimbulkan risiko lebih besar bagi kejiwaan anak-anak.

Menurut sebuah riset di Inggris, kebiasaan anak nongkrong di depan TV atau main komputer lebih dari dua jam sehari akan menimbulkan efek negatif pada kesehatan psikologis mereka.

Hasil kajian para ahli dari Universitas Bristol terhadap sekitar 1.000 anak berumur 10 hingga 11 tahun menunjukkan, efek buruk tersebut muncul tanpa dipengaruhi seberapa aktif anak-anak tersebut bermain selama seharian.

Pada riset tersebut, pemantauan dilakukan selama lebih dari tujuh hari terhadap intensitas waktu yang dihabiskan anak-anak dalam di depan televisi atau komputer.

Dengan metode kuisioner, anak-anak juga harus menjawab pertanyaan yang menjelaskan keadaan jiwa mereka, termasuk emosi, tingkah laku, dan masalah lain yang berkaitan. Para peneliti juga menggunakan pengukur tingkah laku (accelerometer) yang memantau aktivitas fisik mereka.

Hasil kajian menunjukkan, anak yang menghabiskan waktu lebih dari dua jam sehari untuk salah satu kegiatan tersebut cenderung mengalami problem psikologis sekitar 60 persen lebih tinggi dibanding mereka yang menghabiskan waktu lebih sedikit. Selisih itu menjadi dua kali lipat bila anak-anak melakukan kedua-duanya (menonton TV dan main komputer) serta menghabiskan waktu lebih dari dua jam untuk tiap-tiap layar tersebut selama sehari. Menurut peneliti, hasil riset ini tidak dipengaruhi jenis kelamin, umur, tingkat pubertas, atau tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi.

"Kami menyadari, aktivitas fisik dibutuhkan untuk kesehatan jiwa dan fisik anak. Ada beberapa bukti bahwa menonton layar itu mengakibatkan perilaku negatif. Namun, masih belum jelas apakah tingkat aktivitas fisik dapat "menetralkan" tingginya intensitas menonton layar itu bagi anak," ujar dr Angie Page kepada Reuters Health.

Riset juga menunjukkan, problem psikologis terus meningkat jika anak-anak kehilangan waktu untuk berolahraga secara teratur minimal satu jam sehari akibat meningkatnya intensitas tontonan atau permainan komputer. Bagaimanapun, aktivitas fisik tidak dapat mengimbangi konsekuensi kejiwaan dari waktu untuk menonton TV atau main komputer. Walau begitu, Page dan timnya mengakui kalau penelitiannya juga memiliki beberapa keterbatasan, termasuk potensi ketidak-akuratan seorang anak saat mengisi jadwal kegiatan pada kuisioner. (sumber: Kompas.com/13 Oktober 2010)

Selasa, 12 Oktober 2010

Umur Berapa Anak Mulai Make-Up?

Tayangan televisi tentang anak putri pra-remaja yang cantik bergantian memenuhi layar kaca. Misal, tayangan Hannah Montana atau High School Musical, yang dibintangi oleh remaja-remaja remaja yang tampil cantik dengan dandanan. Tak heran, anak-anak putri penonton setia akan terpengaruh dan ingin terlihat mirip idolanya yang mengenakan makeup itu.

Penata rias kenamaan, Bobbi Brown mengatakan, bahwa saat ini tekanan para remaja untuk mengenakan riasan sangat tinggi. Menurutnya, dulu, yang ingin mengenakan riasan mata smoky eyes biasanya anak-anak usia 18 tahun ke atas. Saat ini, remaja usia 15-16 tahun sudah ingin berdandan seperti itu. Brown tidak menentang anak remaja untuk menggunakan riasan, namun, seharusnya setiap perempuan sadar, bahwa dirinya cantik. Yang dibutuhkan adalah waktu untuk berlatih menemukan sisi cantik dalam diri dan menonjolkan aset kecantikan pada wajah, bukan menambal wajah dengan riasan.

Menurut Brown, usia 13 tahun adalah usia yang cukup untuk remaja mau mencoba menggunakan riasan, tetapi tipis-tipis saja. Sekitar usia SMP adalah waktu yang tepat, bukan usia kelas 5 SD, menurutnya.

Berikut peraturan mengenai berdandan untuk anak remaja dari Bobbi Brown:
- Untuk riasan sehari-hari, jauhi foundation. Anak remaja belum butuh foundation yang menutup seluruh kulit wajahnya. Jika diperlukan, gunakan concealer di bagian bawah mata untuk menutupi kehitaman di sekitar mata.

- Jika mau kulit terlihat lebih mulus, gunakan moisturizer yang dilengkapi dengan pewarna (tinted moisturizer) yang mengandung SPF.

- Untuk menutupi noda kemerahan dan noda kecokelatan pada wajah, gunakan cover stick, cari yang warnanya senada dengan kulit wajah, cukup gunakan sedikit, lalu sapukan bedak bubuk pada wajah.

- Lipstik dan pipi bisa gunakan pewarna yang berbahan dasar krim. Anda bisa mencari produk semacam ini di L'Occitane. Jika terlalu tebal, cukup gunakan jari Anda untuk membuat warnanya menipis.

- Maskara, jika si remaja putri sudah siap dan untuk acara spesial saja. Eyeshadow shimmer bisa digunakan untuk acara-acara spesial.

- Lipgloss merah muda bisa menyempurnakan penampilan.

Sebaiknya, tata rias untuk remaja untuk meng-highlight kecantikannya, bukan menutupi. Bagi yang suka warna-warna terang, Bobbi menyarankan untuk bereksperimen dengan pewarna kuku saja, jangan pada makeup. Jangan lupa untuk mengajarkan anak Anda untuk selalu merawat kebersihan wajahnya agar kotoran dan makeup tidak menumpuk dan menyebabkan jerawat.

Menurut pendapat Anda, usia berapa anak remaja lumrah menggunakan makeup? Riasan seperti apa yang cocok dan wajar untuk anak remaja putri? (sumber: Kompas.com)

Mendiknas, M. Nuh: Jangan Telan mentah-Mentah Metode Asing

Metode-metode pengajaran yang dipraktikkan sekolah akan lebih baik jika tidak terlalu sering berubah apalagi jika sampai digantikan dengan metode asing yang diadopsi mentah-mentah. Metode pengajaran yang sukses di negara lain belum tentu sesuai dengan budaya dan karakter di Indonesia. Penggunaan suatu metodologi pengajaran tidak bisa gegabah karena metodologi akan berpengaruh pada cara berpikir, karakter, dan budaya suatu bangsa.

Hal ini dikemukakan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di hadapan guru-guru di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (11/10/) kemarin. "Kita harus lebih sering introspeksi. Jangan mudah serta merta mengambil dari luar dan dipakai di Indonesia. Ada syarat-syarat khusus yang tidak selamanya cocok," ujarnya.

Imbauan ini disampaikan karena ada kekhawatiran pada banyaknya guru dan sekolah yang terlalu sering mengganti metode pengajaran dengan metode asing terutama yang dilakukan guru-guru yang baru pulang studi banding di negara lain. "Banyak teman-teman guru yang senang coba-coba metode asing yang mereka pelajari ketika dapat kesempatan ke luar negeri. Tapi hanya coba-coba saja," kata Sugeng, guru SMA di Balikpapan.

Penyesuaian metode pengajaran asing di sekolah terutama juga harus dilakukan sekolah Rintisan Sekolah Berta raf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang membeli lisensi akreditasi dari luar negeri seperti Cambridge. Jika metode asing dipraktikkan mentah-mentah tanpa disesuaikan terlebih dahulu dengan karakter budaya di dalam negeri, di khawatirkan akan terbentuk siswa yang tidak lagi mencerminkan karakter dan budaya Indonesia.

Ide RSBI/SBI juga bukan begitu. Apa yang dikembangkan di Indonesia sesuai dengan standar internasional. "Jadi, tidak selamanya dari luar negeri kita tarik ke sini tetapi bisa juga produk kita diakui sehingga memenuhi standar yang dikembangkan internasional," kata Nuh. (sumber: Kompas.com/edukasi/12 Oktober 2010)

Contoh Soal Psikotes Praktis

Psikotes itu menakutkan kata banyak orang. Lebih baik dites soal daripada psikotes kata banyak orang juga. Tidak. Psikotes itu mudah karena akan melihat kemampuan diri kita sebenarnya. Jalani saja, Anda tidak perlu gamang. Anda juga tidak perlu stres, sakit perut, dan pusing-pusing. Hadapi saja psikotes dengan biasa saja dan apa adanya.
Penguasaan terhadap soal psikotes sangat penting, terutama dalam dunia kerja. Berikut ini contoh soal psikotes yang bisa menjadi rujukan. Untuk menguasai soal psikotes anda harus sering berlatih sama dengan aktifiitas fisik kita. Karena sudah menjadi syarat mutlak dalam proses rekruitmen karyawan baik dalam lembaga pemerintahan maupun perusahaan swasta anda harus melalui tahapan ini.
Berikut ini contoh soal psikotes, semoga bisa membantu bagi yang sedang mencari pekerjaan.
Latihan Psikotes – Analogi Verbal (Korelasi Makna)

Latihan psikotes analogi verbal ini ditujukan untuk melihat pemahaman anda terhadap hubungan antar kata. Dampak positifnya adalah kemampuan memahami permasalahan 1. Mobil – Bensin = Pelari – …. a. Makanan b. Sepatu c. Kaos d. Lintasan
2. Dingin – Selimut = Hujan – …. a. Air b. Payung c. Dingin d. Basah
3. Semir – Sepatu = Sikat – …. a. Kuku b. Rambut c. Televisi d. Gigi
4. Kepala – Pusing = Perut – …. a. Batuk b. Pilek c. Mules d. Gemuk
5. Bugil – Pakaian = Gundul – …. a. Botak b. Kepala c. Cukur d. Rambut
6. Kayu – Pohon = Emas – …. a. Tambang b. Perhiasan c. Mahal d. Logam
7. Saya – Kami = Dia – …. a. Kamu b. Mereka c. Anda d. Kita
8. Kumis – Kucing = Belalai – …. a. Ular b. Harimau c. Gajah d. Hidung
9. Reguler – Senin = Karyawan – …. a. Selasa b. Rabu c. Minggu d. Jumat
10. Busur – Panah = Senapan – …. a. Peluru b. Senjata c. Berbahaya d. Tembakan
11. Ayah – Anak = Pohon – …. a. Daun b. Tunas c. Ranting d. Akar
12. Es – Dingin = Gula – …. a. Bubuk b. Kristal c. Tebu d. Manis
13. Pintar – Belajar = Bodoh – …. a. Cerdas b. Rajin c. Dosen d. Malas
14. Terbang – Burung = Jalan – …. a. Jauh b. Singa c. Lebah d. Kupu-kupu
15. Mobil – Roda = Rumah – …. a. Pondasi b. Tanah c. Jendela d. Atap
16. Bulan – Bumi = Yupiter – … a. Venus b. Orbit c. Matahari d. Bulan
17. Februari – April = Mei – …. a. Juli b. Agustus c. September d. Oktober
18. Ekspor – Pergi = Impor – …. a. Luar b. Dagang c. Masuk d. Asing
19. Mobil – Bensin = Perahu – …. a. Laut b. Angin c. Ombak d. Kayu
20. Mikroskop – Mikroba = Teleskop – …. a. Bakteri b. Bioskop c. Teropong d. Bintang__________________________________________________
Latihan Psikotes – Antonim (Lawan Kata) – Kemampuan Verbal

Latihan psikotes kemampuan verbal – antonim (lawan kata) ditujukan untuk mampu melihat kebenaran secara terbalik, sekaligus melihat wawasan seseorang. Yang dimaksud kebenaran secara terbalik, bahwa seseorang mengetahui sesuatunya benar atau salah tidak hanya secara fenomenologis, tetapi dapat juga secara dialektis.
1. ABOLISI >< …. a. Keringanan b. Pemberatan c. Pengurangan d. Pemotongan
2. ABSEN >< …. a. Sakit b. Masuk c. Ijin d. Hadir
3. AKTUAL >< …. a. Kadaluwarsa b. Nyata c. Lama d. Baru
4. AKURAT >< …. a. Teratur b. Sembarangan c. Ceroboh d. Meleset
5. ANTAGONIS >< …. a. Setingkat b. Selaras c. Seimbang d. Searah
6. ANTIPATI >< …. a. Apatis b. Peduli c. Simpati d. Acuh
7. ASLI >< …. a. Tiruan b. Orisinil c. Autentik d. Murni
8. CHAOS >< …. a. Labil b. Hancur c. Normal d. Kacau
9. DIALOG >< …. a. Monolog b. Prolog c. Epilog d. Interaktif
10. GAGAL >< …. a. Batal b. Bahaya c. Berhasil d. Berguna
11. GASAL >< …. a. Ganjil b. Semester c. Tunggal d. Genap
12. GERSANG >< …. a. Subur b. Kering c. Tandus d. Kemarau
13. GRATIS >< …. a. Bayar b. Hutang c. Tunai d. Lunas
14. HETEROGEN >< …. a. Harmonis b. Selaras c. Multi d. Homogen
15. INSIDENTAL >< …. a. Rutin b. Khusus c. Tertentu d. Istimewa
16. INTRODUKSI >< …. a. Pendahuluan b. Pengantar c. Preambul d. Penutup
17. JUMBO >< …. a. Besar b. Super c. Bangkok d. Kecil
18. KOHESI >< …. a. Agresi b. Adhesi c. Swadesi d. Asimilasi
19. KOLEKTIF >< …. a. Selektif b. Bersama-sama c. Individual d. Terpisah
20. KONDUKTOR >< …. a. Penerima b. Penyalur c. Penghambat d. Pemutus_________________________________________________
Latihan Psikotes – Antonim Sinonim

Latihan psikotes antonim (lawan kata) dan sinonim (persamaan/padanan makna/kata) merupakan bagian dari tes kemampuan verbal. Yang ditujukan untuk mengukur tingkat kewaspadaan dan kecermatan terhadap suatu indikasi yang sama/mirip, sekaligus mengukur wawasannya, dan mengukur kemampuan dalam melihat kebenaran secara terbalik Cobalah tandai mana yang antonim dan mana yang sinonim.
1. canda — kelakar
2. kebal — rentan
3. mukadimah — pembukaan
4. praktek — teori
5. pailit — bangkrut
6. elastis — kaku
7. imitasi — asli
8. institusi — lembaga
9. primitif — modern
10. pro — kontra
11. sel — bui
12. adaptasi — penyesuaian
13. jual — beli
14. maksimal — minimal
15. antipati — simpati
16. kandidat — calon
17. konvensi — kesepakatan
18. realitas — maya
19. analogi — persamaan
20. datang — pergi

Sabtu, 09 Oktober 2010

Tugas Guru: Pemahaman Siswa tentang Perbedaan Suku dan Agama masih Lemah

Berdasarkan penelitian Frida di Palu dan Poso tahun 2009, ditemukan bahwa pemahaman siswa akan perbedaan suku dan agama yang ada di masyarakat masih lemah. Masih ditemukan siswa dengan agresivitas tinggi, rasa dendam, dan enggan berinteraksi dengan teman yang berbeda agama. Hal itu berbahaya bagi kelangsungan bangsa Indonesia sebagai negara persatuan.

Di Palu, 35 persen anak menyatakan tidak mau berteman dengan mereka yang berbeda agama dan 14,2 persen tidak tahu. Di Poso, 10,8 persen anak tidak mau berteman dan 15 persen tidak tahu.

Berdasarkan penelitian itu, tindak lanjutnya adalah guru perlu memperkuat jiwa kebhinekaan siswa melalui pengenalan realitas bangsa Indonesia. Guru perlu aktif mempromosikan nilai-nilai kewarganegaraan, perdamaian, dan keberagaman. Sebab, guru mengemban misi menyiapkan generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab. Guru juga harus membekali muridnya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.

Para guru berperan untuk membangun harapan bangsa yang ingin memiliki generasi cinta damai dan hidup harmonis dalam keragaman. Sebab, banyak anak-anak saat ini mengalami trauma akibat menyaksikan kekerasan yang ekstrem, mengalami kehancuran rumah, dan kehilangan anggota keluarga. Guru perlu ikut aktif memulihkan kondisi sosial masyarakat dengan mengampanyekan penghentian segala bentuk kekerasan dan konflik. Di sekolah, guru harus menerapkan sikap antidiskriminasi dan memahami keberagaman.

Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, gesekan-gesekan sosial sering terjadi sebagai konsekuensi masyarakat Indonesia yang semakin tidak mengenal budaya Nusantara. Pendidikan nasional tidak lagi memperkuat kebudayaan bangsa yang seharusnya diajarkan di sekolah. Ini terjadi karena pemerintah tak lagi menyatukan kedua unsur itu dalam satu departemen: pendidikan dan kebudayaan.

Tilaar menegaskan perlunya memperkuat pendidikan multikulturalisme di sekolah. Upaya itu penting untuk membentuk generasi muda yang mampu menghargai perbedaan budaya, agama, dan suku, serta keragaman lainnya. ”Pendidikan yang didesentralisasikan justru bisa mengancam. Bagaimana mau menyatukan bangsa Indonesia kalau guru terpaku di satu daerah. Ini karena guru sekarang jadi milik bupati atau wali kota,” katanya. (sumber: Kompas.com)



Rabu, 06 Oktober 2010

Guru di Mata Mbok Siti (75)

"Tikar baru ya, Mbok", tanyaku setelah melirik tikar yang aku duduki.

"Iya, anakku. Kebetulan ada rejeki dari menjual seekor kambing", jawab Mbok yang murah senyum itu.

"Tikar ini bagus, Mbok", selaku memuji.

"Tikar ini bagus karena ada sentuhan pembuatnya yang menganyam penuh rencana, teratur, teliti, dan tekun", kata Mbok Siti sambil memegangi tikar yang beranyam warna merah dan hijau berpadu apik. Andai tidak ada rencana, bahan tikar ini hanya sekadar bahan tikar yang tidak berfungsi. Berkat kepedulian penganyam yang memanfaatkan bahan tikar menjadi alas duduk atau tidur, tikar ini berubah menjadi bermanfaat.

"Begitu pula, guru, anakku. Dia harus mempunyai rencana yang matang untuk mengembangkan siswanya menjadi manusia bermanfaat.

"Di samping mempunyai rencana, guru haruslah teratur, teliti, dan tekun menghadapi siswa demi siswa sesuai karakter dasarnya", jelasnya. Memang butuh waktu. Tapi waktu justru akan mengantarkan kinerja guru menjadi bermanfaat seperti tikar ini.

Guru Sidoarjo Mantapkan Diri dengan Media Pembelajaran

        Pengelola pendidikan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tidak ingin guru-gurunya mengajar dengan gaya lama yang mengandalkan verbalistis alias ceramah. Perkembangan dan pergeseran gaya mengajar ke arah penggunaan media kreatif sesuai dengan kondisi siswa saat ini menjadi titik perhatian pendidikan di Sidoarjo. Secara bertahap, dari guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK dilatih memproduksi dan menggunakan media pembelajaran secara kreatif. Hal itu dilaksanakan secara bertahap sejak bulan Juni yang lalu kemudian tuntas pada 6 Oktober 2010.
        "Media kreatif, praktis, dan bermakna yang mengandung pendidikan ada di sekitar guru", ujar Suyatno, yang memandu workshop pembuatan dan pengembangan media kreatif itu. Media kreatif sangat dekat dengan siswa dan murah meriah. Betapa tidak. Batu kerikil di sekitar rumah dapat dijadikan media pembelajaran matematika atau pelajaran yang lain. Kardus bekas, kaleng bekas, atau apa saja dapat disulap menjadi media bermanfaat untuk memudahkan siswa cepat paham dan mampu mengausai pelajaran.
        Pada kesempatan pelatihan pembuatan media itu, guru-guru praktik langsung membuat media. Hasilnya, luar biasa bagus-bagus. Ada guru yang membuat kartu rumus untuk memudahkan siswa menguasai rumus matematika dengan cepat. Ada pula yang membuat miniatur paru-paru dari balon dan paralon kecil. Satu per satu media ciptaan guru itu dipamerkan di depan untuk dilihat, direviu, dan diamati bersama-sama. Bravo pendidikan Sidoarjo!

Guru di Mata Mbok Siti (74)

Hujan tiada hentinya meski menurut kebiasaan pada bulan-bulan September sampai Oktober tanah Mbok Siti dipastikan musim kering dan panas. Entah perubahan apa yang terjadi sampai-sampai musim kering menghilang dan bersembunyi di ketiak musim hujan. Tapi tak apalah, musim hujan pun justru menyegarkan udara meski banyak petani yang merugi.
"Mbok, mengapa tetap tersenyum simpul seperti itu? Padahal, hujan tiada berhenti", tanyaku. Mbok Siti masih saja asyik dengan menggelar tikar dan menunjukkan diri selalu ceriah.
"Nak, mengapa hujan membuat seseorang sedih dan sebaliknya mengapa musim panas juga membuat orang bersedih?" jawabnya enteng sambil menyilakan aku duduk di tikar ruang tengah yang tampak kokoh tapi terkesan lama itu.
"Musim itu anugerah dan bagian dari kehidupan yang dapat menuntun manusia hidup", katanya. Aku terdiam sambil melirik kopi yang diturunkan Mbok Siti. Lalu, Mbok Siti duduk di depanku.
"Memberikan berkah kehidupan, anakku" tambahnya.
"Anakku, begitu pula, seorang guru haruslah seperti hujan yang memberikan kesegaran bagi bumi dan seisinya", ujar Mbok Siti yang berbaju hitam seperti kemarin-kemarin.
Guru yang baik haruslah memberikan kesegaran dan kesejukan bagi pribadi siswanya. Siswa tumbuh dan berkembang akibat kesejukan yang diciptakan guru sesuai dengan porsi dan kondisi siswa. Jadilah hujan yang memberikan kesuburan bagi tanaman yang tumbuh berseri menghiasi bumi dan memberikan manfaat bagi kehidupan.

Jumat, 01 Oktober 2010

Demi Keutuhan NKRI, Pancasila Perlu Diajarkan Intensif

Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan 1945 Jawa Timur meminta Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh memasukkan kembali Pancasila ke dalam mata pelajaran di sekolah karena nilai-nilai Pancasila sudah mulai dilupakan masyarakat. "Pancasila harus dilestarikan lewat pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi," kata Ketua Bidang Infokom DHD 45 Jatim Ir Suhardi Djaharuddin di Surabaya, Jumat (1/10/2010).

Suhardi mengemukakan hal itu menanggapi Hari Kesaktian Pancasila yang cenderung dilaksanakan secara seremonial di berbagai daerah. Menurut dia, Pancasila yang sekarang cenderung dipinggirkan itu membuat perilaku pemerintah dan masyarakat akhir-akhir ini semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila.

"Peminggiran Pancasila dalam segala aspek membuat pemerintah dan masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persaudaraan, permusyawaratan, dan keadilan," katanya.

Oleh karena itu, ia menilai pengajaran Pancasila merupakan hal yang tak dapat ditawar lagi meski mungkin cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang, seperti dengan outbound atau wisata ke lokasi bersejarah.

Mantan Pembantu Rektor III Universitas 45 Surabaya itu menegaskan bahwa pengajaran Pancasila memang akan menarik bila diajarkan dengan pengalaman atau dengan kemasan kekinian.

"Yang penting, bukan justru diserahkan sekolah, tapi harus diwajibkan lagi sebab pelajaran Pancasila sudah semakin mendesak diajarkan lagi, apalagi konflik horizontal sudah terjadi di mana-mana karena unsur kedaerahan lebih menonjol daripada keindonesiaan," katanya. (sumber: Kompas.com/1 Oktober 2010)

Teroris, Tawuran, dan Perampokan Cermin Lunturnya Kebangsaan

Tiap hari, berita sibuk mengedepankan teroris, tawuran, dan perampokan yang bertubi-tubi terjadi di tanah air. Ada tangis. Ada duka. Ada geram. lalu, seolah-olah negara dipermainkan oleh mereka. Pindah-pindah merupakan lokus yang menyertai peristiwa bengis dan keji itu. Apakah harus tetap terjadi seperti itu? Tidak!

Semua warga, tidak terkecuali, miskin atau kaya, di desa atau kota, tua atau muda, compang-camping atau rapi, harus menyikapi peristiwa itu sebagai gangguan awal bagi negara. Untuk itu, persatuan dengan kesadaran tinggilah obatnya.

Peristiwa memalukan Indonesia itu jika dikaji lebih mendalam sebenarnya merupakan lunturnya nilai kebangsaan dalam dada rakyat ini. Akibatnya, rakyat tidak seberapa peduli dengan gejala dini sebelum peristiwa terjadi karena dianggap bukan urusannya. Jika sikap ini terus menumpuk, bukan tidak mungkin, akan terjadi peristiwa yang lebih besar dan mengkhawatirkan.

Tentunya, saat komplotan itu rapat mempersiapkan perbuatannya, ada masyarakat yang melihatnya. Tapi, masyarakat itu tidak sampai ke puncak kesadaran melapor ke orang lain. Bagi pelaku sendiri, mental untuk mencari keuangan dengan cara halal pun tertutup dengan sikapnya sendiri. Nah, dengan begitu, rasanya, perlu dirintis pendidikan kebangsaan dan nasionalisme perlu dipertajam, diperkuat, dan diharuskan. Bravo Indonesia.

Guru di Mata Mbok Siti (73)

Perbincangan siang yang panas ini cukup lama sehingga waktu pun serasa tidak ada batasnya. Mbok Siti memang layak berbicara lama untuk menelurkan gagasan yang tidak pernah habis dan gagasan itu bermakna. Sambil mengunyah singkong rebus, aku khidmat meletakkan telinga di tempatnya. Tiba-tiba, aku terhenyak melihat semut berbaris menyusul singkong di piring.

"Mbok, kok banyak semut?" tanyaku.
"Ya jelas banyak semut karena ada singkong dan daerah rumah ini tempat semut hidup", jawabnya ringan.
"Tapi, mengapa semut itu sangat berani?" kataku menunggu jawaban.

"Semut itu harus berani sehingga dapat meneruskan kehidupan semut selanjutnya", jawabnya. Andai saja semut itu takut dengan ayam karena akan dimakan, takut dengan trengiling karena juga dimakan, takut dengan air karena takut tenggelam, dan takut-takut yang lainnya, semut itu tidak akan pernah hidup.
Jadi, guru hebat tidak boleh pernah takut untuk mencapai pembelajaran yang sebenarnya. Guru beranilah yang ditunggu siswanya.