Oleh Suyatno
Rencana pembelajaran merupakan kata wajib bagi seorang guru sebelum masuk kelas dengan harapan dapat memberikan nilai tambah pendidikan. Oleh karena itu, sangatlah wajar para guru saat ini sibuk dengan RPP dari waktu ke waktu. Kesibukan itu ditandai oleh guru yang membuat sendiri RPP untuk mengajar, guru yang pinjam RPP teman, Guru yang mengunduh RPP dari internet, dan guru yang memfotokopi RPP yang sudah ada. Itulah kesibukan seorang guru karena memang diwajibkan sekolah untuk mengumpulkan RPP.
Hanya saja, benarkah RPP yang diperoleh atau dibuat itu benar-benar dipakai guru untuk mengajar? Tampaknya, tidak ada data kuat untuk itu. RPP dibuat hanya untuk ditandatangankan ke kepala sekolah sebagai syarat administrasi seorang guru. Ketika mengajar, guru kembali ke gaya klasik tanpa persiapan sama sekali. RPP hanyalah RPP, yang penting masuk kelas, bercuap-cuap, lirik buku paket, dan habislah waktu mengajar.
Padahal, RPP dibuat untuk diterapkan di kelas saat guru mengajar. Saat mengajar, guru melihat RPP miliknya sambil memberikan catatan di RPP jika terjadi hal-hal yang dirasakan penting untuk dicatat. catatan tersebut pada kemudian hari digunakan untuk perbaikan RPP berikutnya. Dengan begitu, RPP selalu terbarui berdasarkan konteks mengajar dan belajar di kelas.
Jika pencatatan itu dilakukan dengan rutin dan seksama, guru tentunya tidak akan pernah kesulitan dalam membuat PTK, makalah pembelajaran, dan buku penunjang. Catatan mengajar sangat penting artinya bagi keberlangsungan prestasi dan kinerja guru.
Untuk itu, para kepala sekolah perlu menolak RPP jika rencana itu tidak diterapkan di sekolah dengan benar. Janagan sampai, justru kepala sekolah melakukan kompromi dengan pola seolah-olah RPP digunakan. Dari kelaslah, kemajuan pendidikan akan tampak berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar