Jumat, 10 Oktober 2008

Guru di Mata Mbok Siti (25)

Siang panas, tumbuh-tumbuhan suram, tanah kering, dan debu berkeliaran ke sana-ke mari, aku terus saja melaju ke rumah Mbok Siti, setelah lama tidak bertemu dengannya. Kebetulan sekali, Mbok Siti ada di halaman depan memilah-milah jagung panenannya untuk dijual. "Siang ini, banyak panenan Mbok", tanyaku. "Wah, anakku, ke mana saja selama ini? Ini simpanan jagung yang sudah waktunya untuk dijual", timpalnya sambil menyilakan aku duduk di sebelahnya.

"Jagungnya bagus-bagus Mbok", tanyaku. "Jagung ini ada yang bagus dan tidak bagus. Tapi, semuanya bernama jagung khan?", jawab Mbok yang setia dengan baju hitamnya. Jika ditanam, biji jagung pasti akan menghasilkan jagung baru yang bentuk dan rasanya akan sama dengan benihnya. Itulah kecintaan jagung terhadap jagung baru. Asalkan ditanam dengan baik, dirawat secara rutin, dan dipanen dengan tepat, jagung akan memberikan hasil panen yang baik pula. "Anakku, jagung yang demikian itu pasti mempunyai cinta setia ke jagung berikutnya", tambah Mbok Siti. Dengan begitu, akan lahir generasi jagung yang terpola pada regenerasi yang tepat. Begitu pula, guru yang baik, dia harus mempunyai cinta setia kepada muridnya agar tumbuh generasi yang baik pula.

Kalau jagung saja, dari tahun ke tahun dapat beregenerasi karena diolah dan diupayakan oleh manusia, seorang siswa juga semestinya dapat beregenerasi dengan tepat pula. Gurulah yang harus menanam benih kebaikan kepada siswa, merawat jiwa siswa, dan suatu saat dapat memanen melalui prestasi yang ditunjukkan siswanya. "Kita akan tiada, suatu saat, anakku. Tentu, juga harus tumbuh hidup baru dari jiwa baru hasil olahan para guru", ulas Mbok Siti sambil mewadahi jagung-jagungnya.

Tidak ada komentar: