Sabtu, 08 November 2008

Guru di Mata Mbok Siti (31)

Tangan tua Mbok Siti masih lincah ketika mengupas kentang untuk acara selamatan malam itu. Aku juga menirukan memegang pisau dapur untuk turut mengupas kentang yang diletakkan di baskom terendam air. "Aduh, sulitnya setengah mati", gumamku lirih. Semakin aku lincah seperti Mbok Siti, semakin kentang berloncatan seperti katak kedatangan hujan.

"Mengapa berkeringat begitu?", tanya Mbok saat melihat aku menyeka dengan lengan yang terbebani tangan memegang pisau dapur. "Ternyata sulit ya...Mbok, mengupas kentang itu", jelasku memberikan alasan. Mbok hanya tersenyum. "Kita merasa sulit mengupas karena melihat kentang yang banyak, belum pernah, dan berpikiran sulit", jawabnya. Cobalah menganggap bahwa yang dikupas satu lalu satu lalu satu, pasti kita tidak merasa sulit. Apalagi, kalau kita pernah mengupas, untuk mengupas berikutnya, tentu rasanya akan semakin mudah. Yang paling penting, dalam menghadapi kentang yang banyak ini, kita perlu berpikiran positif saja, yakni berpikir bahwa pastilah kentang ini terkupas.

Begitulah seorang guru, dia harus melihat pembelajaran dari hal yang kecil agar tidak merasakan kejenuhan. Guru perlu pengalaman yang memberikan kekuatan bagi pembelajaran berikutnya. "Kemudian, guru harus senantiasa berpikiran positif", katanya dengan lembut.

Tidak ada komentar: