Profesor Sandralyn Byrnes dari Australia menjelaskan bahwa di masa usia dini, anak sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi dan problem
solving. Karena kemampuan-kemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak
usia dini. Untuk itu,
anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar.
Pernyataan Byrnes tersebut tentu memberikan penguatan bagi pembelajaran PAUD. Salah satu metode yang tepat untuk menjawab pernyataan tersebut adalah metode bermain. Dalam pertumbuhannya, anak perlu bermain tetapi bukan sekadar
bermain, melainkan bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan,
mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving,
negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup
besar/kecil, kewajiban sosial, serta 1-3 bahasa.
Tentunya cara bermain pun tidak bisa asal,
harus yang diarahkan dan ini butuh tenaga yang memiliki kemampuan dan
cara mengajarkan yang tepat. Kelas harusnya berisi kesenangan,
antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang tarik-ulur kekuatan
antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang semangat untuk
belajar. Karena lewat
bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak
anak berada dalam keadaan yang tenang. Saat tenang itu, pendidikan pun
bisa masuk dan tertanam.
Contoh, bermain
peran sebagai pemadam kebakaran, anak tidak akan mendapat apa-apa jika
ia hanya disuruh mengenakan busana dan berlarian membawa selang. Tetapi,
guru yang mengerti harus bisa mengajak anak menggunakan otaknya saat si
anak berperan sebagai pemadam kebakaran, "Apa yang digunakan oleh
pemadam kebakaran, Nak? Bagaimana suara truk pemadam kebakaran yang
benar? Apa yang dilakukan pemadam kebakaran? Pertanyaan-pertanyaan
semacam itu akan ditanyakan untuk memancing daya pikir si anak," contoh
Byrnes.
Selama 7 tahun meneliti pendidikan anak usia dini di
Indonesia, Byrnes juga menemukan sebagian orangtua memiliki konsep bahwa
anak-anak di usia itu sudah bisa berpikir. "Anak-anak usia dini belum
bisa berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa. Anak-anak usia
tersebut harus dipandu cara berpikir secara besar, cara mencerna, dan
berdaya nalar. Sayangnya, beberapa lembaga pendidikan anak usia dini di
Indonesia belum mengajarkan mengenai multiple intelligences.
Ini kembali ke perkembangan latar belakang ahli didiknya," ungkap
Byrnes.
Apa perbedaan anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan
usia dini berkualitas dengan anak-anak yang tidak belajar? "Di lembaga
pendidikan anak usia dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi
pribadi yang mandiri, kuat bersosialisasi, percaya diri, punya rasa
ingin tahu yang besar, bisa mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke
sekolah lain dan siap belajar, cepat beradaptasi, dan semangat untuk
belajar. Sementara, anak yang tidak mendapat pendidikan cukup di usia
dini, akan lamban menerima sesuatu," terang Byrnes yang pernah mendapat
gelar Woman of the Year dari Vitasoy di Australia. "Anak yang tidak
mendapat pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti mobil yang tidak
bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat memiliki
bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat baru.
Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan
memulai mesinnya, jadi lamban. Menurut saya, pendidikan anak sudah bisa
dimulai sejak ia 18 bulan," tutup Byrnes. (Sumber: Kompas Female)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar