Dibandingkan perempuan, laki-laki lebih rentan mengalami autisme atau gangguan interaksi sosial. Sebuah penelitian menemukan kenapa anak laki-laki lebih banyak terkena autis.
Penyebabnya adalah hormon seks, karena laki-laki lebih banyak memproduksi testosteron sementara perempuan lebih banyak memproduksi esterogen.
Kedua hormon itu memiliki efek bertolak belakang terhadap suatu gen pengatur fungsi otak yang disebut retinoic acid-related orphan receptor-alpha atau RORA. Testosteron menghambat kerja RORA, sementara esterogen justru meningkatkan kinerjanya.
Terhambatnya kinerja RORA menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh, antara lain terganggunya jam biologis atau circardian rythm yang berdampak pada pola tidur. Kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi (radang) jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas RORA terhambat.
Meski bukan menjadi penyebab langsung, kadar testosteron yang tinggi berhubungan dengan risiko autisme. Sebab, gangguan pola tidur serta kerusakan saraf akibat stres dan inflamasi di otak merupakan beberapa keluhan yang sering dialami para penderita autis.
Selain itu, sebuah penelitian di George Washington University menunjukkan bahwa aktivitas RORA cenderung lebih rendah pada penderita autis dibandingkan pada orang normal. Bukti ini menguatkan hubungan antara testosteron dengan risiko autis.
"Sejak lama testosteron diduga berhubungan dengan autis, namun belum pernah ada pembuktian molekuler tentang hal itu. Penelitian ini makin menegaskan bahwa hormon ini berperan besar pada autis," ungkap sang peneliti, Valerie Hu seperti dikutip dari Newscientist, Senin (21/2/2011).
Penelitian lain yang juga mengaitkan hormon seks dengan autis pernah dilakukan oleh Simon Baron-Cohen dari University of Cambridge. Ketika itu Cohen menyimpulkan risiko autis meningkat jika sejak dalam kandungan janin sudah banyak terpapar testosteron, misalnya karena pemakaian obat-obat penghambat esterogen.
Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Public Library of Science ONE edisi bulan Februari 2011.
Autis merupakan salah satu jenis gangguan perkembangan anak yang bersifat kompleks. Penyebabnya antara lain gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak, sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi yang baik dengan lingkungan sosialnya. (sumber: Detik health.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar