Tiba-tiba, ayam di belakang rumah Mbok Siti itu dikejar-kejar angsa sampai bulu-bulu indah ayam itu menangis-nangis di udara berdebu kusam itu. Aku berteriak mengusir angsa sambil mengayunkan lengan kanan dengan kuat. Angsa masih saja mengejar dengan suara ganas dan paruh menganga.
"Mbok, angsa itu galak", kataku sambil menunjuk angsa yang mengibaskan sayap tanda kemenangan dan ayam berlari seribu napas. Hebat sekali pancaindera angsa itu.
"Itulah alam kebinatangan, anakku", tukas Mbok Siti dengan kebaya lusuh meskipun di halaman belakang itu. Alam binatang adalah alam yang baik bagi hawa nafsu. Pada diri kita, juga terdapat alam kebinatangan yang mengungsi di panca indera, pikiran, dan kecerdasan karena memang tempat itu mudah disusupi hawa nafsu. Melalui panca indera, pikiran, dan kecerdasan, hawa nafsu sering menutupi pengetahuan sejati seorang manusia. Oleh sebab itu, pada tahap awal langkah seorang guru yang juga sebagai manusia, kendalikanlah nafsu-nafsu itu.
"Anakku, jadilah guru yang berada di kedalaman roh keguruan sejati", jelas Mbok Siti. Panca indera bekerja secara lebih halus daripada alam material yang mati; pikiran bekerja lebih halus daripada panca indera; kecerdasan lebih halus lagi daripada pikiran; dan roh lebih halus dari kecerdasan. Oleh sebab itu, latihlah pikiranmu agar siap menerima roh keguruan sejati. Asahlah terus kecerdasanmu dalam alam guru sejati agar tingkat kecerdasan dan kesadaran rohanimu akan terus meningkat dan mantap sebagai seorang guru, dan engkau tidak bisa dibingungkan atau digoyahkan lagi oleh hawa nafsu. Itulah inti pengetahuan sejati turun-temurun yang harus mendarah dalam diri seorang guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar