Hiduplah dalam kematian dan matilah dalam kehidupan. Kalimat itu yang terngiang di telingaku sampai saat ini setelah mendengarkan ucapan Mbok Siti kemarin sore sebelum aku pulang. Kalimat itu berkali-kali aku ucapkan dalam hati dan kutulis besar dan tebal dalam buku catatanku. Namun, belum juga aku menemukan makna sebenarnya dari kalimat itu. Hiduplah dalam kematian dan matilah dalam kehidupan.
Dengan terpaksa, ketika bertemu Mbok Siti lagi, kalimat itu kutanyakan maknanya meskipun aku merasakan malu bertanya ulang.
"Ketika segalanya tidak kunjung ada, kamu harus ada", jelasnya. Begitu pula, ketika segalanya riuh rendah dalam kehidupan, manusia harus mampu berada dalam kehampaan untuk menyerap kehidupan itu. Aku tambah bingung.
"Jangan bingung, anakku", tiba-tiba Mbok Siti mengatakan kepadaku saat aku melamunkan kebingungan. Guru sangatlah tidak layak jika berada dalam suasana kebingungan. Jika guru bingung, bagaimana dengan siswanya? Bukankah siswa tambah bingung?
"Kadang, guru memerlukan keadaan diam", lanjut Mbok yang masih tampak energis itu. Ketika diam, guru akan lebih mampu menggunakan telinga, mata, dan rasa dalam mengurai gejala alam yang pada akhirnya bermanfaat bagi siswanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar