Contoh penerapan pendidikan karakter dikembangkan di 500 sekolah di 33 provinsi. Praktik-praktik
pendidikan karakter yang sudah dijalankan itu, diharapkan dapat memberi
insiprasi sekolah lain untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan
karakter yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekolah atau daerah
masing-masing.
Pendidikan karakter di sekolah mengambil dari kearifan lokal, selain nilai-nilai
kebajikan yang umum. "Kita ingin penerapnnya sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan sekolah yang dapat diukur. Misalnya, kebersihan masih
jadi problem banyak sekolah. Bisa dimulai dari situ, lalu dikembangkan
pada karakter lain yang mudah diukur dan diterapkan," kata Erry Utomo,
Kepala Bidang Kurikulum dan Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan
Nasional, dalam seminar bertajuk Pendidikan Harmoni Sebagai Pendidikan
Karakter Yang Kontekstual di Jakarta.
Guru
Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar, mengkritisi
pendidikan karakter yang tidak memiliki konsep yang jelas. Pendidikan
karakter di Indonesia mestinya berdasarkan kebudayaan Indonesia yang
multikultural. "Pendidikan karakter Indonesia semestinya
dengan mengembangkan nilai-nilai yang kita sepakati bersama yang
memepersatukan Indonesia. Ini akan menjadi karakter yang khas Indonesia
dibanding dari negara lain, sebagai negara yang hidup dalam budaya
multikultural," kata Tilaar.
Menurut Tilaar, nilai-nilai
karakter Indoensia yang hendak dibangun itu ada di dalam nilai-nilai
Pancasila, yang sebenarnya digali dari kebudayaan-kebudayaan daerah.
Yang dibutuhkan sekarang ini, bagaimana pendidikan nasional kita dapat
menerapkan pendidikan yang mengembangkan kreativitas, berpikir kritis,
memecahkan masalah, dan berkarakter," kata Tilaar.
Sementara
itu, Tjahjono Soerjodibroto, Direktur Nasional World Vision Indonesia,
mengatakan perlu dikembangkan pendidikan kontekstual yang sesuai dengan
isu dan kebutuhan pengembangan wilayah setempat.
Pendidikan
kontekstual merupakan pendidikan yang memberdayakan dan membangun
kesadaran kritis. Pendidikan itu yang bertumpu pada kearifan dan potensi
lokal, guna menyiapkan anak untuk dapat hidup utuh sepenuhnya dan
memiliki karakter yang baik.
Pendidikan karakter yang
kontekstual, antara lain dikembangkan World Vision Indonesia - Wahana
Visi Indonesia melalui pendidikan harmoni. Di sini diajarkan
nilai-nilai harmoni dengan diri sendiri, sesama, dan alam untuk dapat
hidup dalam masyarakat multikultural.
Pendidikan harmoni
ini sebagai salah satu model pendidikan karakter yang kontekstual yang
dikembangkan di banyak sekolah di Sulawesi Tengah.
"Dengan
menggali kembali warisan budaya dan kearifan lokal yang sejatinya telah
mencontohkan kehidupan yang rukun dan damai, maka nilai-nilai harmoni
kembali digali dari budaya setempat," kata Tjahjono. (sumber: Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar