Jumat, 19 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (20)

Entah mengapa, aku selalu rindu dengan Mbok Siti di atas rindu sinar matahari dengan buminya. Kali ini, aku datang dengan membawa buah anggur segar yang aku beli di pasar pagi untuk kuberikan dengan ikhlas kepada Mbok Siti. Denagn perasaan, maju mundur karena mungkin Mbok Siti tidak berkenan menerimanya, aku bawa anggur segar dengan tas kresek hitam.

"Siang Mbok", sapaku dengan lembut. "Pagi juga anakku, kamu membawa apa?", tanya Mbok Siti sambil melipat-lipat kebaya yang telah dicucinya. "Ini, sekadar oleh-oleh, Mbok", jawabku sambil menyorongkan tas kresek di depan Mbok. "Mengapa harus merepotkan begini", jawab Mbok sambil tetap melipat kebayanya. Pertemuan selama ini sangat menyenangkan karena berada dalam ketulusan.

"Namun, kalau sudah diikat dengan sebuah oleh-oleh, entah itu namanya, pertemuan akan menjadi berat sebelah. Memberi itu boleh tetapi kadang memberikan segumpal perhatian yang sedikit lebih dibandingkan dengan perhatian kepada orang lain yang tidak membawa oleh-oleh. "Anakku, mendidik itu juga harus berada dalam keseimbangan perhatian", tukasnya. Andai ada satu siswa yang membawa oleh-oleh buat gurunya, kemudian yang lainnya tidak, itu artinya, telah terjadi pilih kasih dari sanubari sang guru kepada siswa yang membawa oleh-oleh. Ketulusan jangan diukur dengan pilih kasih. Pilih kasih guru harus untuk semua siswa bukan untuk siswa tertentu. "Nah, karena anggur ini sudah dibawa ke sini, ayo dibuka bareng-bareng dan ayo dimakan bareng", ujarnya. Hatiku menjadi lega, setelah membuka bareng-bareng. Anggur itu kami habiskan bareng-bareng sambil ngobrol dengan setumpuk obrolan.

Tidak ada komentar: