Oleh Suyatno
Guru bukan dewa. Dia manusia biasa yang juga dapat diejek, diolok-olok, dibenci atau dia dapat dipuja, disanjung, dan diidolakan. Jika ada siswa mengejek atau mengolok-olok kepada guru, guru haruslah intropeksi dulu sebelum berbuat untuk mengatasi ejekan itu. Lihatlah hukum SR (Stimulus-Respon) yang dikemukakan oleh kaum behavioristis, dikatakannya bahwa perilaku akan memberikan sebab dan menyatakan akibat.
Siswa mengejek karena tingkah laku guru tidak manusiawi kepada siswanya. Bahkan, bisa jadi guru itu sangat otoriter dalam mengajar. Tidak mungkin semua siswa mengejek seperti itu kalau tidak ada pikiran yang sama. Memang, sebaiknya, guru jangan sampai diejek siswa. Oleh karena itu, guru perlu mengubah gaya mengajar yang dirasakan membosankan.
Cobalah simak berita soal guru yang memukuli siswa dengan bambu gara-gara diejek berikut ini.
Kompas.com, Senin, 15 September 2008 | 07:48 WIB
MAUMERE - Gabriela Meting, guru matematika pada SMP Negeri 1 Waigete, Kabupaten Sikka, Selasa (9/9/2008) lalu, memukuli 60-an siswa kelas I dan II sekolah itu, dengan belahan bambu. Sejumlah murid mengalami luka memar akibat pukulan ibu guru itu. Ibu guru jengkel karena para siswa itu mengolok-olok dia SGM (sinting, gila, mengong).
Meting yang ditemui di sekolahnya, Sabtu (13/9/2008), mengatakan, dia memukuli para siswanya itu karena jengkel. "Anak-anak itu olok saya. Mereka teriak saya SGM, sinting, gila mengong. Jadi saya jengkel," katanya.
Adriani Ekawati, siswi kelas II sekolah itu menuturkan, saat istirahat pertama, Gabriela Meting melarang siswa membeli mangga muda yang dijual tanta Beti si sekolah itu. Saat masuk kelas kembali, Meting masuk ke ruang kelas II dan memukuli semua siswa dalam kelas itu dengan belahan bambu. Dari kelas itu, Meting menuju ruang kelas I dan memukuli semua siswa di dalam kelas itu.
"Tangan saya yang baru sembuh dari bekas patah, sekarang bengkak lagi akibat dipukul ibu guru. Saya dipukul dua kali," kata Ekawati sambil memperlihatkan siku tangan kanannya yang terlihat bengkak.
Natasia Noak, siswi kelas II, mengaku dipukul dua kali oleh Meting. Siswi ini mengaku muntah setelah dipukuli ibu guru.
Siswa kelas I, Maria Kartini dan Kriston Marion, juga mengaku dipukul oleh ibu guru Meting. "Ibu masuk ke ruang kelas satu, lalu pukul kami semua di dalam kelas. Saya dan Kriston dipukul dua kali sedangkan teman kami yang lain dipukul satu kali," ujar Kartini.
Para siswa tersebut mengatakan sudah melaporkan tindakan ibu guru itu kepada kepala sekolah dan orangtua mereka. "Kami tidak mau ibu mengajar lagi di sekolah kami. Ganti saja dengan guru lain karena ibu Gabriela jahat," kata Ekawati dibenarkan teman lainnya.
Beberapa orangtua siswa yang ditemui di sekolah itu, Sabtu (13/9) lalu, juga mengatakan tidak mau lagi ibu guru Meting mengajar di SMP Negeri 1 Waigete. Orangtua siswa itu adalah Simon Susar, Seda Fransiskus dan Theresia Tore. "Dia guru baru di sekolah ini, tapi berani pukul anak-anak kami sampai babak belur. Kami akan lapor polisi," kata Simon Susar.
"Kalau Ibu Gabriela tetap dipertahankan di sekolah ini, mau jadi apa anak-anak kami, sekolah ini tidak akan berkembang," kata Seda.
Selang beberapa hari setelah ibu guru Meting melarang anak-anak sekolah membeli mangga muda dan memukuli para siswa itu, ibu guru Meting didatangi tuan tanah setempat, Bernadus Bapan. Menurut Meting, saat itu Bapan marah-marah dan meremas tangannya sampai dia terkencing di celana. Meting lantas mengadukan masalah itu ke polisi, kantor bupati dan Dinas Dikbud Sikka.
Bernadus Bapan yang dikonfirmasi membantah meremas tangan Meting sampai dia terkencing di celana. Bapan mengatakan dia kecewa dengan sikap Meting yang melarang warga setempat berjualan di sekitar kompleks SMP Negeri 1 Waigete. Bernadus Bapan juga mengaku kecewa karena Meting memukuli anak- anak sekolah.
"Saya hibahkan tanah untuk dibangun sekolah karena satu alasan, agar anak-anak kami bisa mendapat pendidikan yang baik dan bisa memajukan desa kami. Tapi saya tidak mau anak-anak saya dididik guru dengan cara kekerasan, main pukul," tegas Bapan.
Dia mengatakan datang menemui ibu guru Meting di sekolah pada hari Kamis (11/9/2008). "Dia yang meminta tangan saya dan menyalami saya lalu mengayunkan tangannya. Saya tidak meremas tangannya. Kalau saya remas, pasti dia menjerit. Dia tidak berteriak, tidak kesakitan, tapi air kencingnya keluar. Apa itu saya dibilang melecehkan dia?" kata Bapan.
Bapan juga mengaku sudah menemui suami Meting dan menyarankan untuk memeriksakan Meting ke dokter. "Jangan sampai ibu guru itu ada kelainan jiwa," katanya.
Dia meminta Kadis Dikbud Sikka memindahkan ibu guru Meting ke sekolah lain.
Kepala SMP Negeri 1 Waigete, Moa Markus yang ditemui, mengatakan tidak bisa bekerja sama dengan ibu guru Meting. "Banyak kebijakan yang dia buat tanpa sepengetahuan saya sebagai kepala sekolah. Saya dan guru di sini tidak bisa bekerjasama dengan dia. Saya juga akan minta kadis menariknya dari sekolah ini," kata Markus. (vel)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar