Sabtu, 06 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (16)

Pagi itu, udara teramat sejuk karena embun membasah segar di tiap daun rerumputan. Aku berseri-seri ketika mendatangi Mbok Siti yang juga tampak berseri-seri setelah menyelesaikan tugas paginya. "Pagi anakku", sapa Mbok Siti mendahului pertemuan kali ini. "Pagi juga Mbok", jawabku sumringah (tersenyum gembira). "Mbok, selama aku bertemu denganmu, Mbok Siti kok tidak pernah marah padaku? padahal, aku sangat kurang ajar karena datang tidak mengenal waktu", tanyaku ragu-ragu.

"Mengapa harus marah, anakku", jawabnya. Meskipun, salah satu sifat yang melekat pada setiap manusia adalah marah. Kita tidak perlu menggunakan sifat itu. Guru yang baik juga tidak perlu menggunakan marah untuk menutupi ketidakmampuannya. Sifat marah adalah luapan kekecewaan, kekesalan dan kebencian yang kemudian ditumpahkan dengan perasaan, ekspresi wajah, gerak tubuh, kata-kata dan tindakan. Terjadinya sifat marah dapat diakibatkan sakit hati, kekesalan dan rasa kecewa. Contohnya seseorang yang dihina oleh orang lain, maka bisa muncul sifat marah pada orang yang dihina tersebut.

"Anakku, setiap manusia diperbolehkan marah, selama kemarahan itu wajar dan terkendali", tegas Mbok Siti lirih. Bukan kemarahan yang berlebihan, tanpa kendali dan tidak proporsional. Betapa banyak manusia tidak mampu mengendalikan marah. Contohnya seorang guru yang memerintahkan siswanya untuk belajar, tapi karena siswa itu tidak mau mengikuti perintah guru tersebut, sang guru memarahi siswanya sambil merobek buku pelajaran Sang siswa. Guru baik harus dapat berada di luar marah sehingga dapat mengendalikan marah dengan cantik.

Tidak ada komentar: