Selasa, 17 Mei 2011

Mengajar dengan Gaya Sunan Derajat

Rasanya, asyik juga jika guru mengajar dengan gaya para guru pendahulu dalam membimbing siswanya. Mengapa tidak? Guru kuno adalah penginspirasi bagi guru saat ini dalam membangun kemajuan pendidikan di Indonesia. Salah satu guru kuno yang perlu diteladani gaya mengajarnya adalah guru Sunan Derajat, salah satu Walisongo yang tinggal di Desa Derajat, Paciran, Lamongan. 


Sunan Derajat . nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang.
Ketika dewasa, kira-kira 1470 Masehi, Sunan Drajat menjadi guru dan mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.
Sebagai guru, beliau berani mengajar di daerah terpencil, pedesaan, dengan cara pengembangan jiwa sosial, sangat memperha­tikan nasib kaum fakir miskin. Dalam mengajar sambil berdakwah, Sunan Derajat terle­bih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Ketika mengajar, Ia memotivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempu­nyai otonomi.


Filosofi Sunan Drajat dalam mengajar tertuang dalam pernyataan sebagai berikut.

  1. Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
  2. Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
  3. Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
  4. Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
  5. Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan mem­peroleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
  6. Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan shalat lima waktu)
  7. Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masya­rakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Inspirasi yang dapat dipetik dari 7 prinsip di atas adalah:


1. Dalam mengajar, guru harus menciptakan rasa senang siswanya dalam kondisi apapun.
2. Saat senang, siswa jangan berlarut dalam kesenangan tetapi tetap ingat dan waspada dengan ilmu yang dipelajari karena rasa senang hanyalah energi mendalami keilmuan.
3. Siswa senantiasa akan kukuh terhadap cita-citanya dengan melawan segala rintangan belajar.
4. Nafsu hewani dalam diri siswa dikikis habis dan digeser ke nafsu manusiawi. Contoh nafsu hewani adalah rakus, sombong, malas, dan sebagainya.
5. Siswa dilatih berkonsentrasi penuh dalam mendalami pelajaran.
6. Kewajiban ibadah menjadi menu utama agar siswa selalu berada di jalur diri sejatinya.
Layani siswa dengan sungguh-sungguh.

Tidak ada komentar: