Minggu, 15 Mei 2011

Gawat, 35% Pelajar Papua Dicengkeram Keganasan HIV/AIDS


Seorang pelajar salah satu sekolah di wilayah Kabupaten Jayapura terlibat perbincangan  "Kaka.. adik ingin beli kondom, supaya kalau hubungan sex bisa terhindar dari penyakit tiga huruf  (HIV-red)", lalu seorang yang bukan Kakak kandungnya menjawab "Silahkan saja, asalkan adik  sadar bahwa belum saatnya hubungan sex dilakukan, karena resiko pasti besar untuk terjangkit  penyakit HIV/AIDS yang belum ditemukan obatnya". demikian sebuah obrolan yang berujung  pada sikap seorang pelajar ini untuk tetap membeli kondom yang akan digunakannya nanti.
Dari  obrolan singkat diatas, terlihat bahwa kemungkinan pelajar tersebut sudah mengetahui  bahaya HIV/AIDS dan ingin mencegahnya memakai kondom, disisi lain mungkin belum  mengetahui informasi yang benar tentang dampak dari penyakit yang berbahaya ini.  Sehingga  perlu ada solusi dan upaya serius dalam menimimalisir hal yang terjadi seperti diatas, yakni suatu  informasi yang benar bagi pelajar, bahkan mahasiswa hingga masyarakat umum, guna  mencegah dan menghindari bahaya penyakit HIV/AIDS.

Penyakit ini memang terus mengalami peningkatan, sebagai total data terakhir dari Komisi  Penanggulangan AIDS (KPA) Papua,  hingga bulan September 2010 terdapat 6.300 lebih kasus  HIV/AIDS di Tanah Papua, walaupun berbagai upaya KPA bersama dinas terkait selalu memberi  informasi dan membantu, sehingga dibutuhkan pentingnya ada kesadaran masyarakat untuk  mengunjungi tempat Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah tes HIV yang dilakukan  secara sukarela. akan tetapi angka ini sewaktu-waktu bisa bertambah dan berkurang.  Bayang-bayang pelajar dalam bahaya HIV/AIDS di tanah Papua, bukan hal yang tidak mungkin,  sebab dari 6.300 lebih kasus yang ada, termasuk didalamnya usia antara 15-49 tahun atau usia  produktif, termasuk pelajar dan mahasiswa.  "Saat dari total data yang ada, khusus pelajar telah mencapai 35 persen, sehingga menjadi upaya untuk terus dilakukan sosialisasi di tingkat sekolah juga," ujar Constant Karma, Ketua KPA Papua, kepada JUBI di Jayapura, Jumat (18/3).
Hal ini sebagaimana juga menjadi perhatian penyebaran penyakit HIV/AIDS  di Kota Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, kini menggerogoti kalangan pelajar.
Menurut data yang dikeluarkan Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) cabang  Serui dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua, di November – Desember 2010,  secara keseluruhan jumlah penderita HIV/AIDS di Distrik Yapen Barat sebanyak 30 penderita.  Rata-rata penderitanya adalah remaja berusia sekolah/usia produktif 15 - 20 tahun. “Ini baru data yang didapat dari satu Distrik yang disurvei. Distrik lainnya belum disurvei. Data itu  belum semuanya valid,” kata Sadar Parlindungan Saragih,  salah guru SMK Negeri 1 Kainui yang  juga terlibat dalam pendataan tersebut. Penyebaran penyakit tersebut di wilayah ini memang  memprihatinkan, karena dari pengakuan Parlindungan Saragih kepada JUBI, Selasa (15/3),  terungkap sudah ada sosialisasi yang dilakukan oleh KPA dan YPKM cabang Serui. Namun,  sosialisasi itu hanya berlangsung dua kali setahun. Kalau demikian, kata dia, maka dinas kesehatan setempat harus lebih peduli, karena terkesan  sampai sekarang Dinas Kesehatan malas tahu dengan kondisi yang ada, sehingga bisa  menyelesaikan masalah HIV/AIDS di wilayah ini dan secara umum Papua.

Demikian tidak terlepas dengan kabupaten/kota lainnya di Tanah Papua, kadang mengalami  tantangan dan hambatan yang sama, misalnya pemerintah setempat kurang peka, belum lagi, jika  masyarakatnya malas tahu dengan informasi HIV/AIDS dan tidak ikut mencegahnya. Data lain  yang dikumpulkan JUBI dari lapangan, misalnya di Kabupaten Jayapura, Papua, dimana pada  tahun 2009 jumlah Orang dengan HIV/AIDS (Odha) yang meninggal dunia sebanyak 180 orang,  sedangkan pada 2010 meningkat sekitar 12 orang. Sedangkan, pada 2010 jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura cukup tinggi yakni  mencapai 609 orang, yang terdiri dari laki-laki 242 orang, perempuan 367 orang, dengan rincian  IRT 164 kasus, lain-lain 124 kasus, PSK 102 kasus, buruh/petani 61 kasus, PNS 37 kasus,  pelajar/mahasiswa 41 kasus, swasta 57 kasus. Dengan rincian usia 20-29 285 orang, usia 30-39  sebanyak 198 orang, 15-19 sebanyak 44 orang, usia 40-49 sebanyak 55 orang usia 1-4 tahun 12  orang. Jumlah yang terbanyak dari Distrik Sentani 320 kasus, Sentani Timur 126 kasusu, Kaureh  26 kasus, Nimboran 20 kasus, Distrik Sentani Barat 25 kasus.

Sebagian besar pengidap HIV/AIDS di bumi Kenambay Umbay ini tertular melalui hubungan  heteroseksual sebanyak 592 orang, ibu ke anak sebanyak 4 orang, transfuai darah sebanyak 7  orang.  "Masalah ini sangat menguatirkan, sebab tidak ada distrik yang bebas dari penyakit  HIV/AIDS, sehingga akan berupaya memberikan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat  kampung," ujar Sekertaris Komisi Penanggungalangan AIDS (KPA) Kabupaten Jayapura, Drs.  Purnomo, SE, belum lama ini.

Memang, jika dilihat antar daerah kasusnya berbeda-beda, karena kebanyakan di Papua terjangkit  lewat perilaku hubungan seks yang bebas dan berganti-ganti pasangan, sementara daerah lain  diluar Papua, kebanyakan pelajar atau Odha terjangkit akibat menggunakan jarum suntik narkoba  serta hubungan seks juga. sebagai contoh jumlah pengidap HIV/AIDS di Kota Bandung, berada  di posisi teratas se-Jawa Barat. Hingga April 2009, tercatat ada 1.744 orang. Sebagian besar  berusia produktif dan berstatus sebagai pelajar. Dari 1744 kasus itu, 885 orang diketahui  mengidap HIV dan 859 orang adalah penderita AIDS. Sebanyak 3,2 persen berasal dari kalangan  siswa berusia 15-19 tahun. Penyebab penularan paling banyak, hampir 66 persen, berasal dari  pemakaian jarum suntik pengguna narkoba. Kadangkala resiko terjangkitnya pelajar, karena ada yang berperilaku sebagai wanita pekerja seks, sehingga bisa saja hal ini membawa dampak penyebaran kepada sesama rekan-rekan pelajar lainnya dan harus diwaspadai. Inilah yang disebut kenikmatan membawa sengsara.

Melihat probematika penyakit menular mematikan ini yang belum ditemukan obatnya serta dalam  upaya memberikan pengetahuan yang benar kepada para pelajar di Papua, Dinas Pendidikan,  Pemuda dan Olah Raga Provinsi Papua, dalam tahun 2011 HIV/AIDS akan masuk dalam  kurikulum sekolah di wilayah tersebut. “HIV/AIDS pada 2011 akan masuk dalam kurikulum sekolah  di Papua, untuk menekan laju penyebaram HIV di Papua yang cukup tinggi dibanding provinsi lain  di Indonesia," Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi Papua, James  Modouw, belum lama ini.

Pihaknya telah mengambil kebijakan bahwa kompetensi HIV/AIDS akan diikutsertakan dalam  proses pembelajaran di sekolah-sekolah baik dari tingkat dasar hingga tingkat atas, sehingga ada  empat daerah yang telah mengimplementasikan kurikulum baru itu di sekolah-sekolah yakni Biak,  Timika, Jayawijaya dan Jayapura. Implementasi tersebut ada tiga strategi yaitu, berupa muatan  lokal, integrasi pada mata pelajaran yang relevan dan pengembangan diri.

Adanya kebijakan kurikulum HIV/AIDS semoga bisa membantu para siswa untuk memahami  bahaya yang ditimbulkan jika melakukan hubungan seks secara bebas, selalin miliki pengetahuan  pencegahan yang benar dan menghindari diri dari cara hidup yang tidak sehat. Program ini  dimasukan dalam muatan lokal sekolah, sebabnya pada bulan Februari 2011 lalu, sedikitnya 34  guru  dari Biak dan Jayapura mengikuti pelatihan trainner of trainner (TOT) Life School Education  tentang pencegahan HIV/AIDS di Kabupaten Biak Numfor, adapun program pelatihan  pencegahan HIV/AIDS bagi guru itu merupakan kegiatan untuk menyiapkan tenaga instruktur.
“Virus HIV/AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya sehingga melalui pelajaran muatan  lokal yang diajarkan guru di sekolah-sekolah para siswa bisa mendapat informasi mengenai tata  cara pencegahan HIV/AIDS itu,” kata James Modouw.

Semua upaya lewat pendidikan formal di sekolah sangat baik sekali, akan tetapi faktor terpenting  yang ingin diajak dalam upaya mencegah penyakit ini bagi pelajar adalah keluarga memegang  peran paling strategis dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran HIV/AIDS, sehingga  perlu untuk ditingkatkan karena mereka adalah guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan  etika dan moral agama. Orang tua dari para murid (pelajar) harus peka terhadap masalah yang dihadapi anaknya dan  mampu memberikan solusi terbaik baginya. Selain itu, partisipasi aktif para tokoh masyarakat yang  dianggap sebagai panutan masyarakat sudah seharusnya ikut andil dalam menjalankan  program-program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Tokoh masyarakat ini harus  dibekali berbagai informasi mendalam tentang HIV/AIDS agar tidak memunculkan sikap negatif  terhadap orang dengan HIV/AIDS atau Odha. Disamping itu, memberdayakan lembaga  keagamaan dan adat juga sangat penting untuk mencegah pergaulan bebas bagi para remaja  yang masih mencari jati dirinya.

Tantangan akan menjadi mudah diselesaikan, manakala semua pihak bergandeng tangan  bekerjasama memberikan informasi yang benar dan mencegahnya, paling tidak bagi orang tua  dan pihak sekolah untuk lebih mensosialisasikan hal ini, agar pelajar bisa menghindarinya dan  berperilaku hidup yang sehat, termasuk bagi para pelajar bahkan masyarakat umum untuk memiliki kesadaran dalam mencegah bersama bahaya penyeberannya. Sekecil apapun dilakukan, tetapi yang namanya hidup dalam seks  bebas dan berganti-ganti pasangan, akan sangat besar resiko pintu masuk penyakit ini. Upaya pencegahan dilakukan terutama untuk pelajar yang masih menempuh pendidikan di sekolah yang harus diberi informasi yang tepat agar mereka bisa menghindar dari tertular HIV. Ini merupakan sebuah upaya yang penting untuk mencegah perkembangan jumlah penderita dan hidup sesuai norma-norma sosial dan norma agama dan saling setia dalam takut akan Tuhan.  (sumber:tabloidjubi.com/Eveerth Joumilena/Abubar)

Tidak ada komentar: