Pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.
1. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
2. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
3. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.
Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
4. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran.
LKebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
5. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.
Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
6. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
7. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
8. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
9. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
10. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material.
Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
11. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
12. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
13. Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar