Jumat, 22 Januari 2010

Indeks Pembangunan Education for All untuk Indonesia Naik Kalahkan Malaysia dan Philipina

Indonesia perngkat ke-65 di atas Malaysia yang hanya 69, dan Philipina 85 dalam indeks pembangunan Education for All. Indeks itu menandakan kalau Indonesia membaik. Meskipun masih berada dalam kategori negara dengan pencapaian sedang, posisi Indonesia semakin dekat untuk bisa masuk dalam kategori pencapaian tinggi.

Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Indonesia pada saat ini berada di urutan ke-65 dari 128 negara. Sebanyak 62 negara berada dalam kategori pencapaian tinggi, di antaranya Brunei. Sebanyak 36 negara di kategori sedang, di antaranya Indonesia, Malaysia (69), dan Filipina (85). Sisanya masuk dalam kategori rendah, seperti India, Kamboja, Laos, dan Nigeria.

Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan Selasa (19/1) kemarin, EDI Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Nilai itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,925.

Tiap Tahun
Global Monitoring Report dikeluarkan setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Indeks pendidikan tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.

Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar.

Meskipun pencapaian EDI di banyak negara semakin membaik, diingatkan supaya tetap fokus untuk menjangkau anak- anak marginal. Terjadinya krisis ekonomi global dikhawatirkan semakin sulit bagi anak-anak marginal untuk mengakses pendidikan.

Anak-anak marginal adalah mereka yang menjadi korban dari kemiskinan, hidup di daerah terpencil dan konflik, serta mengalami diskriminasi etnis, bahasa, kemampuan, dan penyakit.

Implikasi Luas
Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO, mengingatkan kemunduran dalam bidang pendidikan berimplikasi luas dalam kehidupan. Pendidikan yang rendah akan menimbulkan persoalan pertumbuhan ekonomi yang rendah, kemiskinan, kesehatan, serta bidang lainnya.

Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR, mengatakan, meskipun berdasarkan data yang dilansir pemerintah, pencapaian pendidikan dasar sudah selesai, nyatanya di jalanan kota-kota besar masih banyak anak usia wajib belajar yang tidak berada di bangku sekolah saat jam belajar.

”Kita tidak mau berdebat soal data yang tercapai. Tetapi, kita ingin melihat semua anak, tanpa terkecuali, berada di sekolah saat jam belajar. Ini tugas pemerintah untuk menjamin tidak ada anak usia belajar yang tidak bisa mengenyam pendidikan,” kata Ferdiansyah.

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, mengatakan, pendidikan yang dilaksanakan tidak boleh diskriminatif. Pemerintah terus bekerja untuk mengatasi hambatan anak-anak belajar dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. (Sumber: Kompas cetak.com/ELN)

Tidak ada komentar: