Sabtu, 31 Mei 2008

Surabaya, Kota Terkenal, Takkan Terlupa: Gurunya Juga


Oleh Suyatno

Guru Surabaya sama persis dengan nama sebutan kotanya, yakni terkenal dan takkan terlupa. Dokter Sutomo, dengan uang beasiswa kedokteran yang dimilikinya, mendirikan majalah Panyebar Semangat, yang sampai detik ini masih terbit. Majalah itu memberikan pembelajaran bagi masyarakat dengan bahasa yang melekat, yakni berbahasa Jawa. Majalah tersebut memeberikan inspirasi pembacanya untuk "mardiko" dari belenggu pemikiran yang lebih jahat dari belenggu penjajah Belanda.

Kemudian, lihatlah, WR Supratman, dia merupakan guru bangsa yang mengajari kita untuk tetap semangat mempertahankan kebangsaan Indonesia dalam keadaan apapun. Pria berkacamata yang makamnya ada di Jalan Kenjeran itu, mengajari kita untuk berjuang melalui apa saja, termasuk melalui lagu. Kesederhanaan, kreativitas, keberanian, dan keuletan menjadi simpul konsep dari WR Supratman yang dapat dipakai untuk generasi berikutnya dalam wilayah pembelajaran kehidupan.

HOS Cokroaminoto juga guru bangsa yang telah terbukti melakukan pendampingan belajar bagi Sukarno. Hasil pembelajarannya, kelak menjadikan Sukarno pemberani, pandai berkomunikasi, ulet, berwibawa, dan bervisi. Konsep pembelajaran itulah yang tampaknya dapat menjadi mata ajar bagi kita untuk terus belajar dengan giat sepanjang masa. HOS Cokroaminoto sendiri merupakan sosok yang tenang, cinta kepada rakyatnya, berorganisasi, dan bersedia ditempati orang lain untuk belajar di rumahnya. Pengorbanan yang seperti itulah yang juga dapat dijadikan guru bagi kemajuan bangsa.

Guru bangsa dari Surabaya berikutnya adalah Bung Tomo yang memberikan keteladanan dalam membakar masyarakat dengan kata-kata motivator. Siapapun dia, asal warga Indonesia, akan terbakar semangat berjuangnya jika mendengarkan kata-kata pidato Bung Tomo di seputar tahun 1945. Pidatonya menggelegar, mengajak, memantapkan, dan bersemangat. Bung Tomo merupakan mata ajar yang perlu ditempuh untuk mendalami ilmu berkomunikasi demi membangun semangat warga.

Kini, di tahun ini, 2008, siapakah yang dapat dijadikan guru bangsa dari Surabaya? Rasanya, sangat sulit kita menemukannya jika pola kinerja guru masih terikat oleh birokrsi yang ketat dalam mengatur kreativitas dan kinerja guru.

1 komentar:

Let's Explore on Web with Wahyu mengatakan...

Dear pak Suyatno,

Artikelnya cukup menggelitik kita untuk meningkatkan status guru di tanah ait kita.
Semoga perjuangan bpk memberikan hasil yg optimal.
Boleh izin meng-copy gambar "berlari" nya pak?
thx