Selasa, 15 April 2008

Mengenali Siswa dengan Sepenuh Hati



Oleh suyatno

Banyak guru yang tidak mengenal karakter siswa ketika di kelas. Ynag dilakukan guru tersebut hanyalah sekadar menyampaikan materi sesuai dengan targetnya. Guru menerangkan panjang lebar, mengulas jauh, dan menganalisis materi dengan sangat lama tanpa pernah tahu murid paham atau tidak. Sesekali guru bertanya ke siswa tentang materi yang telah disampaikan kemudian meminta siswa untuk bertanya. Tidak ada pertanyaan dari siswa berarti semua siswa paham dan mendalami. Setelai itu usailah pelajaran kali itu.

Padahal, dari 40 siswa di kelas, bisa jadi yang paham dan mengerti hanya 10%-nya, lainnya kurang paham dan bahkan tidak mengerti. Mengapa hal itu terjadi? Hal itu terjadi karena titik sentuh siswa berbeda-beda. Siswa yang kuat dalam gaya belajar auditori sangat senang dan mampu membenamkan konsep ke dalam memorinya. Siswa yang bergaya belajar visual juga bisa jadi sangat paham karena guru di samping bercerita juga mencatatkan materi inti di papan. Namun, siswa yang bertumpu pada gaya belajar kinestetis tidak akan pernah paham akan konsep yang diberikan oleh guru kecuali konsep itu diperagakan dalam gerak.

Itu masih karakter gaya belajar siswa belum lagi karakter kecerdasan siswa yang multidimensi. Anak yang cerdas secara spasial atau pemahaman ruang dan waktu, tidak akan pernah paham materi yang diterangkan dengan bercuap-cuap. Anak spasial akan paham jika materi dikemas dengan memainkan ruang dan waktu, yakni materi dikembanghkan dengan cara gambar atau peta. Anak matematis akan paham jika guru menerangkan dengan cara melibatkan angka dalam penanaman konsepnya. Begitulah seterusnya.

Secara alamiah, siswa mempunyai kekuatan sesuai dengan jati dirinya. Lihatlah siswa sehari-hari, dia akan cepat memahami sesuatu jika melakukan secara langsung. Anak dapat dengan gembira berkelakar di luar kelas karena bahasa yang digunakan adalah bahasa mereka untuk kalangan mereka. Andai saja guru masuk kelas dengan bahasa siswa seperti siswa berbahasa di kerumunannya, pembelajaran tentu akan lebih menarik. Masuklah ke kelas bukan dengan gaya guru atau gaya orang dewasa tetapi gaya siswa yang penuh keriangan, celoteh, dan bersahabat. Pastilah, siswa akan menerima guru dengan segala keterbukaan.

Jika kita dapat mengenali siswa dengan sepenuh hati, siswa juga akan menanggapinya dengan sepenuh hati. Masuklah ke dunia anak dengan dunia anak. Bawalah hati yang sesuai dengan hati anak. Jangan pernah masuk dengan gaya orang dewasa yang berciri penguasa jika tidak akan mengalami kegagalan dalam mengajar.

Kalau dicermati, komentar siswa tentang guru favorit di surat kabar Jawa Pos Februari yang lalu (2008), dapat ditemukan bahwa ternyata guru favorit adalah guru yang suka humor, mengerti akan kebutuhan anak, santun, gaya menerangkan sangat enak, bersahabat, ramah, dekat dengan anak, dan tidak jahat. Komentar anak tersebut tentunya merupakan cermin diri bahwa menjadi favorit sangat mudah asalkan guru dapat menjalani gaya mengajar seperti yang ditulis anak dalam komentar di Jawa Pos itu.

Semua guru dapat menegenali siswa dengan sepenuh hati asalkan terbuka, tahu peran, dan yakin akan dirinya sebagai guru yang sepenuh hati. Guru tersebut dapat dikatakan sebagai guru yang berhati. Guru yang selalu mengasah diri demi perkembangan siswa-siswanya. Tiap hari dan tiap waktu, guru tersebut senantiasa mengisi gelas memorinya dengan segala perubahan pembelajaran.

Tidak ada komentar: