Rabu, 30 April 2008

Ketika Guru Tidak Benar-Benar Menjadi Guru


Oleh Suyatno

Ketika guru tidak benar-benar menjadi guru, bumi rasanya terbalik menumpahkan segala amarahnya. Termasuk penghuninya, siapapun dia, serasa melampaui batas etis untuk meloncati wilayah kehormatan dengan sang guru. Polisi dengan bebasnya masuk ke wilayah paling hakiki kerja guru, yakni wilayah mengevaluasi murid-muridnya. Sekitar 16 guru disergap polisi saat mencoba untuk tidak benar-benar menjadi guru. Kemudian, secara paksa digiring ke kantor polisi untuk dikeluarkan fakta sebenarnya setelah menjawab soal yang mestinya soal itu untuk siswa. Gambar itu tertayang jelas dari kawan guru di Lubukpakam, Deli Serdang, Sumatera Utara. Di wilayah lain, tepatnya di India, detik.com melaporkan bahwa seorang guru menelanjangi puluhan siswa hanya untuk menggeledah pada april 2008 ini. Belum lagi, informasi lain tentang polah-tingkah menyimpang guru.

Apakah bumi benar-benar marah kepada guru yang menyimpang itu? Memang, ketika sesuatu melampaui batas hakikatnya, tak peduli bumi, penyimpangan pun akan tampak sekali di depan mata. Lalu, hawa mana yang mampu mengembalikan jati diri guru yang menyimpang itu?

Adalah sebuah sistem yang mengikat kuat gerak kebebasan akademis guru, yang menjadi salah satu pembakarnya. Sistem mengendaki guru nmempertaruhkan kualitasnya melalui UAN. Sistem memaksa guru menyerahkan evaluasi sebagai tanggung jawabnya mendidik selama kurun tertentu kepada tim soal yang tidak pernah tahu warna asli murid guru tersebut. Lalu, sistem memaksa guru berkutat di arena kognitif semata karena UAN hanyalah lingkaran kognitif yang menjadi garapannya. Lalu, guru lepas kendali dari tumpuan afektif dan psikomotor hakiki murid-muridnya.

Oleh karena itu, batas afektif dan psikomotor guru juga turut terabaikan secara sadar dan tidak sadar untuk keluar dari koridornya. Guru menjadi sangat tidak berafektif saat menghadapi persoalan kognitif. Etis sejati guru berubah menjadi emik. Batas-batas kinerja terhormat guru luntur demi sistem yang merajai keadaan.

Kalau sudah begitu, deretan panjang ketidakhormatan guru kepada nilai-nilai mendidik telah antri untuk direalisasikan. Ke depan, bisa jadi akan banyak kejadian penyalahgunaan batas etis guru akan mencuat. Kasus demi kasus akan tampak jelas dalam berita yang akan kita baca. Entah berapa guru lagi akan masuk bui.

Mumpung belum terjadi, marilah kawan-kawan guru kembali ke wilayah kesejatian menjadi benar-benar guru. Memang susah. Namun, dari kesusahan itu, kenikmatan bekerja akan diraih. Lampaui sistem dengan cantik dan segaris dengan tugas guru. Kenali sistem itu dan jalankan dengan tugas yang harus dijalankan. Janganlah berupaya untuk menyimpang, polisi siap untuk menerawang.

Tidak ada komentar: