Saat ini, sekolah alam mulai menggeliat setelah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sekolah alam yang menawarkan pendidikan yang ramah lingkungan dan menghargai potensi individu berkembang pesat serta diminati masyarakat. Di sekolah alam pendidikan tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik anak.
Sejumlah pimpinan sekolah alam, Rabu (8/7), mengatakan, orangtua yang sadar mengenai pendidikan yang bisa memberi keleluasaan untuk bereksplorasi serta pengembangan minat dan bakat anak mulai memilih sekolah alam. Citra sekolah alam, yang tadinya dianggap sekolah ”aneh” karena ruangan kelasnya hanya saung-saung, kini mulai berubah. ”Kepedulian orangtua dan masyarakat soal alam belakangan ini semakin tumbuh. Awalnya banyak keraguan dari orangtua karena pendidikan yang ditawarkan tidak seperti sekolah umum,” kata Principal Sekolah Alam Bogor Agus Gusnul Yakin.
Ketika dibuka tahun 2002, sekolah ini hanya memiliki 27 siswa. Sekarang jumlahnya mencapai 350 siswa. Bahkan, tahun depan akan dibuka level SMP. Meskipun mulai diminati orangtua, setiap kelas hanya diisi 24 siswa dengan dua guru. Kondisi itu bertujuan untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang lebih bisa mengembangkan potensi individu anak. ”Kami yakin, sekolah alam bisa jadi mainstream dalam pengembangan sekolah Indonesia ke depan,” kata Agus.
Laila Sari, Kepala Sekolah Alam Medan Raya, di Deli Serdang, Sumatera Utara, mengatakan, awalnya sekolah ini hanya untuk anak-anak tidak mampu yang disponsori sebuah lembaga amil zakat. Namun, kehadiran sekolah itu mulai menarik minat orangtua dari kalangan yang mampu secara ekonomi. ”Pembelajaran tetap mengacu pada kurikulum nasional. Namun, guru memperkayanya dengan sumber-sumber lain dengan metode pembelajaran yang menyenangkan. Belajar anak-anak itu istilahnya ’mendarah daging’ karena mereka selalu diajak mengalaminya secara nyata di alam,” kata Laila.
Ketika sekolah alam itu membuka paket Holiday In Action untuk anak-anak umum selama liburan, ternyata minat masyarakat cukup tinggi. Akhirnya, program itu dibuka setiap bulan supaya siswa umum bisa merasakan pembelajaran ala sekolah alam Medan Raya. Loula Maretta dari Green Education mengatakan bahwa pengembangan sekolah-sekolah, terutama milik pemerintah, lebih banyak pada hal-hal fisik. Pengembangan Sekolah Standar Nasional atau Sekolah Bertaraf Internasional, misalnya, lebih direpotkan pada tersedianya bangunan-bangunan fisik daripada mutu guru dan proses belajar yang menyenangkan. ”Orangtua sekarang banyak yang merindukan pendidikan alternatif yang tidak hanya fokus ke akademik. Pendidikan memang mestinya mengembangkan multi-intelegensia tiap anak,” ujarnya (Sumber: Kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar