Seperti diberitakan kompas.com, mantan mendiknas, Daoed Joesoef mengatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia semakin lama semakin terasa menjauh dari tujuan yang dikehendaki oleh founding fathers seperti yang tercantum dalam UUD 1945.
Hal tersebut ditegaskan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef dalam diskusi 'Mencari Profil Ideal Menteri Pendidikan Nasional' di Jakarta, Selasa (7/7). Hal tersebut terjadi, menurut Daoed, disebabkan oleh konsep pendidikan (education) yang diidentikkan dengan persekolahan (schooling).
"Padahal keduanya memiliki pemahaman yang jauh berbeda, pendidikan merupakan proses pembelajaran di sekolah yang membiasakan anak didik menggali dan memahami nilai-nilai yang dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat," ujar Daoed. Daoed melanjutkan, sedangkan persekolahan merupakan pembelajaran di sekolah dengan aksentuasi pada penguasaan materi yang diajarkan. Penguasaan materi itu nantinya diketahui lewat ujian dengan rentang waktu tertentu dengan penghargaan berupa ijazah dan gelar.
"Materi yang sudah dikuasai dianggap sebagai pengetahuan yang dapat memberikan kekuatan, karena itu anak-anak sejak jenjang sekolah paling bawah sudah diberikan berbagai macam pengetahuan di luar kapasitas mereka sebagai anak-anak yang masih butuh bermain," tambah Daoed. Selain itu, penyetaraan dalam pembelajaran yang diberlakukan pada semua anak didik dengan hasil ujian yang berbeda-beda juga membuat kebebasan anak diabaikan. Hasilnya, ujar Daoed, semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang sama di sekolah dengan konsekuensi mutu pembelajaran turun untuk mengejar kesetaraan.
"Sementara dalam pendidikan yang seharusnya diberlakukan ada tiga jenjang yaitu informasi, pengetahuan, serta kearifan," tandasnya. Menurut Daoed, informasi sebagai nilai diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar. Pengetahuan, yang juga sebagai nilai, diajarkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. "Sedangkan kearifan diajarkan pada jenjang kuliah baik itu program sarjana, master, maupun doktor. Orang berpengetahuan dan punya gelar belum tentu memiliki kearifan," ujarnya.
Pada saat, lanjut Daoed, ketika arus informasi semakin cepat, anak-anak menerima begitu banyak informasi yang bukan merupakan pengetahuan. Seharusnya, dari berbagai informasi itu dipilah-pilih yang masuk ke dalam pengetahuan dan tidak. Hakikatnya, kata Daoed, pengetahuan berkaitan dengan sistem, tatanan, dan persepsi mengenai sebab-akibat. Dari pengetahuan itulah, dipilih lagi pengetahuan yang arif dan yang tidak untuk diaplikasikan dalam kehidupan. "Jadi sebaiknya yang dijalankan dalam pendidikan di Indonesia adalah pendidikan bukan persekolahan," ujar Daoed. (sumber: Kompas.com, 7 Juli 2009/M1-09)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar