Sabtu, 04 Juli 2009

Guru Kursus Dapat Kaya Raya

Liputan6.com melaporkan, untuk ukuran seorang guru, Woo Hyeong-cheol bisa disebut kaya. Bayangkan saja ia mampu mengumpulkan penghasilan hingga 4 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar 40 miliar rupiah dalam setahun.

Woo yang merupakan warga negara Korea Selatan ini, memang bukan guru pada lembaga resmi di Korea. Ia hanyalah seorang guru kursus, tapi bukan guru kursus biasa. Melainkan guru kursus yang dapat membuat siswa mampu mengerjakan soal yang demikian rumit dengan cepat. Di luar Korsel, metode ini disebut cram school. Sarana yang digunakannya juga tidak biasa. Untuk meraih banyak pelanggan ia menggunakan internet. Di Korsel, hampir 90 persen rumah tangga telah tersambung ke internet.

"Guru sekolah biasanya terlalu banyak memberikan palajaran moral. Namun, di sini kita fokus memberikan cara kepada siswa bagaimana mampu menyelesaikan soal yang demikian rumit dalam waktu yang singkat. Inilah yang membuat kita demikian populer," ujar Woo, membagi rahasia kesuksesannya.

Tidak hanya kecepatan solusi yang ditawarkan Woo. Ia juga kerap menyisipkan humor bahkan ancaman hukuman bagi siswanya yang tidak taat.

Di Korsel bisnis ini memang membuat orang ngiler. Menurut data yang dikeluarkan Biro Pusat Statistik Korsel, tahun kemarin saja sebanyak tiga dari empat siswa mengambil kursus tambahan di luar jam sekolah. Jumlah total dana yang dikeluarkan seluruh orang tua siswa untuk mendaftarkan anaknya di cram school atau sejenisnya tak tanggung-tanggung, mencapai 16 miliar dolar AS atau sekitar 160 triliun rupiah. Wow.

Meski demikian, maraknya cram school di Korsel bukan tanpa kritik. Umumnya cram school dianggap hanya memberikan jalan pintas bagi mereka yang hendak lulus melewati ujian, namun meremehkan proses analisis. Anda bisa bayangkan bagaimana jika pada seorang siswa yang belajar Bahasa Inggris diterapkan metode seperti ini. Mereka akan jago menghadapi soal ujian. Tapi begitu diminta berbicara, mereka akan seperti orang bisu. Itu artinya sistem ini hanya membuat siswa menjadi macan kertas. Waduh.(Reuters/LUC)

Tidak ada komentar: