Oleh Suyatno
Pada dasarnya, proses belajar terjadi ketika siswa mampu memberikan makna/membangun pemahaman pada pengalamannya terhadap suatu objek atau suatu peristiwa. Misalnya, ketika seorang siswa baru pertama kali melihat kerbau dia akan mengatakan kerbau itu sebagai ‘anjing besar’ karena sehari-harinya dia terbiasa melihat anjing. Dia senantiasa berupaya mengaitkan pengetahuan baru itu dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.
Setelah dia amati berkali-kali, dia menyadari bahwa ‘anjing besar’ ini berbeda dengan anjing yang biasa dilihatnya sehari-hari. Pada waktu itu, siswa mulai membangun pengetahuan tentang ciri-ciri ‘anjing besar’ ini. Dalam jaringan struktur kognitif siswa ini, tidak hanya ada konsep anjing tetapi bertambah dengan ‘anjing besar’ yang dalam beberapa kali pengalamannya ‘melihat kerbau’, terminologi ‘anjing besar’ ini digantinya dengan terminologi baru menjadi ‘anjing bertanduk’. Proses belajar berlangsung dari dalam diri, ketika siswa secara terus menerus membangun gagasan baru atau menyempurnakan gagasan lama.
Ketika siswa memperoleh pengalaman pertama melihat seekor kerbau, struktur kognitif siswa mengalami goncangan ketidakseimbangan (disequilibrium) akibat perbedaan karakteristik anjing yang biasa dilihatnya dengan karakteristik kerbau yang sekarang dilihatnya. Kondisi ini memaksa siswa untuk membangun gagasan baru (anjing besar) yang berasal dari gagasan lama (‘anjing’ yang biasa dilihatnya). Proses seperti ini disebut proses assimilasi. Pada proses ini, pada dasarnya gagasan lama tidak berubah, siswa hanya melakukan perluasan gagasan dalam jaring kognitifnya. Proses lain adalah proses akomodasi dimana terjadi penggantian gagasan lama dengan gagasan baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar