Rabu, 26 Maret 2008

Posisi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Suyatno

Posisi bahasa Indonesia berada dalam dua tugas. Tugas pertama adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara nonresmi, santai, dan bebas. Yang dipentingkan dalam pergaulan dan perhubungan antarwarga adalah makna yang disampaikan. Pemakai bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat dengan bebas menggunakan ujarannya baik lisan, tulis, maupun lewat kinestetisnya. Kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan. Manakala bahasa Indonesia digunakan di bus antarkota, ragam yang digunakan adalah ragam bus kota yang cenderung singkat, cepat, dan bernada keras begitu pula dalam konteks lainnya.
Tugas kedua adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Dengan begitu, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah, tertib, cermat, dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku. Tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian. Dari dua tugas itu, posisi bahasa Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus terutama bagi pembelajaran bahasa Indonesia.
Dua tugas di atas tentunya akan memberikan dampak bagi pembelajar bahasa Indonesia yang masih awal dalam penguasaan kaidah bahasa Indonesia. Di satu sisi, siswa harus belajar bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah. Di sisi lain, siswa menghadapi masyarakat yang berbahasa Indonesia secara bebas karena fungsi bahasa pergaulan. Siswa yang masih belajar itu tentunya berada di dua tarikan yang kalah kuat. Tarikan masyarakat lebih kuat dibandingkan oleh tarikan dari bangku sekolah. Apalagi, pembelajaran bahasa Indonesia tidak disajikan dengan menarik. Sebaliknya, bahasa Indonesia disajikan dengan membosankan, jenuh, dan berputar-putar.
Bermula dari kasus di ataslah, akhirnya banyak orang yang menganggap bahwa (a) yang penting isinya dipahami bukan benar tidaknya, (b) buat apa belajar bahasa Indonesia karena tanpa belajar pun semua orang Indonesia dapat berbahasa Indonesia, (c) bahasa Indonesia sangat sulit, dan (d) bahasa Inggris lebih bergengsi daripada bahasa Indonesia. Anggapan itu akhirnya sampai ke siswa. Siswa menjadi ogah-ogahan dalam belajar bahasa Indonesia. Banyak di antara siswa yang terpaksa dalam mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia.
Begitu pula dengan pembelajaran bahasa Indonesia, proses pemebelajarannya harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajaran BI terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Pembelajaran diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis dalam konteks bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia tersebut di antaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan, surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan terkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, lobi, dan sebagainya. Dengan begitu, siswa pembelajar bahasa Indonesia dapat mengikuti zamannya.
Karena yang belajar dalam kelas adalah siswa bukan guru, siswa hendaklah diarahkan ke pengembangan potensi diri sendiri. Bukankah siswa hidup di zaman ini? Artinya, segala masalah kebahasaan yang perlu dimainkan di sekolah haruslah juga sesuai dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf, bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber kebahasaan yang digunakan oleh guru juga harus mengacu ke minat dan harapan siswa. Dengan begitu, siswa dapat tertarik dengan pemebelajaran bahasa Indonesia.
Siswa Indonesia memang sudah semestinya dapat berpikir, berkreasi, dan berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara lugas, langsung, dan lancar. Dengan begitu, suatu saat akan dihasilkan karya-karya besar dari orang Indonesia dengan bahasa yang mantap. Hal itu tentunya harus menjadi obsesi guru bahasa Indonesia. Peran guru amatlah menentukan dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dan pembelajarannya dengan multimodel dan multimedia.
Dalam pembelajaran yang multimodel dan multimedia, bahasa Indonesia semestinya menjadi mata pelajaran yang menarik bagi siswanya. Kemenarikan itu pada akhirnya membawa siswa ke tingkat komunikasi yang lancar dan didasari oleh minat yang kuat dari siswa. Guru berperan besar dalam hal itu dan didasari oleh kekuatan konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajarannya.
Konsep lama pembelajaran bahasa Indonesia perlu segera diperbarui karena cenderung menggunakan pendekatan struktural dengan pokok bahasan yang menekankan bunyi, kosakata, dan kalimat. Akibat yang muncul menurut antara lain (1) guru lebih menekankan teori dan pengetahuan bahasa daripada keterampilan berbahasa; (2) bahan pelajaran tidak relevan dengan kebutuhan siswa untuk berkomunikasi; (3) struktur bahasa dibahas secara lepas; (4) evaluasi banyak menekankan aspek kognitif; dan (5) PBM (Proses Belajar Mengajar) lebih didominasi guru daripada berpusat pada siswa.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisan ini mengingatkan saya pada nasib dari bahasa jawa.Sangat jarang sekali anak2 SMA sekarang yang bisa mahir berdialog dengan bahasa jawa kromo inggil.Bahkan orang2 tua sering nyeletuk, "arek saiki jowo tapi wis lali karo jawane". Anak2 sekarang lebih suka berdialog dengan bahasa indonesia, yang cilakanya jauh dari kesan berbahasa indonesia yang baik. Sebaiknya memang format pembelajaran bahasa indonesia dilakukan dengan pendekatan2 yang lebih menarik, bukan tidak mungkin jika suatu saat kita akan nyeletuk juga " orang indonesia tapi lupa dengan indonesianya"

Dr. suyatno, M.Pd. mengatakan...

Salam, trims atas komentarnya. Memang, sudah menjadi kebiasaan guru bahasa Indonesia untuk mengajarkan teori bukan terapan. Bahasa baik dan benar juga jarang disentuh guru karena ketidaktahuan mereka. Namun, sangat banyak guru bahasa Indonesia yang piawai lho.

suyatno
www.garduguru.blogspot.com