Selasa, 25 Maret 2008

Membunuh Ketakutan Gurudengan Keberanian Berinovasi

Oleh suyatno

Suatu hari, dalam kesempatan memfasilitasi guru-guru di sebuah pelatihan, saya memunculkan pertanyaan, "Apakah bapak dan ibu yang ada di ruangan ini sebagai guru?" Mereka menjawab serentak bagaikan koor di stadion dengan jawaban "Iyaaaa benar!". Pertanyaan tersebut selalu saya lanjutkan dengan pertanyaan,"Kalau memang guru, apakah bapak dan ibu benar-benar seorang guru?" Ruangan menjadi senyap, lengang, dan tanpa suara. Para guru tidak ada yang berani menjawab dengan kata Iya benar dan malah sekejap kemudian banyak yang tertawa cekikikan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mendapatkan persetujuan dari teman guru lainnya kalau mereka bukan guru yang sebenarnya.Dari ilustrasi tersebut, terlihatlah bahwa guru takut menyebut dirinya benar-benar seorang guru karena tidak yakin dan tidak percaya diri kalau dirinya adalah seorang guru. Mereka tidak percaya bahwa yang dilakukan sehari-hari di depan kelas merupakan wujud tindakan seorang guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Mereka tidak yakin bahwa yang dilakukan adalah sebuah model pembelajaran yang mampu mengantarkan siswa untuk berubah dan berkembang dari belum tahu menjadi tahu, dari belum mampu menjadi mampu, dan dari belum bermoral menjadi sosok yang penuh dengan tindakan moral. Banyak jalan menuju Roma. Aneka jalan ke Roma tersebut tentunya beragam kualitas dan fungsinya. Jika kita ke Roma dengan kapal laut tentu akan lebih lambat dibandingkan dengan pesawat. Jika kita melewati jalan yang penuh lubang dan mendaki tentu akan lebih tidak efektif daripada melewati jalan yang datar, lurus, dan halus. Begitu pula banyak cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memuaskan siswa sehingga terjadi perubahan belajar dalam dirinya.

Cara untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang seirama dengan kondisi siswa, tujuan, dan kondisi pembelajaran yang akan dilangsungkan. Untuk pembelajaran tertentu, kadang ada metode yang cocok dan ada pula metode yang tidak cocok digunakan.Metode hanyalah alat bukan tujuan. Karena hanya sekadar alat, metode bersifat bebas pakai kapan pun dan di mana pun. Oleh karena itu, tidaklah elok jika guru mendewakan sebuah metode dan meminggirkan metode lainnya dengan alasan sekarang metode yang didewakan tersebut sedang tren dan digunakan oleh khalayak ramai. Lihatlah kasus, sebuah SMAN di Jawa Timur bagian Barat yang mengibarkan dan memproklamasikan sebagai sekolah Quantum Learning, ternyata tiga tahun berikutnya diprotes masyarakat akibat rendahnya pencapaian nilai siswa. Semua kesempatan pembelajaran harus menggunakan Quantum Learning meskipun sebenarnya banyak topik pembelajaran yang tidak cocok dengan Quantum Learning. Kepala sekolah bangga dengan animo masyarakat dan perhatian pemerintah setempat dengan inovasi tersebut. Ternyata, kegembiraan sambutan berbagai kalangan tersebut hanya bertahan tiga tahun, tidak lebih dan tidak kurang. Pada akhirnya, SMAN tersebut kembali ke pola normal dan kepala sekolah dimutasikan ke SMAN lainnya dengan model pembelajaran yang normal. Quantum Learning bukan metode yang buruk asalkan tepat guna dan Quantum Learning bukan metode yang baik manakala tidak disesuaikan dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.Metode apapun sangat baik untuk pembelajaran asalkan dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan baik, misalnya metode dikte, kooperatif, kontekstual, kolaboratif, partisipatori, komunikatif, akselerasi, maupun metode lainnya . Begitu pula, semua metode akan menjadi buruk dan tidak berguna apabila tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran bagi siswa yang belajar meskipun metode tersebut berkategori baru ditemukan oleh pakarnya. Guru merupakan pengguna metode dan bukan pengikut sebuah metode. Untuk itu, seorang guru yang hebat pastilah dapat menggunakan beragam metode sesuai dengan kondisi siswa, tujuan, sarana, dan situasi belajar tanpa harus menjelek-jelekkan metode tertentu dan mendewakan metode lainnya. Dengan begitu, guru akan memperoleh kenikmatan dalam mengajar karena digemari siswa, tujuan tercapai, dan hati guru sangat puas akibat inovasi yang dilakukannya.Setakat ini, telah terjadi perubahan paradigma tentang kecerdasan, pembelajaran, dan cara menangani anak-anak seirama dengan perkembangan aspek lain, seperti perkembangan informasi, transportasi, kesehatan, dan lainnya. Perubahan dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari (1) pergeseran paradigma dari teaching ke learning atau dari pengajaran ke pembelajaran, (2) perubahan dari pemahaman monokecerdasan ke multikecerdasan anak, (3) pergantian pusat pembelajaran dari berpusat pada guru ke berpusat pada siswa, (4) pergantian pola mengajar deduktif ke induktif, dan (5) perubahan dari verbal ke tindakan. Berkaitan dengan perubahan itu sendiri, guru merupakan sosok yang sebenarnya sangat terbuka terhadap segala perubahan. Tengoklah, banyak guru yang dengan mudah menggunakan alat-alat telekomunikasi, dengan gampang memakai alat transportasi, dan dengan gembiranya menerima alat rumah tangga yang semakin mudah digunakan dan cepat tersedia. Hal itu berarti, guru juga sangat lekat dengan perubahan. Namun, mengapa perubahan di bidang pembelajaran sangat sulit diikuti oleh para guru?Ada beberapa aspek yang sangat menyebabkan para guru dirasakan sulit menerima perubahan pendidikan meskipun berkali-kali mengikuti berbagai pelatihan pembelajaran. Pertama, banyak guru takut salah dan tidak percaya diri dalam menerapkan pembelajaran berinovasi. Kedua, guru takut dicela oleh temannya dan takut dianggap sok maju. Ketiga, guru takut waktu yang tersedia dalam pembelajaran tidak cukup untuk digunakan dalam berinovasi. Keempat, guru takut dikecam kepala sekolah dan guru lainnya karena kelas inovasi dipandang sebagai biang kericuhan. Kelima, guru takut keluar dari zona aman karena telah merasa nyaman dengan pembelajaran tradisional yang mengental dan terukir kuat di memorinya. Keenam, guru takut rebyek atau sibuk dengan tugas tambahan akibat inovasi pembelajaran.Ketakutan tersebutlah yang menyebabkan guru merasa asyik, nyaman, dan tidak punya beban dengan menggunakan cara mengajar tradisional, yakni menerangkan-beri contoh-pemberian tugas kepada siswa tanpa variasi metode lainnya. Sudah saatnya ketakutan yang tidak berdasar itu dibunuh dengan keyakinan dan percaya diri guru yang bersangkutan. Berikut ini cara membunuh ketakutan berinovasi sehingga guru dapat menerapkan pembelajaran dengan suka cita, bahagia, dan sangat digemari oleh siswa-siswanya, serta tujuan pembelajaran tercapai.Pertama, yakinlah bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya. Keyakinan tersebut didukung dan dibuktikan oleh perubahan yang terjadi dalam diri guru, yakni perubahan dahulu anak-anak, mahasiswa, dan sekarang menjadi guru tanpa terasa dan tidak disangka-sangka sebelumnya. Artinya guru ternyata dalam lingkaran perubahan. Dunia berkembang karena inovasi manusia dan guru adalah manusia. Dengan begitu, semua guru pastilah dapat berinovasi. Keyakinan tersebutlah yang harus dipegang kuat-kuat saat hendak berinovasi di kelas.Kedua, sungai besar pasti dari sungai kecil. Untuk menjadi besar mulailah dari yang kecil-kecil. Mulailah berinovasi dari aspek yang kecil-kecil seperti mengubah tempat duduk, memvariasikan gaya berbicara di depan siswa, mengubah bentuk tulisan di papan, cobalah siswa disuruh memanggil guru dengan nama yang berbeda, dan cara-cara lain yang kecil-kecil. Dari yang kecil-kecil itu, niscaya inovasi pembelajaran juga akan turut serta dijalankan dengan hasil yang besar.Ketiga, buatlah catatan perubahan dalam buku harian tentang cara dan gaya mengajar setiap hari. Kemudian, lihatlah apakah ada perubahan cara dan gaya? Jika ada perubahan berarti, inovasi pembelajaran telah dilakukan. Keempat, mulailah mengerti bahwa inovasi berbeda dengan kreatif. Inovasi merupakan perubahan yang berangkat dari yang sudah ada yang bergerak secara maju dan berkelanjutan. Kreatif merupakan perubahan yang terjadi dari belum ada menjadi ada. Jadi, inovasi merupakan sesuatu yang wajar, alamiah, dan seharusnya terjadi dalam diri setiap manusia.Kelima, mintalah guru lain, siswa, atau kepala sekolah untuk memberikan teguran manakala pembelajaran yang dilangsungkan sama dengan hari kemarin.Lupakan sejenak deretan nama-nama metode dan nama-nama pakar yang tampaknya semua berbau asing. Mulailah berbuat beda dari gaya dan cara mengajar sebelumnya dengan keinginan sendiri asal sesuai dengan tujuan pembelajaran. Lagu, teka-teki, TTS, sulap, kartu, boneka, gambar, benda hidup, batu, lidi, bola, gerak tubuh, dan sebagainya dapat dibawa ke dalam kelas sebagai media pembelajaran. Pindahkan fakta, konsep, prosedur, dan prinsip ke dalam media tersebut. Bergembiralah bersama siswa dalam memainkan media dalam nuansa pembelajaran. Setiap ada acara pemilihan guru favorit di sekolah atau di koran-koran pastilah yang terfavorit adalah guru yang menyenangkan, menantang pikiran, gembira, sabar, baik hati, dan tidak membuat mengantuk siswa saat belajar. Hal itu berarti guru yang inovatif hendaknya juga digemari oleh siswa karena sifat-sifat terpuji yang melekat dalam dirinya. Guru merupakan pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan anak-anak sehingga tingkat penyesuaian diri guru tersebut kepada diri anak juga harus tinggi. Maksudnya, persepsi guru harus disesuaikan dengan persepsi anak dalam rangkaian pembelajaran di kelas sehingga tidak akan pernah terjadi ketidakcocokan guru dengan hasrat siswa. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi guru untuk takut berubah dan takut berinovasi.Ketakutan tidak akan pernah terjadi dalam diri guru jika semua pihak memberikan penghargaan yang kuat terhadap kinerja guru yang ada selama ini. Penghargaan tersebut tidak hanya diartikan dengan besaran tunjangan tetapi berupa dukungan moral, penganugerahan guru inovatif, dan pemberian kebanggaan sebagai guru. Jawa Pos, dengan program Untukmu Guru, yang digulirkan selama sebulan sejak Januari 2008 untuk guru-guru se-Jawa Timur merupakan aksi nyata yang perlu ditindaklanjuti secara rutin. Pihak lain juga sangat baik jika melakukan aksi bakti guru dengan program-program lainnya yang bermuara pada pendongkrakan kualitas pendidikan yang pada akhirnya melejitkan mutu generasi bangsa. Program semiloka dalam Untukmu Guru Jawa Pos, yang salah satunya adalah mata kaji metode pembelajaran inovatif juga merupakan sarana yang tepat bagi guru untuk membiasakan berinovasi. Bagaimana komentar Anda?

Tidak ada komentar: