Inilah sebuah contoh pendidikan karakter yang berlangsung secara simultan, terintegrasi, dan terpadu dengan denyut kehidupan penduduk. Betapa tidak. Satu desa, dari kakek, nenek, ibu, bapak, sampai anak dan cucu, semuanya mengenyam pramuka. Jadi, jangan kaget jika setiap gerak penduduk selalu diwarnai dengan keakraban, persaudaraan, kejujuran, keramahan, tanggung jawab, dan lainnya. Pokoknya, warga berdimensi dasadarma. Itulah Desa Pramuka Lebakharjo.
Tidak ada yang mengira kalau Desa Lebakharjo menjadi seramai dan semakmur seperti sekarang ini. Rumah penduduk rata-rata kokoh dengan polesan batu bata dan semen, bergaya modern, dan tampak asri. Sepeda motor penduduk berseliweran mengangkut rumput, padi, kayu, dan ke sawah. Mobil truk silih berganti mengangkut kayu, hasil panen, dan benih pohon jabon. Sanitasi tertata rapi, jalan tegak lurus, dan gapura gang tampak gagah. Kemudian, pepohonan menjulang rimbun membuat Desa Lebakharjo asri dan terkesan damai. Penduduk berkultur pramuka dari sopir sampai petani. Itulah Lebakharjo sekarang.
Keramahan yang tulus dibalut rasa persaudaraan melekat di tiap penduduk. Siapapun yang datang ke desa itu akan menemui keakraban warganya. Mereka seperti itu karena saat mudanya aktif di kepramukaan. bahkan, ada seorang kakek yang selalu mengikuti cucunya berlatih pramuka. Lalu, dari kejauhan sang kakek itu menitikkan air mata pertanda haru melihat cucunya meneruskan jejak sang kakek. Tiap penduduk sangat hafal yang namanya regu, barung, sangga, reka, ambalan, pasukan, dan istilah pramuka yang lainnya. Pokoknya, kepramukaan melekat erat dalam darah daging mereka.
Lebakharjo seperti itu bukan datang seketika melainkan karena proses yang dialaminya semenjak menjadi tuan rumah PW Aspac 1979, sebuah perkemahan wirakarya se-Asia Pacifik. Nenek moyangnya pernah menjadi tuan rumah perkemahan sekitar 3 bulan lebih, dari pra-PW sampai PW yang sebenarnya. Apalagi, tahun 1996, Desa Subur di pesisir selatan itu, menjadi tuan rumah Comdeca (Community Development camp) sedunia. Desa penghasil padi dan kopi itu telah dicatat di buku kepanduan dunia menjadi tempat bersejarah. Jika melihat pengalaman seperti itu, sangat layak jika dikatakan bahwa penduduknya sangat mendarah daging dengan kerpamukaan. Jadi, wajarlah kalau Desa Lebakharjo menjadi Desa Pramuka di Indonesia.
Desa itu sebelum PW ASPAC 1979 masih terlihat terisolasi dari desa lainnya. Jalan ke arah Malang harus dilalui jalan kaki karena tanjakan yang curam dan tebing dalam. Sungai Glidik yang berpangkal dari Gunung Semeru selalu membawa lahar dingin yang memindahkan aliran airnya ke kiri atau ke kanan. Penduduk asli tidak ada. Awal mula penduduk berasal dari daerah barat, yakni Ponorogo, pacitan, Blitar, Tulungagung, dan wilayah pantai lainnya yang datang melalui pantai Licin karena dari darat tidak dapat dimasuki. Sebelumnya, desa yang berpasir itu, tidak dialiri listrik. Sanitasi sangat buruk. Hasil pertanian membusuk karena tidak ada transportasi. Kesehatan warga rendah. Pendidikan tidak tersentuh. Penduduk Lebakharjo saat itu seperti suku terasing.
Kini, mereka menyatu menjadi penduduk Lebakharjo dengan warna budaya terpadu. Listrik cukup lincah memberikan sinarnya. Anak-anak kecil dengan mudah membeli jajan dari pelataran rumah karena penjajah makanan ramai menawarkan, seperti bakso, roti, sate, dan sebagainya. Televisi memberikan gambar siar dengan pancaran tajam. HP terlihat ditenteng warga sekalipun ke sawah meski hanya operator tertentu yang ada di sana. Sepeda motor aneka merk terlihat berderu di jalan beraspal. Sekolah SMP Negeri berdiri kokoh di lahan Comdeca 1996.
Desa Pramuka layak disandangkan di Desa Lebakharjo yang damai. Apalagi, jalan-jalan gang sejak lama bernama pramuka, seperti jalan siaga, jalan penggalang ramu, jalan penegak, jalan pembina, dan lainnya. Di pojok jalan terpampang berbagai tugu Dasadarma dan Pancasila. Terdapat rumah singgah Presiden RI waktu itu, Suharto, yang pernah menginap untuk membuka PW ASPAC dan Comdeca. Sri Sultan Hamengku Buwono IX membuktikan pernyataannya bahwa pramuka harus juga membangun masyarakat melalui Desa Lebakharjo.
Sangatlah lumrah jika pada 18 Juni 2011, Kak Asrul, Kakwarnas Gerakan Pramuka, meninjau desa subur itu untuk menimbang apakah desa itu layak menjadi desa pramuka. Infrastrukturnya sangat kental dengan pramuka. Filosofis warga dalam membangun kehidupan berdasarkan prinsip kepramukaan. Tanah kenangan berinisial pramuka. Lalu, logo PW ASPAC dan Comdeca terpampang jelas di tembok sekolah dengan terawat. Layaklah Lebakharjo menjadi Desa Pramuka.
Langkah berikutnya, seluruh kru pramuka Indonesia harus bahu membahu mempromosikan Lebakharjo sebagai Desa Pramuka ke seantero negara. Biar dunia tahu bahwa penerus Baden Powell berada di pelosok negeri dengan jiwa persaudaraan pramuka sejati. Desa yang ditumbuhi aneka tanaman itu selanjutnya menjadi jujugan siapapun untuk menimba kesejatian hidup dengan warna pramuka. Suatu saat, Lebakharjo menjadi desa wisata pramuka. Semoga.
2 komentar:
Suatu kebanggan dimana tempat saya lahir adalah salah satu tempat yang tidak asing bagi orang yang sangat jauh dengan kami.TERIMAKASIH
Lebakharjo jg jadi target Kemah bakti Pramuka perguruan tinggi se jatim, sungguh indah lebakharjo
Posting Komentar