Sabtu, 10 Januari 2009

Agar Siswa Sehat Diperlukan Cinta Guru

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda melihat kelas yang senyap ketika diajar, PR tidak dikerjakan, siswa malas bertanya meski disuruh berkali-kali, tidak ada senyum meski guru memberikan senyum, prestasi pas-pasan, dan kelas tidak bergairah? Jika pernah, itulah kelas yang sakit alias tidak sehat. Untuk berkembang secara sehat, siswa tidak cukup hanya mendapatkan pelajaran, PR, dan ceramah yang baik dari guru, mereka juga butuh cinta tanpa syarat dari gurunya.

Ada siswa yang di sekolah sebelumnya berprestasi, bergairah, dinamis, dan kompetitif namun di sekolah baru dan lebih tinggi malah turun prestasi, dingin, malas, dan suka mengalah. Dia tumbuh sebagai siswa yang gelisah, kesepian, dan sangat longgar dalam urusan moral. Gurunya hampir tak pernah berkomunikasi dari hati ke hati dengannya.

Siswa memerlukan cinta sejati dari gurunya agar dapat tumbuh sehat secara fisik dan pikirannya.Namun, boleh jadi gurunya tidak menyadari bahwa apa yang terjadi pada mereka merupakan dampak dari ketidaktahuan atau keteledoran guru sebagai pendidik. Guru hanya terlena mengajar dan memindahkan ilmu semata. Guru lupa akan tugas yang lebih strategis dalam menumbuhkembangkan pribadi sehat siswa.

Meskipun siswa telah terpenuhi kebutuhan fisik dari keluarganya seperti nutrisi yang baik dan sesuai kebutuhan,istirahat dan tidur yang cukup,olahraga sesuai takaran, imunisasi sesuai kebutuhan, dan lingkungan tinggal yang sehat, siswa juga membutuhkan cinta tanpa syarat dari guru,memiliki kepercayaan diri dan rasa harga diri (self esteem) yang tinggi,punya kesempatan bermain dengan siswa lain,mendapat dorongan dan dukungan dari guru yang mengasuhnya, belajar di lingkungan sekolah yang aman dan terlindung, dan adanya pedoman dan disiplin yang jelas.

Mengacu pada Asosiasi Kesehatan Mental Nasional, Amerika Serikat, cinta, rasa aman, dan penerimaan harus menjadi “jantung” bagi setiap keluarga. Anak-anak perlu tahu bahwa cinta orangtua tidak tergantung pada prestasi anak-anak. Kesalahan dan/atau kekalahan harus diterima. Dengan demikian, rasa percaya diri akan tumbuh di rumah yang penuh dengan cinta dan perhatian tanpa syarat. Begitu pula cinta guru terhadap siswanya. Adakah cinta guru kepada siswa sepadan dengan cintanya kepada anak kandungnya?

Banyak guru tanpa sadar sering membuat siswa merasa tidak diterima dan tidak disayang karena prestasi, sikap dan perilaku, atau kondisi fisiknya tidak sesuai harapan guru. Akibatnya, banyak siswa yang kemudian lari mencari kompensasi atau melakukan tindakan penghukuman terhadap sikap gurunya.

Untuk itu, guru perlu rumus bahwa siswaku adalah anakku yang harus diperlakukan secara manusiawi. Kelas adalah komunitas calon pemimpin yang harus dihargai sebagai aset masa depan. Untuk siswa, guru perlu memberikan cinta tanpa diskriminasi. Kekuatan batin guru sepenuhnya untuk menguatkan batin siswa menjadi pribadi yang manusiawi.

Tidak ada komentar: