Ketika mendikbud, Muhamad Nuh, menyatakan bahwa
ekstrakurikuler kerpamukaan wajib diikuti siswa pada Oktober tahun lalu,
banyak pihak yang pro dan kontra. Pihak pro menyatakan bahwa
kepramukaan akan menjadi wadah bagi pendidikan karakter secara terpadu
dan berbasis praktik langsung sehingga dianggap sangat penting.
Sedangkan, yang kontra lebih memandang sisi tumpang tindih antara formal
dan nonformal, alias legalitas dan kedudukan yang diperbincangkan.
Dalam dunia kepramukaan, ada istilah pramuka, gerakan pramuka, dan kepramukaan. Pramuka mengacu pada sosok subjek yang terdidik atau orangnya. Istilah gerakan pramuka mengacu pada organisasi yang menaungi dan mengelola keterlaksanaan. Istilah kepramukaan mengacu pada hal ihwal tentang pendidikannya. Nah, dari sisi itu, Mendikbud sangat benar. Yang diwajibkan itu kegiatan yang mengandung pola pendidikan berbasis kepramukaan.Posisi pendidikannya berada di ekstrakurikuler bukan di intrakurikuler. Artinya, kepramukaan bukan berada dalam pendidikan formal tetapi tetap di batas nonformal lewat kegiatan ekstrakurikuler.
Betapa pendidikan karekter bangsa itu harus didesain secara struktural sehingga dapat membudaya. Di mana pun, pendidikan itu harus lewat desain jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal dan terarah. Untuk itu, ekstrakurikuler perlu digariskan agar tidak terjadi simpang-siur pelaksanaanya. Nah, kepramukaan menjadi wajib bagi siswa berarti semua siswa boleh memilih ekstra lain tetapi untuk kepramukaan akan wajib diikutinya.
Suatu hari, akan terlihat, sosok manusia yang ahli basket tetapi sikap dan jiwanya berdimensi Dasa Darma. Penari, pemusik, peneliti, dan bakat lainnya akan bergerak berdasarkan karakter bagus yang berdimensi Dasa Darma. Begitulah seterusnya.
Berkaitan dengan hal di atas, saat ini, amatlah tepat jika Pusdiklatda Kepramukaan Jawa Timur merumuskan model ekstrakurikuler wajib kepramukaan ke dalam buku panduan (Desember 2012 s.d. Maret 2013). Workshop dilakukan untuk menghasilkan tujuh buku tentang pedoman kepramukaan di SD, SMP, SMS/SMK, panduan kursus KMD, KML (Siaga, penggalang, penegak dan pandega). Hasil workshop berupa buku yang siap digunakan oleh para pendidik dan pembina kepramukaan.
Dalam dunia kepramukaan, ada istilah pramuka, gerakan pramuka, dan kepramukaan. Pramuka mengacu pada sosok subjek yang terdidik atau orangnya. Istilah gerakan pramuka mengacu pada organisasi yang menaungi dan mengelola keterlaksanaan. Istilah kepramukaan mengacu pada hal ihwal tentang pendidikannya. Nah, dari sisi itu, Mendikbud sangat benar. Yang diwajibkan itu kegiatan yang mengandung pola pendidikan berbasis kepramukaan.Posisi pendidikannya berada di ekstrakurikuler bukan di intrakurikuler. Artinya, kepramukaan bukan berada dalam pendidikan formal tetapi tetap di batas nonformal lewat kegiatan ekstrakurikuler.
Betapa pendidikan karekter bangsa itu harus didesain secara struktural sehingga dapat membudaya. Di mana pun, pendidikan itu harus lewat desain jika ingin mendapatkan hasil yang maksimal dan terarah. Untuk itu, ekstrakurikuler perlu digariskan agar tidak terjadi simpang-siur pelaksanaanya. Nah, kepramukaan menjadi wajib bagi siswa berarti semua siswa boleh memilih ekstra lain tetapi untuk kepramukaan akan wajib diikutinya.
Suatu hari, akan terlihat, sosok manusia yang ahli basket tetapi sikap dan jiwanya berdimensi Dasa Darma. Penari, pemusik, peneliti, dan bakat lainnya akan bergerak berdasarkan karakter bagus yang berdimensi Dasa Darma. Begitulah seterusnya.
Berkaitan dengan hal di atas, saat ini, amatlah tepat jika Pusdiklatda Kepramukaan Jawa Timur merumuskan model ekstrakurikuler wajib kepramukaan ke dalam buku panduan (Desember 2012 s.d. Maret 2013). Workshop dilakukan untuk menghasilkan tujuh buku tentang pedoman kepramukaan di SD, SMP, SMS/SMK, panduan kursus KMD, KML (Siaga, penggalang, penegak dan pandega). Hasil workshop berupa buku yang siap digunakan oleh para pendidik dan pembina kepramukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar