Senin, 11 Maret 2013

Pemimpin "Tahi Kucing Rasa Coklat" (Bagian 1)

Masih ingatkah dengan lagu Gombloh yang menyatakan  cinta itu sama dengan “tahi kucing rasa coklat”? Lagu itu menginspirasi bahwa jika sudah manaruh cinta, apapun akan terasa nikmat. Bahkan tahi yang bahu, busuk, dan penuh kuman pun akan terasa coklat yang nikmat itu.

Nah, pemimpin pun, saat ini, banyak yang tahi kucing rasa coklat. Seolah-olah kepemimpinannya berasa coklat tetapi sebenarnya kepemimpinan yang ditunjukkan berasa tahi. Pemimpin yang berasa tahi itu biasanya busuk, bau, dan penuh kuman. Pemimpin busuk itu tidak pernah segar dan menyegarkan. Orang lain tidak dapat menikmati kesegarannya. Malah, orang lain mendapatkan kebusukan yang harus segera dipendam agar tidak menyebar bau tidak sedap. Bau itu menyengat hidung dengan cara memaksa namun tidak sesuai dengan syaraf bau yang dimiliki seseorang. Penuh kuman itu mempunyai makna penyebarluasan hal negatif dan merusak yang dengan cepat ditiru oleh orang lain.

Berikut ini ciri-ciri pemimpin tahi kucing rasa coklat.

(1) Kemewahan. Kemewahan harus menjadi ciri seorang pemimpin agar dapat dilihat wah oleh orang lain. Kemewahan itu memunculkan anggapan kehebatan. Jadi, siapa yang penuh kemewahan dia akan mendapatkan sanjungan kehebatan. Oleh karena itu, jangan kaget dengan pemimpin yang menggunakan jam rolex, mobil mewah, rumah megah, pesiar ke luar negeri, dan lainnya. Penggunaan pernik mahal itu merupakan penanda kemewahan. Dia tidak peduli rakyat miskin dan melarat karena rakyat itu bukan pemimpin melainkan yang dipimpinnya. Kemewahan menjadi sebuah syarat pemimpin tahi kucing.

(2) Penampilan. Penampilan menjadi satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemimpin tahi kucing. Karena ke mana-mana akan disorot oleh media massa yang mabuk tahi kucing itu, dia harus menjaga penampilan. Oleh karena itu, dia harus masuk keluar restoran asing, mahal, dan prestise. Hotel merupakan halaman keseharian sebagai tempat bermainnya. Omongan dijaga. Menghujat diperlukan tetapi harus yang telak.

(3) Senyum. Senyum itu nomor satu karena dilihat orang lain. Meskipun rakyat susah, pemimpin itu harus tetap senyum karena sekali lagi, media akan selalu menyorotinya. Meskipun dituduk korupsi dan bahkan telah jelas dipidana korupsi, pemimpin tahi kucing harus tetap senyum. Senyum itu membawa sengsara, bukan pernyataan yang penting. Yang palin penting, keluarkan senyum meski dirimu susah. (Dimuat di www.kompasiana.com/senin, 11 Maret 2013)

Tidak ada komentar: