Rabu, 20 Mei 2009

Guru Marah-Marah, Ah Buat Apa?

Oleh Suyatno

Adakah seorang guru yang tidak pernah marah kepada siswanya selama menjadi guru? Rasanya, pertanyaan itu mudah sekali dijawab, yakni jawabannya ada. Tiap guru pernah marah dengan kadar yang berbeda-beda. Ada yang marah sambil memainkan tangan untuk memberikan sentuhan fisik dengan kasar, ada yang dengan omongan keras dan membabi-buta, ada yang menggerutu, dan ada yang marah dengan sindiran halus.

Apapun jenis marah yang dilakukan guru, marah itu memberikan dampak pada siswa secara psikologis meskipun banyak yang menganggap bahwa marah merupakan bentuk motivasi. Siswa yang tiap hari dimarahi tentu tidak dapat menemukan diri sendiri dengan mandiri karena dia tidak yakin dengan dirinya.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah guru tidak boleh marah? Apakah amarah selalu berakibat buruk?

Jawabannya adalah guru boleh saja marah dan amarah tidak selalu harus berakibat buruk. Tetapi bagaimana caranya agar amarah tidak membuat kacau dan justru malah bermanfaat bagi siswa? Ini yang perlu kita pelajari.

Menurut P. Henrietta Siswadi, S. Psi, dosen pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (kompas.com: 20 Mei 2009) amarah adalah salah satu bentuk emosi yang dimiliki oleh seseorang. Emosi sendiri memiliki kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun atau menghancurkan kehidupan seseorang. Ketika emosi dikelola dengan baik, kekuatannya dapat membangun kehidupan seseorang menjadi lebih baik, tetapi begitu juga sebaliknya ketika emosi tidak dikelola dengan baik.

Marah yang bermanfaat adalah marah yang tepat dan sudah dikelola dengan baik. Hal ini jelas tidak mudah, butuh waktu, kesabaran dan hati yang lapang, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan.

Langkah pertama yang perlu dilatih terus menerus adalah menyadari ketika kita merasa marah.Sadari bahwa saat ini aku sedang marah. Proses menyadari adalah langkah awal untuk mengendalikan dan mengelola amarah. Setelah menyadari, seseorang perlu memahami dan menerima alasan kenapa ia marah.

Inilah langkah yang kedua, proses memahami dan menerima bahwa ada sesuatu yang membuatnya marah. Termasuk dalam proses memahami adalah mengevaluasi penyebab kemarahannya. Seorang guru yang baru masuk kelas mulai merasa marah ketika siswanya tidak tertib, padahal ia merasa sangat lelah. guru ini dapat saja langsung memarahi siswanya . Tetapi hal tersebut dapat berbuntut siswa tambah tidak tertib dan liar dan guru semakin frustasi. Ketika guru mau mencoba menyadari, kemudian mencoba memahami kejadian tersebut, ia akan dapat melihat bahwa siswa tidak nakal tetapi pelampiasan jam yang sedikit terlambat atau ada kejadian kecdil di kelas. Nah, guru perlu tahu alasan tidak tertib itu.

Berdasarkan kisah dari beberapa orang, terungkap bahwa terkadang sesuatu yang membuat marah justru punya alasan atau maksud yang berbeda. Banyak yang menyesal karena sudah marah – marah untuk alasan yang tidak tepat, misalnya marah karena ada orang yang menunjuk – nunjukkan jari padanya, padahal orang tersebut bermaksud memberitahu bahwa ada bahaya yang mengancamnya dari belakang. Alasan sebenarnya inilah yang perlu kita pahami agar tidak asal marah dan buang – buang energi.

Langkah yang ketiga adalah mengelola atau mengekspresikan amarah dengan tepat. Jika kita punya alasan yang tepat, misalnya bukan hanya meluapkan emosi, tetapi juga demi pembelajaran bagi orang lain, kita dapat mengungkapkan kemarahan kita. Kemarahan yang bermanfaat tentu saja bukan kemarahan yang ingin membalas atau menyakiti orang lain, melainkan marah yang mendidik dan membangun.

Cara lain yang dapat kita lakukan adalah mengelola dengan mengubah amarah yang kita rasakan menjadi hal yang positif bagi diri kita. Kita dapat mencoba melihat sisi positif dari kejadian yang membuat kita marah, mengambil hikmah atau pembelajaran dari kejadian tersebut.

Kita juga dapat mengubah energi kemarahan yang kita rasakan menjadi energi yang dapat memotivasi kita melakukan hal yang bermanfaat. Daripada marah – marah pada pengendara motor yang memotong jalan dan sudah tidak tampak lagi, lebih baik energi yang ada digunakan untuk lebih waspada, mencermati jalan, menyalurkan hobi menyanyi, atau menyelesaikan pekerjaan di kantor.

Intinya adalah jangan terjebak pada kemarahan yang dapat merusak hari dan diri kita, tetapi manfaatkanlah kemarahan dengan cara yang tepat. Sadari, pahami dan kelola dengan tepat emosi marah yang kita rasakan karena kemampuan ini adalah bagian dari kecerdasan emosi yang kita miliki. Bersahabatlah dengan siswa.

3 komentar:

Forum Pendidikan mengatakan...

setelah membaca blog pak Yatno ini, saya teringat pada guru saya SMP. Beliau sering sekali marah kepada siswanya. Saat marah, beliau sering melakukan tamparan kepada siswa laki-laki dan menjewer telinga untuk siswa perempuan. Pernah juga sampai membanting buku di lantai. Saya pernah ditampar sekali oleh beliau, sampai sekarang pun kejadian itu tidak pernah saya lupakan. Beliau sangat tempramental, kurang sabar dalam menghadapi siswanya. Banyak siswa yang membencinya. Pokoknya sering main tangan membuat siswa menjadi takut. Apakah guru seperti itu patut ditiru? Pak kunjungi blog saya ya www.warung-mahasiswa.blogspot.com

Forum Pendidikan mengatakan...

terima kasih pak atas kunjungannya. Pak blog saya pengunjungnya masih kurang nie, gimana? padahal saya juga sudah berusaha loh, arsip saya juga banyak.kalo komentar sich banyak,tapi baru ini dipasang daftar pengunjungnya.jadi nol lagi dech.

Forum Pendidikan mengatakan...

Oya Pak sebenarnya anak-anak itu jumah pengunjung di blognya hanya sedikit. Tetapi banyak diantara mereka yang langsung memasang daftar pengunjung dengan jumlah 100 lebih agar terlihat banyak pengunjungnya. itu bisa saja diatur sedemikian rupa sehingga terlihat banyak pengunjungnya. padahal ya sedikit. mereka merekayasa daftar pengunjungnya sendiri. Meskipun jumlah pengunjung saya sedikit tetapi ini jujur apa adanya. Jangan lupa kunjungi blog saya ya Pak! www.warung-mahasiswa.blogspot.com