Senin, 23 Maret 2009

Guru di Mata Mbok Siti (46)

Setangkup pisang tersedia di meja dapur Mbok Siti. Aku terdiam sambil menelan ludah untuk merasakan dan mencicipinya saat Mbok Siti ada di dalam rumah. "Kenakalanku muncul namun hanya sebatas keinginan dan tidak sampai mengambilnya", gumamku lirih sekali. Pisang segar dan tua itu tetap saja di meja. Aku bertahan pada norma kesantunan. Pisang tidak aku sentuh sama sekali karena bukan milikku. Mbok Siti masuk ke dapur sambil membawa beras di dalam periuk. "Pisang itu tidak untuk dilihat anakku, tapi untuk dimakan", kata Mbok Siti. Aku kaget. "Lho, Mbok Siti kok tahu bahwa aku tertarik dengan pisang", batinku. "Ayo, ambillah barang sebiji. Pisang itu hasil dari kebun Mbok", ajaknya. Akupun mengambil pisang itu dan memakannya. Pisang itu sangat masak sehingga lezat kalau dimakan. "Pisang itu dapat masak karena usaha akar, batang, daun, dan tangkai pisang secara terus-menerus sampai pisang itu dinikmati, anakku", jelas Mbok Siti sambil mencuci beras untuk masak. "Iya, Mbok", jawabku sambil merasakan kelezatan pisang manis itu.

Guru sejati sebaiknya juga seperti akar, batang, daun, dan tangkai pisang yang bahu-membahu menyukseskan kematangan siswanya. "Guru sejati itu tidak akan pernah berhenti memproses tingkat kematangan siswanya sampai siswa itu benar-benar menunjukkan prestasinya sebagai wujud kematangan diri", jelas Mbok Siti. Akar tidak akan dapat mematangkan buah pisang jika tidak dibantu oleh batang. Begitu pula, batang tidak akan mampu mematangkan buah pisang jika tanpa dibantu oleh daun dan tangkai. Jadi, tidak ada guru yang berhasil hanya karena dirinnya sendiri melainkan guru akan berhasil jika dibantu oleh guru lain sesuai dengan bidangnya.

Tidak ada komentar: