Pada dasarnya, guru senang dihargai oleh guru lain di sekolah. Bagaimana sebenarnya melakukan perbuatan saling menghargai secara tepat di sekolah? Padahal, guru senior dan tua menganggap rendah guru baru dan muda. Guru yang sering mengikuti pelatihan menganggap rendah guru yang tidak pernah ke mana-mana. Guru yang disukai oleh kepala sekolah sering merendahkan guru yang tidak pernah disapa kepala sekolah.
Cobalah bertanya pada rekan guru, perlakukan seperti apa yang mereka inginkan saat berada di sekolah. Mayoritas dari mereka pasti dengan yakin menempatkan keinginan untuk dihargai sebagai bagian dari jawaban mereka.
Dihargai atau mendapatkan penghargaan dari guru lain memang menjadi kebutuhan dasar guru sebagai manusia. Karena itulah, setiap guru akan sadar penuh jika ia dihargai oleh guru lain, begitu pula sebaliknya.
Tapi apakah sebenarnya "dihargai" itu? Bagaimana pula bisa mempraktikkannya di sekolah? Tentu, cara menghargai guru lain bisa dilakukan dengan sederhana. Berikut hal-hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkannya pada guru lain.
1. Perlakukan setiap guru dengan kesopanan, keramahan, dan kebaikan
2. Dorong rekan guru untuk mau mengemukakan pendapat dan ide-idenya.
3. Dengarkan apa yang diucapkan orang guru lain sebelum mengemukakan pendapat. Jangan pernah memotong perkataan guru dan jangan pernah mendominasi pembicaraan.
4. Gunakan ide guru lain untuk meningkatkan pekerjaan Anda. Tentu saja, biarkan ia mengetahui bahwa hal tersebut terjadi karena ide Anda. Selain itu, dorong ia untuk mewujudkan ide-idenya.
5. Jangan pernah meremehkan atau melecehkan guru lain dan ide-ide yang diungkapkannya.
6. Jangan bersikap sinis dan mengkritisi hal-hal kecil. Jangan pula senang menghakimi dan melakukan bullying (kekerasan) baik secara verbal maupun non-verbal.
7. Perlakukan setiap guru dengan cara yang sama tanpa memandang suku, agama, golongan, jenis kelamin, usia, ukuran, dan asal daerah. Praktikkan aturan ini secara konsisten. Memperlakukan guru dengan cara yang berbeda-beda bisa memicu pelecehan atau ketidaknyamanan dalam lingkungan pergaulan.
8. Ajak seluruh rekan guru dalam setiap rapat, diskusi, training, dan acara-acara yang dilakukan oleh rekan-rekan di sekolah. Jika tak semua guru bisa mengikutinya, jangan pilih kasih atau melakukan marginalisasi. Berikan kesempatan yang sama pada setiap guru untuk berpartisipasi dalam sebuah proyek atau kegiatan.
9. Memujilah lebih banyak dibanding Anda mengkritik. Biasakan saling memuji antar guru sebagai rekan kerja seperti layaknya supervisor memuji bawahannya.
10. Perlakukan setiap guru seperti mereka ingin diperlakukan.
Banyak cara lain yang bisa digunakan untuk meningkatkan penghargaan pada guru lain. Cara berikut, jika dilakukan secara konsisten akan menciptakan lingkungan kerja yang profesional.
1. Pujilah hasil kerja yang baik dari rekan guru. Cobalah untuk spesifik memuji bagian mana yang paling Anda kagumi dari hasil kerjanya.
2. Ucapkan terima kasih, sebagai tanda bahwa Anda menghargai keja keras dan kontribusi mereka dalam membantu Anda. Bersikap manis dan sopan sangat dibutuhkan dalam lingkungan kerja di sekolah. Itu artinya guru yang memiliki perilaku yang baik akan mendapat pujian dari rekan guru lain.
3. Bertanyalah tentang keluarga, hobi, atau kegiatan akhir pekan mereka. Perhatian Anda terhadap seseorang akan membuatnya merasa berharga dan dipedulikan. Tentu saja, pertanyaan Anda harus dalam batas-batas tertentu agar tidak dianggap ingin tahu atau mencampuri urusan guru lain.
4. Jika memungkinkan, tawarkan hari libur yang fleksibel. Anda bisa mencocokkan hari kerja Anda dan rekan lainnya agar bisa mengatur hari libur masing-masing.
5. Cari tahu apa kesenangan rekan guru Anda. Setelah itu beri dia kejutan dengan memberinya hadiah. Pasti, kejutan dari Anda akan menceriahkan harinya.
6. Berilah sebuah kartu ucapan terima kasih juga tetap akan berkesan manis bagi rekan guru.
7. Setiap orang pasti senang makan. Karena itu, ajaklah rekan guru untuk makan-makan saat ada acara khusus seperti ulang tahun, atau bahkan tanpa alasan apapun. Biarkan mereka yang memilih teman makannya.
8. Ciptakan permainan atau tradisi yang menarik. Misalnya acara tukar kado saat akhir tahun atau saling bertukar makanan tiap satu minggu sekali.
9. Bawa makanan ke sekolah dan tawarkan pada rekan guru. Lebih baik lagi jika Anda membuatnya sendiri. Atau Anda bisa membawa cokelat, karena cokelat selalu bisa mendatangkan suasana yang menyenangkan.(Sumber diolah dari Koran SI/tty)
Senin, 30 November 2009
Mengajar dengan Ponsel, Mengapa Tidak?
Oleh Suyatno
Banyak sekolah resah karena siswanya membawa ponsel ke sekolah. Mereka khawatir kalau ponsel menganggu belajar siswa. Bahkan ada sekolah yang tiap hari merazia ponsel seperti polisi merazia kendaraan bermotor. Siswa ketakutan.
Padahal, ponsel dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang membantu pencapaian tujuan. Seperti yang dilaporkan Kompas.com berikut ini. Murid-murid SMA itu duduk menunggu tugas dari guru bahasa Spanyol mereka, Ariana Leonard. "Keluarkan ponsel kalian," katanya dalam bahasa Spanyol.
Para remaja itu pun mengeluarkan berbagai ponsel warni, tak ketinggalan iPhone dan SideKick. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok lalu Leonard mengirimi mereka SMS berbahasa Spanyol, "Temukan sesuatu yang hijau," ; "Pergi ke kantin," ; "Berfotolah bersama sekertaris sekolah."
Kelas Leonard di SMU Wiregrass Ranch, di Wesley Chapel, yaitu daerah kelas menengah di pinggir kota Florida, 30 mil di utara Tampa, adalah salah satu kelas di Amerika yang mulai meninggalkan peraturan lama yang melarang penggunaan ponsel selama belajar.
Mereka , dan malah menggunakan teknologi ini untuk pembelajaran di kelas. Pelajaran kosa kota bahasa Spanyol dikemas dalam permainan perburuan secara digital. SMS juga digunakan untuk mengingatkan siswa untuk menyelesaikan PR.
"Saya bisa melakukan berbagai hal dengan ponsel saya, jadi mengapa tidak dipakai untuk mengajar juga?" tutur Leonard, "Sesuatu seperti ponsel yang sehari-hari mereka pakai bersenang-senang, bisa memberikan mereka alternatif baru untuk belajar di luar kelas."
Selama ini sangat dikhawatirkan bahwa para siswa bisa menggunakan ponsel untuk mencontek atau mengambil foto yang tak senonoh. Tapi seiring teknologi ini menjadi lebih murah, lebih canggih, dan lebih mendarah-daging dalam kehidupan para siswa maka mentalitas itu mulai berubah juga.
"Cara ini memanfaatkan kecintaan anak-anak pada teknologi terkini," kata Dan Domevech, direktur dari lembaga nirlaba Asosiasi Amerika untuk Administrator Sekolah. "Anak-anak lebih termotivasi untuk memakai ponsel mereka untuk tujuan yang mendidik."
Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil - bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid.
"Karena banyaknya berita tentang pelarangan ponsel dan betapa negatifnya pengaruh ponsel, kebanyakan orang tak berpikir bahwa ponsel bisa dipakai secara positif dan mendidik," kata Liz Kolb, pengarang buku "From Toy to Tool: Cell Phones in Learning" (Dari Mainan jadi Alat: Ponsel untuk Pembelajaran).
Bahkan pihak-pihak yang memiliki kebijakan anti-ponsel yang ketat juga mengakui bahwa suatu saat mereka harus berubah."Kami tak bisa menghindarinya," kata Bill Husfelt, pengawas dari sekolah-sekolah daerah Bay County, daerah utara Florida dimana 27,000 siswa tak diperbolehkan memakai ponsel di sekolah. "Tapi terlebih dahulu kita harus lebih memikirkan cara untuk mencegah penyalahgunaan ponsel."
71 persen remaja di Amerika telah tercatat memiliki ponsel sejak awal 2008, menurut survei dari proyek 'Internet dan Kehidupan Amerika' oleh pusat penelitian Pew. Persentase itu konsisten terhadap variasi ras, pendapatan, atau faktor demografis lainnya. Sementara banyak sekolah terhitung 'gap-tek' dibanding rumah tangga yang sudah memiliki jaringan intranet, internet nirkabel, dan tiap anggota keluarga sudah memiliki smartphone.
Kebanyakan sekolah masih membatasi pemakaian ponsel dan memang alasannya kuat. Di daerah pengawasan Husfelt, tujuh siswa baru-baru ini ditindak karena berkelahi di kampus, yang menurut Husfelt dipicu dari SMS.
Di bagian lainnya di Amerika, sejumlah remaja telah ditangkap karena melakukan "sexting" - yaitu mengambil foto tak senonoh lalu menyebarkannya lewat ponsel. Para siswa juga memakai ponsel untuk mencontek. Dalam suatu polling, lebih dari 35 persen remaja mengaku pernah mencontek lewat ponsel.
Tapi ponsel kini begitu menjamur sehingga repot untuk disita semua oleh guru. "Menyita ponsel dan menghadapi sang siswa menyebabkan konflik," kata Husfelt, "ini terlalu mengganggu." Para guru yang telah memakai ponsel dalam pembelajaran dalam kelas mereka mengaku bahwa kebanyakan murid taat pada peraturan mereka. Mereka mengingatkan bahwa kecurangan dan pertengkaran antara siswa pasti ada dengan atau tanpa ponsel, dan kalau ponsel diperbolehkan, keinginan untuk penyalahgunaan bisa berkurang.
"Anak-anak bisa curang dengan kertas dan bolpen. Mereka saling bertukar contekan," kata Kipp Rogers, kepsek dari Passage Middle School, Virginia, "pastinya kertas tak bisa dilarang."
Rogers mulai memakai ponsel sebagai alat di institusinya beberapa tahun lalu, ketika ia mengajar kelas matematika dan kekurangan kalkulator untuk ujian. Ia membiarkan para muridnya memakai ponsel. 12 kelas, termasuk matematika, IPA, dan Bahasa Inggris, kini memakai ponsel sebagai alat bantu. Para siswa bisa melakukan riset lewat
SMS atau internet di ponsel. Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet). Para siswa bisa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah. Kelas-kelas itu seringkali dibagi beberapa kelompok, kalau-kalau ada beberapa siswa yang tak memiliki ponsel.
Di Pulaski, Wisconsin, kira-kira 210 km di utara Milwaukee, seorang guru bahasa Spanyol, Katie Titler telah menugaskan para siswanya untuk merekam suara masing-masing di ponsel untuk ujian wacana. "Khususnya untuk pelajaran bahasa asing, cara ini sangat baik untuk menilai kemampuan bicara secara formal atau informal, yang mana sulit dilakukan secara rutin karena besarnya kelas dan keterbatasan waktu," jelas Titler.
Jimbo Lamb, seorang guru matematika di suatu sekolah sekitar Annville-Cleona, di selatan Pennsylvania Tengah, menyuruh para siswa menjawab pertanyaan lewat ponsel mereka dalam suatu situs polling internet. Dengan seketika ia bisa tahu jumlah siswa yang paham. "Teknologi ini membantu para guru agar lebih produktif," katanya. (sumber: kompas.com, Sabtu, 28 November 2009/C17-09)
Banyak sekolah resah karena siswanya membawa ponsel ke sekolah. Mereka khawatir kalau ponsel menganggu belajar siswa. Bahkan ada sekolah yang tiap hari merazia ponsel seperti polisi merazia kendaraan bermotor. Siswa ketakutan.
Padahal, ponsel dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang membantu pencapaian tujuan. Seperti yang dilaporkan Kompas.com berikut ini. Murid-murid SMA itu duduk menunggu tugas dari guru bahasa Spanyol mereka, Ariana Leonard. "Keluarkan ponsel kalian," katanya dalam bahasa Spanyol.
Para remaja itu pun mengeluarkan berbagai ponsel warni, tak ketinggalan iPhone dan SideKick. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok lalu Leonard mengirimi mereka SMS berbahasa Spanyol, "Temukan sesuatu yang hijau," ; "Pergi ke kantin," ; "Berfotolah bersama sekertaris sekolah."
Kelas Leonard di SMU Wiregrass Ranch, di Wesley Chapel, yaitu daerah kelas menengah di pinggir kota Florida, 30 mil di utara Tampa, adalah salah satu kelas di Amerika yang mulai meninggalkan peraturan lama yang melarang penggunaan ponsel selama belajar.
Mereka , dan malah menggunakan teknologi ini untuk pembelajaran di kelas. Pelajaran kosa kota bahasa Spanyol dikemas dalam permainan perburuan secara digital. SMS juga digunakan untuk mengingatkan siswa untuk menyelesaikan PR.
"Saya bisa melakukan berbagai hal dengan ponsel saya, jadi mengapa tidak dipakai untuk mengajar juga?" tutur Leonard, "Sesuatu seperti ponsel yang sehari-hari mereka pakai bersenang-senang, bisa memberikan mereka alternatif baru untuk belajar di luar kelas."
Selama ini sangat dikhawatirkan bahwa para siswa bisa menggunakan ponsel untuk mencontek atau mengambil foto yang tak senonoh. Tapi seiring teknologi ini menjadi lebih murah, lebih canggih, dan lebih mendarah-daging dalam kehidupan para siswa maka mentalitas itu mulai berubah juga.
"Cara ini memanfaatkan kecintaan anak-anak pada teknologi terkini," kata Dan Domevech, direktur dari lembaga nirlaba Asosiasi Amerika untuk Administrator Sekolah. "Anak-anak lebih termotivasi untuk memakai ponsel mereka untuk tujuan yang mendidik."
Ponsel kini bisa disamakan dengan komputer kecil - bisa mengecek email, melakukan pencarian on-line, dan merekam podcast. Sementara kebanyakan sekolah di daerah tak mampu memberikan komputer untuk tiap murid.
"Karena banyaknya berita tentang pelarangan ponsel dan betapa negatifnya pengaruh ponsel, kebanyakan orang tak berpikir bahwa ponsel bisa dipakai secara positif dan mendidik," kata Liz Kolb, pengarang buku "From Toy to Tool: Cell Phones in Learning" (Dari Mainan jadi Alat: Ponsel untuk Pembelajaran).
Bahkan pihak-pihak yang memiliki kebijakan anti-ponsel yang ketat juga mengakui bahwa suatu saat mereka harus berubah."Kami tak bisa menghindarinya," kata Bill Husfelt, pengawas dari sekolah-sekolah daerah Bay County, daerah utara Florida dimana 27,000 siswa tak diperbolehkan memakai ponsel di sekolah. "Tapi terlebih dahulu kita harus lebih memikirkan cara untuk mencegah penyalahgunaan ponsel."
71 persen remaja di Amerika telah tercatat memiliki ponsel sejak awal 2008, menurut survei dari proyek 'Internet dan Kehidupan Amerika' oleh pusat penelitian Pew. Persentase itu konsisten terhadap variasi ras, pendapatan, atau faktor demografis lainnya. Sementara banyak sekolah terhitung 'gap-tek' dibanding rumah tangga yang sudah memiliki jaringan intranet, internet nirkabel, dan tiap anggota keluarga sudah memiliki smartphone.
Kebanyakan sekolah masih membatasi pemakaian ponsel dan memang alasannya kuat. Di daerah pengawasan Husfelt, tujuh siswa baru-baru ini ditindak karena berkelahi di kampus, yang menurut Husfelt dipicu dari SMS.
Di bagian lainnya di Amerika, sejumlah remaja telah ditangkap karena melakukan "sexting" - yaitu mengambil foto tak senonoh lalu menyebarkannya lewat ponsel. Para siswa juga memakai ponsel untuk mencontek. Dalam suatu polling, lebih dari 35 persen remaja mengaku pernah mencontek lewat ponsel.
Tapi ponsel kini begitu menjamur sehingga repot untuk disita semua oleh guru. "Menyita ponsel dan menghadapi sang siswa menyebabkan konflik," kata Husfelt, "ini terlalu mengganggu." Para guru yang telah memakai ponsel dalam pembelajaran dalam kelas mereka mengaku bahwa kebanyakan murid taat pada peraturan mereka. Mereka mengingatkan bahwa kecurangan dan pertengkaran antara siswa pasti ada dengan atau tanpa ponsel, dan kalau ponsel diperbolehkan, keinginan untuk penyalahgunaan bisa berkurang.
"Anak-anak bisa curang dengan kertas dan bolpen. Mereka saling bertukar contekan," kata Kipp Rogers, kepsek dari Passage Middle School, Virginia, "pastinya kertas tak bisa dilarang."
Rogers mulai memakai ponsel sebagai alat di institusinya beberapa tahun lalu, ketika ia mengajar kelas matematika dan kekurangan kalkulator untuk ujian. Ia membiarkan para muridnya memakai ponsel. 12 kelas, termasuk matematika, IPA, dan Bahasa Inggris, kini memakai ponsel sebagai alat bantu. Para siswa bisa melakukan riset lewat
SMS atau internet di ponsel. Para guru bisa membuat blog (web log, catatan di situs internet). Para siswa bisa bisa memakai kamera ponsel untuk mengambil foto dan memasukkannya pada tugas sekolah. Kelas-kelas itu seringkali dibagi beberapa kelompok, kalau-kalau ada beberapa siswa yang tak memiliki ponsel.
Di Pulaski, Wisconsin, kira-kira 210 km di utara Milwaukee, seorang guru bahasa Spanyol, Katie Titler telah menugaskan para siswanya untuk merekam suara masing-masing di ponsel untuk ujian wacana. "Khususnya untuk pelajaran bahasa asing, cara ini sangat baik untuk menilai kemampuan bicara secara formal atau informal, yang mana sulit dilakukan secara rutin karena besarnya kelas dan keterbatasan waktu," jelas Titler.
Jimbo Lamb, seorang guru matematika di suatu sekolah sekitar Annville-Cleona, di selatan Pennsylvania Tengah, menyuruh para siswa menjawab pertanyaan lewat ponsel mereka dalam suatu situs polling internet. Dengan seketika ia bisa tahu jumlah siswa yang paham. "Teknologi ini membantu para guru agar lebih produktif," katanya. (sumber: kompas.com, Sabtu, 28 November 2009/C17-09)
Guru SMP/SMA/SMK Pacitan Diuji Kompetensinya
Ratusan guru Pacitan, terutama guru yang menangani UN, diuji kompetensinya melalui tes esai. Uji kompetensi itu mengangkut pengukuran kemampuan dasar akademis masing-masing guru sehingga diketahui titik kelemahan akademisnya. Tes esai itu berlangsung pada Sabtu, 28 November 2009 di berbagai sekolah di Kota Pacitan.
Uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan bekerja sama dengan Unesa (Universitas Negeri Surabaya) itu berlangsung dengan lancar. Selama tiga jam, para guru mencermati soal kompetensi bidang studi masing-masing. "Saya kaget dengan soal esai karena sebelumnya beredar isu bahwa soal yang diujikan berbentuk pilihan ganda", ujar Suyadi, salah satu guru bahasa Indonesia SMP. Menurut Suyadi, guru yang baru mutasi dari Ponorogo itu, justru dengan esai kemampuan kita benar-benar diuji. Selama ini, guru tidak biasa mengeksplorasi keilmuan yang dimiliki dalam berbagai bentuk. "Kali ini, para guru ditantang untuk mengeksplorasi diri melalui tes esai itu", ujarnya.
Uji kompetensi itu tentu akan sia-sia jika tidak ada kelanjutannya. Untuk itu, dinas harus menindaklanjuti hasil uji kompetensi dengan peta kompetensi guru. Selanjutnya, peta kompetensi itu menjadi dasar untuk pelatihan para guru. Yang mendapatkan skor rendah perlu ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai pelatihan yang serius. Kemudian, hasil uji kompetensi juga dapat digunakan sebagai dasar mutasi guru sehingga kemampuan guru dapat merata di semua lokasi sekolah.
Uji kompetensi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan bekerja sama dengan Unesa (Universitas Negeri Surabaya) itu berlangsung dengan lancar. Selama tiga jam, para guru mencermati soal kompetensi bidang studi masing-masing. "Saya kaget dengan soal esai karena sebelumnya beredar isu bahwa soal yang diujikan berbentuk pilihan ganda", ujar Suyadi, salah satu guru bahasa Indonesia SMP. Menurut Suyadi, guru yang baru mutasi dari Ponorogo itu, justru dengan esai kemampuan kita benar-benar diuji. Selama ini, guru tidak biasa mengeksplorasi keilmuan yang dimiliki dalam berbagai bentuk. "Kali ini, para guru ditantang untuk mengeksplorasi diri melalui tes esai itu", ujarnya.
Uji kompetensi itu tentu akan sia-sia jika tidak ada kelanjutannya. Untuk itu, dinas harus menindaklanjuti hasil uji kompetensi dengan peta kompetensi guru. Selanjutnya, peta kompetensi itu menjadi dasar untuk pelatihan para guru. Yang mendapatkan skor rendah perlu ditingkatkan kompetensinya melalui berbagai pelatihan yang serius. Kemudian, hasil uji kompetensi juga dapat digunakan sebagai dasar mutasi guru sehingga kemampuan guru dapat merata di semua lokasi sekolah.
Mendiknas, Mohammad Nuh: UN Bukan Penentu Kelulusan
Mendiknas Mohammad Nuh mengatakan, selain pelaksanaan UN 2010 akan berubah, UN juga dinyatakan bukan sebagai satu-satunya penentu kelulusan.
Hal itu dikatakan oleh Mendiknas di Jakarta, Kamis (26/11). “Tetap yang menentukan kelulusan adalah sekolah atau guru. Artinya, jika ada peserta didik yang memperoleh nilai 10, tapi menurut gurunya peserta didik itu tidak lulus, maka dia tidak lulus,” katanya.
Nuh menjelaskan, anggapan UN dijadikan satu-satunya untuk menentukan kelulusan adalah keliru. Hasil UN digunakan antara lain untuk pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan atau satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Perubahan yang paling signifikan dari pelaksanaan UN tahun sebelumnya dengan UN 2010, lanjut Nuh, adalah adanya kesempatan bagi para peserta didik untuk mengulang, selain juga UN susulan, bagi mereka yang pada saat pelaksanaan tidak bisa ikut karena suatu sebab, seperti sakit.
Hal itu dikatakan oleh Mendiknas di Jakarta, Kamis (26/11). “Tetap yang menentukan kelulusan adalah sekolah atau guru. Artinya, jika ada peserta didik yang memperoleh nilai 10, tapi menurut gurunya peserta didik itu tidak lulus, maka dia tidak lulus,” katanya.
Nuh menjelaskan, anggapan UN dijadikan satu-satunya untuk menentukan kelulusan adalah keliru. Hasil UN digunakan antara lain untuk pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan atau satuan pendidikan, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Perubahan yang paling signifikan dari pelaksanaan UN tahun sebelumnya dengan UN 2010, lanjut Nuh, adalah adanya kesempatan bagi para peserta didik untuk mengulang, selain juga UN susulan, bagi mereka yang pada saat pelaksanaan tidak bisa ikut karena suatu sebab, seperti sakit.
Selasa, 17 November 2009
Seto Mulyadi: Kekerasan pada Anak Masih Terjadi
Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, lebih dari 50 persen kasus-kasus kekerasan masih terjadi pada anak-anak di Indonesia.
"Pada kondisi demikian, bisa dinyatakan bahwa pemenuhan hak-hak dasar anak di Indonesia sesuai undang-undang belum terealisasi secara optimal," kata Kak Seto—sapaan Seto Mulyadi, di Padang, Jumat (9/10).
Seto menyatakan, hal itu juga kuat keyakinannya terkait sejumlah upaya pemerintah, instansi terkait serta masyarakat dalam menjamin pemenuhan hak-hak dasar terhadap anak juga belum optimal.
Hak anak yang lebih utama dipenuhi, misalnya, untuk mengenyam pendidikan, mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, serta perlindungan terhadap fisik mereka atas tindak kejahatan.
"Anak-anak di Idonesia masih rawan terhadap tindak kejahatan baik secara fisik maupun psikologinya. Sejumlah hasil penelitian justru kekerasan terhadap mereka—khususnya di perkotaan—cukup tinggi," katanya.
Kondisi tersebut, kata Seto, tidak kondusif bagi perkembangan jiwa anak. Karena itu, guru-guru perlu mengembangkan pendidikan yang ramah terhadap anak.
Dikatakan, anak adalah aset bangsa masa depan. Pada mereka perhatian dan kasih sayang perlu diberikan dengan baik, apalagi bagi anak-anak berada dalam kondisi trauma pascagempa di Sumbar.
Pascagempa ini, Seto berharap Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang dan Kabupaten Pariaman agar tidak memaksakan anak harus belajar dan masuk kelas seperti biasa.
"Pascagempa anak membutuhkan waktu untuk memulihkan psikis mereka. Untuk itu jangan sampai absensi anak diambil yang akan mempengaruhi evaluasi dan penilaian belajar mereka," katanya.(Sumber: Kompas.com/SOE/editor: hertanto)
"Pada kondisi demikian, bisa dinyatakan bahwa pemenuhan hak-hak dasar anak di Indonesia sesuai undang-undang belum terealisasi secara optimal," kata Kak Seto—sapaan Seto Mulyadi, di Padang, Jumat (9/10).
Seto menyatakan, hal itu juga kuat keyakinannya terkait sejumlah upaya pemerintah, instansi terkait serta masyarakat dalam menjamin pemenuhan hak-hak dasar terhadap anak juga belum optimal.
Hak anak yang lebih utama dipenuhi, misalnya, untuk mengenyam pendidikan, mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, serta perlindungan terhadap fisik mereka atas tindak kejahatan.
"Anak-anak di Idonesia masih rawan terhadap tindak kejahatan baik secara fisik maupun psikologinya. Sejumlah hasil penelitian justru kekerasan terhadap mereka—khususnya di perkotaan—cukup tinggi," katanya.
Kondisi tersebut, kata Seto, tidak kondusif bagi perkembangan jiwa anak. Karena itu, guru-guru perlu mengembangkan pendidikan yang ramah terhadap anak.
Dikatakan, anak adalah aset bangsa masa depan. Pada mereka perhatian dan kasih sayang perlu diberikan dengan baik, apalagi bagi anak-anak berada dalam kondisi trauma pascagempa di Sumbar.
Pascagempa ini, Seto berharap Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang dan Kabupaten Pariaman agar tidak memaksakan anak harus belajar dan masuk kelas seperti biasa.
"Pascagempa anak membutuhkan waktu untuk memulihkan psikis mereka. Untuk itu jangan sampai absensi anak diambil yang akan mempengaruhi evaluasi dan penilaian belajar mereka," katanya.(Sumber: Kompas.com/SOE/editor: hertanto)
Kamis, 12 November 2009
Kiat Guru Hadapi Siswa yang Suka Membantah
Banyak guru yang main tangan, menempeleng, mencubit, memukul, dan menyakiti siswa gara-gara siswa membantah dan melawan guru. Ujung-ujungnya, guru tersebut dipermasalahkan dan terkena pasal UU Perlindungan Anak. Guru main tangan seperti itu sudah tidak tahu lagi bagaimana cara lain selain main tangan. Guru tersebut berteriak atau marah-marah saat siswa tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan? Marah atau memukul siswa bukanlah solusi yang tepat lebih baik guru menerapkan disiplin untuk siswanya.
Siswa seringkali bertingkah di meja kelas, menolak disuruh mengerjakan soal atau susah diatur di kelas. Tapi marah-marah bukanlah penyelesaian yang baik, karena tidak akan membuat siswa menghargai guru dan menurutinya. Penting bagi guru untuk menentukan dan mengajari siswa hal apa saja yang bisa diterima serta hal apa saja yang tidak dapat diterima, menetapkan batasan-batasan tapi tetap membuat siswa merasa nyaman.
Sayangnya banyak guru yang tidak konsisten dengan keputusannya, terkadang guru membiarkan siswanya melakukan kesalahan tapi di lain waktu menjadi ekstra keras saat siswa melakukan kesalahan yang sama. Mengajarkan disiplin pada siswa memang pekerjaan yang sulit, tetapi jika hal ini berhasil dilakukan, kepuasan besar akan dirasakan oleh guru.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru untuk menerapkan kedisiplinan itu, antara lain:
1. Pilihlah strategi yang tepat.
Buatlah strategi yang tepat dengan menerapkan batasan yang jelas serta konsekuensi yang harus diterima siswa jika melanggar batasan tersebut. Batasan itu dapat dibuat melalui kontrak belajar pada pertemuan awal.
2. Gunakan kontak mata.
Jika siswa melakukan suatu kesalahan atau tidak mau menurut, tidak perlu berteriak atau marah-marah, tetapi cukup menatap mata siswa dan dengan sendirinya dia pasti sudah mengerti.
3. Berhenti mengomel.
Cukup berikan instruksi yang jelas pada siswa, jika tidak mau menuruti berikan konsekuensi yang sudah disepakati bersama.
4. Beri tanda penghargaan.
Buatlah peraturan apabila siswa dapat berlaku disiplin akan mendapatkan penghargaan seperti bintang. Setiap akhir minggu jumlahkan berapa bintang yang telah didapatkan siswa dan beri penghargaan yang lebih tinggi lagi.
5. Istirahatkan diri.
Jika guru tidak bisa menahan diri, menjauhlah dari siswa dan biarkan menenangkan diri terlebih dahulu agar tidak meluapkan kemarahannya pada siswa dengan mengomel atau berteriak bahkan memukul.
6. Diskusikan segala sesuatu dengan siswa.
Jika siswa sudah cukup mengerti untuk diajak berbicara, maka ajaklah siswa untuk terlibat dalam menetapkan segala macam peraturan yang akan dibuat.
Apapun strategi yang akan digunakan dalam menerapkan disiplin pada siswa, hal yang paling penting adalah guru harus tetap konsisten. Jika tidak konsisten, siswa akan menjadi bingung apa yang sebenarnya diinginkan oleh gurunya. Kadang pola di atas susah dilaksanakan karena persepsi guru yang tidak berubah.
Siswa seringkali bertingkah di meja kelas, menolak disuruh mengerjakan soal atau susah diatur di kelas. Tapi marah-marah bukanlah penyelesaian yang baik, karena tidak akan membuat siswa menghargai guru dan menurutinya. Penting bagi guru untuk menentukan dan mengajari siswa hal apa saja yang bisa diterima serta hal apa saja yang tidak dapat diterima, menetapkan batasan-batasan tapi tetap membuat siswa merasa nyaman.
Sayangnya banyak guru yang tidak konsisten dengan keputusannya, terkadang guru membiarkan siswanya melakukan kesalahan tapi di lain waktu menjadi ekstra keras saat siswa melakukan kesalahan yang sama. Mengajarkan disiplin pada siswa memang pekerjaan yang sulit, tetapi jika hal ini berhasil dilakukan, kepuasan besar akan dirasakan oleh guru.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru untuk menerapkan kedisiplinan itu, antara lain:
1. Pilihlah strategi yang tepat.
Buatlah strategi yang tepat dengan menerapkan batasan yang jelas serta konsekuensi yang harus diterima siswa jika melanggar batasan tersebut. Batasan itu dapat dibuat melalui kontrak belajar pada pertemuan awal.
2. Gunakan kontak mata.
Jika siswa melakukan suatu kesalahan atau tidak mau menurut, tidak perlu berteriak atau marah-marah, tetapi cukup menatap mata siswa dan dengan sendirinya dia pasti sudah mengerti.
3. Berhenti mengomel.
Cukup berikan instruksi yang jelas pada siswa, jika tidak mau menuruti berikan konsekuensi yang sudah disepakati bersama.
4. Beri tanda penghargaan.
Buatlah peraturan apabila siswa dapat berlaku disiplin akan mendapatkan penghargaan seperti bintang. Setiap akhir minggu jumlahkan berapa bintang yang telah didapatkan siswa dan beri penghargaan yang lebih tinggi lagi.
5. Istirahatkan diri.
Jika guru tidak bisa menahan diri, menjauhlah dari siswa dan biarkan menenangkan diri terlebih dahulu agar tidak meluapkan kemarahannya pada siswa dengan mengomel atau berteriak bahkan memukul.
6. Diskusikan segala sesuatu dengan siswa.
Jika siswa sudah cukup mengerti untuk diajak berbicara, maka ajaklah siswa untuk terlibat dalam menetapkan segala macam peraturan yang akan dibuat.
Apapun strategi yang akan digunakan dalam menerapkan disiplin pada siswa, hal yang paling penting adalah guru harus tetap konsisten. Jika tidak konsisten, siswa akan menjadi bingung apa yang sebenarnya diinginkan oleh gurunya. Kadang pola di atas susah dilaksanakan karena persepsi guru yang tidak berubah.
UN 2010 Dimajukan Jadwalnya
UN dimajukan jadwalnya dibandingkan jadwal tahun lalu. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 75 Tahun 2009 tentang Ujian Nasional (UN) SMP/MTs, SMP Luar Biasa, SMA/MA, dan SMK, jadwal UN yang biasanya dilaksanakan pada April dimajukan menjadi Maret. UN untuk SMA sederajat dilaksanakan minggu ketiga Maret 2010, sedangkan untuk SMP sederajat pada minggu keempat Maret 2010. Pada tahun lalu tercatat siswa SMP yang mengikuti UN sebanyak 3.575.987 orang. Adapun di jenjang SMA, UN diikuti sekitar 2.207.805 siswa.
Perubahan jadwal ujian nasional SMP dan SMA sederajat yang dimajukan pada Maret mengagetkan guru-guru. Pihak sekolah segera mengatur strategi baru untuk memadatkan materi pembelajaran dan memajukan pemberian pelajaran tambahan untuk siswa kelas III. Kalender pendidikan sekolah-sekolah masih mengacu pada jadwal lama, yakni April. Sampai saat ini belum ada informasi resmi dan sosialisasi ke sekolah.
Selain menyelesaikan materi pelajaran, siswa kelas III juga mesti dibantu untuk bisa mempersiapkan UN. Umumnya, fokus persiapan UN dengan memberikan jam tambahan belajar buat siswa yang dilakukan pada semester genap atau pada awal Januari.
Perlu diingat, pelaksanaan UN jangan sampai mengorbankan siswa dan guru. Di tingkat akhir sekolah, pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus UN dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stres.
Perubahan jadwal ujian nasional SMP dan SMA sederajat yang dimajukan pada Maret mengagetkan guru-guru. Pihak sekolah segera mengatur strategi baru untuk memadatkan materi pembelajaran dan memajukan pemberian pelajaran tambahan untuk siswa kelas III. Kalender pendidikan sekolah-sekolah masih mengacu pada jadwal lama, yakni April. Sampai saat ini belum ada informasi resmi dan sosialisasi ke sekolah.
Selain menyelesaikan materi pelajaran, siswa kelas III juga mesti dibantu untuk bisa mempersiapkan UN. Umumnya, fokus persiapan UN dengan memberikan jam tambahan belajar buat siswa yang dilakukan pada semester genap atau pada awal Januari.
Perlu diingat, pelaksanaan UN jangan sampai mengorbankan siswa dan guru. Di tingkat akhir sekolah, pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus UN dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stres.
Selasa, 10 November 2009
Kepala Sekolah galak, Guru dan Siswa Sakit-Sakitan
Kira-kira, ada tidak ya kepala sekolah yang galak dengan wajah cemberut, garang, dan membawa pentung atau rotan? Rasanya, kepala sekolah yang seperti itu masih ada meski dunia sudah berubah. Kepala sekolah yang seperti itu perlu hati-hati karena perilaku kepala sekolah sebagai atasan ternyata punya pengaruh besar pada kesehatan guru dan siswa sebagai anak buahnya. Menurut kompas. com, atasan yang otoriter, misalnya, diduga bisa membuat bawahannya berisiko sakit jantung, selain tentu saja stres.
Kaitan antara kesehatan dan gaya manajemen atasan tersebut terlihat dari hasil survei terhadap lebih dari 1.000 karyawan di Eropa. Meski tidak secara langsung menyebabkan penyakit, survei ini menyebutkan apa yang terjadi di kantor bisa terus terbawa sampai luar kantor.
"Hasil survei ini dengan jelas menunjukkan hubungan antara gaya manajemen atasan dengan tingkat stres dan kesehatan karyawan," kata Anna Nyberg, peneliti dari Karlinska Institute, Swedia, yang melakukan polling terhadap lebih dari 20.000 karyawan di Swedia, Finlandia, Jerman, Polandia, dan Italia.
Ia menemukan bahwa para pekerja pria di Stockholm, Swedia, yang memiliki bos galak berisiko 25 persen lebih tinggi terkena serangan jantung dalam kurun waktu 10 tahun setelah survei. Risiko ini jauh lebih besar dibanding pada karyawan yang memiliki atasan yang baik dan disukai.
Selain itu, pekerja yang merasa tidak puas dengan gaya manajemen atasannya diketahui lebih sering absen karena sakit. "Jumlah absensi karena sakit para karyawan yang menjadi responden kami ada kaitannya dengan sikap para atasan," kata Anna. Ia menambahkan, karyawan yang absen karena sakit itu diindikasikan karena stres atau kelelahan akibat kerja yang berdampak pada fisiknya.
Dalam laporannya, Anna menyebutkan bahwa perilaku atasan bukan faktor utama kesehatan para bawahan. Namun, kaitan antara gaya manajamen bos dan kesehatan karyawan cukup jelas terlihat dari survei ini.
Dr Redford Williams, Direktur Behavioral Medicine Research Centre dari Duke University, AS, mengatakan, kehidupan kantor memang rawan stres. Selain dari sisi tanggung jawab pekerjaan dan gaji, hubungan yang kaku antara atasan dan bawahan, serta jenjang karier yang tidak jelas, sering menyebabkan karyawan stres.
"Hormon stres yang dilepaskan tubuh bisa meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa, bahkan bisa membuat sel-sel darah lebih kental dan berdampak pada penyumbatan pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke," kata Williams.
Secara umum ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang atasan memang berpengaruh besar pada kesehatan karyawan. Namun, pada setiap orang dampaknya mungkin berbeda-beda tergantung pada karateristik tiap individu. Misalnya saja pada orang yang termasuk kategori rawan stres, mungkin kesehatannya akan langsung terpengaruh.
Begitu pula, di sekolah, kepala yang otoriter tidak akan pernah merasakan kebahagiaan para guru dan siswanya senyatanya. Kepala sekolah yang demikian hanya mementingkan diri sendiri dan bekerja berdasarkan pola penjajah yang merasa berkuasa atas semuanya. Mereka merasakan bahwa dirinyalah yang paling pandai dan paling benar. Ketakutan guru dan siswa merupakan wujud keberhasilan kepemimpinan yang diemban kepala sekolah otoriter itu.
Kaitan antara kesehatan dan gaya manajemen atasan tersebut terlihat dari hasil survei terhadap lebih dari 1.000 karyawan di Eropa. Meski tidak secara langsung menyebabkan penyakit, survei ini menyebutkan apa yang terjadi di kantor bisa terus terbawa sampai luar kantor.
"Hasil survei ini dengan jelas menunjukkan hubungan antara gaya manajemen atasan dengan tingkat stres dan kesehatan karyawan," kata Anna Nyberg, peneliti dari Karlinska Institute, Swedia, yang melakukan polling terhadap lebih dari 20.000 karyawan di Swedia, Finlandia, Jerman, Polandia, dan Italia.
Ia menemukan bahwa para pekerja pria di Stockholm, Swedia, yang memiliki bos galak berisiko 25 persen lebih tinggi terkena serangan jantung dalam kurun waktu 10 tahun setelah survei. Risiko ini jauh lebih besar dibanding pada karyawan yang memiliki atasan yang baik dan disukai.
Selain itu, pekerja yang merasa tidak puas dengan gaya manajemen atasannya diketahui lebih sering absen karena sakit. "Jumlah absensi karena sakit para karyawan yang menjadi responden kami ada kaitannya dengan sikap para atasan," kata Anna. Ia menambahkan, karyawan yang absen karena sakit itu diindikasikan karena stres atau kelelahan akibat kerja yang berdampak pada fisiknya.
Dalam laporannya, Anna menyebutkan bahwa perilaku atasan bukan faktor utama kesehatan para bawahan. Namun, kaitan antara gaya manajamen bos dan kesehatan karyawan cukup jelas terlihat dari survei ini.
Dr Redford Williams, Direktur Behavioral Medicine Research Centre dari Duke University, AS, mengatakan, kehidupan kantor memang rawan stres. Selain dari sisi tanggung jawab pekerjaan dan gaji, hubungan yang kaku antara atasan dan bawahan, serta jenjang karier yang tidak jelas, sering menyebabkan karyawan stres.
"Hormon stres yang dilepaskan tubuh bisa meningkatkan tekanan darah, kadar glukosa, bahkan bisa membuat sel-sel darah lebih kental dan berdampak pada penyumbatan pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke," kata Williams.
Secara umum ia mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang atasan memang berpengaruh besar pada kesehatan karyawan. Namun, pada setiap orang dampaknya mungkin berbeda-beda tergantung pada karateristik tiap individu. Misalnya saja pada orang yang termasuk kategori rawan stres, mungkin kesehatannya akan langsung terpengaruh.
Begitu pula, di sekolah, kepala yang otoriter tidak akan pernah merasakan kebahagiaan para guru dan siswanya senyatanya. Kepala sekolah yang demikian hanya mementingkan diri sendiri dan bekerja berdasarkan pola penjajah yang merasa berkuasa atas semuanya. Mereka merasakan bahwa dirinyalah yang paling pandai dan paling benar. Ketakutan guru dan siswa merupakan wujud keberhasilan kepemimpinan yang diemban kepala sekolah otoriter itu.
Guru Pacitan Pelatihan Pembelajaran Berbasis TIK
Di Gasebu Pacitan, 8 November 2009, guru-guru mencermati langkah demi langkah cara mengajar berbasis TIK dengan penuh semangat. Mereka asyik membuat RPP berbasis TIK dengan model pembelajaran yang menarik. Acara yang digelar Ikatan Alumni Unesa dan Dinas Pendidikan Pacitan berlangsung sehari dengan dipandu oleh garduguru.
Pembelajaran TIK lebih mengarah pada pengemasan media pembelajaran yang dirancang secara tepat, sesuai, dan menyenangkan karena siswa saat ini tidak asing lagi dengan TIK. Jangan sampai, malah sebaliknya, guru gagap dengan TIK. Di Pacitan, meski secara geografis berada di belahan selatan Jawa, para guru juga sangat mengenal TIK. Bahkan, sebagian besar peserta mengenal internet dengan kuat.
Pembelajaran TIK lebih mengarah pada pengemasan media pembelajaran yang dirancang secara tepat, sesuai, dan menyenangkan karena siswa saat ini tidak asing lagi dengan TIK. Jangan sampai, malah sebaliknya, guru gagap dengan TIK. Di Pacitan, meski secara geografis berada di belahan selatan Jawa, para guru juga sangat mengenal TIK. Bahkan, sebagian besar peserta mengenal internet dengan kuat.
Senin, 09 November 2009
Ciri Dasar Anak dan Cara Mengajarnya di PAUD
Oleh Suyatno
Banyak guru yang tidak paham tentang perkembangan anak sejak 0 tahu. Yang mereka paham hanyalah cara mengajarkan materinya. Anak usia 0 tahun sampai 7 tahun merupakan sosok yang berada di usia emas karena perkembangan fisik dan nonfisiknya sangat kuat dan dinamis. Jean Piaget melakukan penelitian yang mendalam tentang perkembangan kognitif anak usia tersebut. Dia menyebut usia-usia sejak lahir sampai 2 tahun sebagai masa intelegensi sensorimotor. Pada masa ini, anak tidak "berpikir" secara konseptual. Dia belajar terutama melalui indra-indranya. Anak-anak usia 2 hingga 7 tahun berada di tahap perkembangan yang disebut oleh Piaget "preoperational thought". Tahap ini ditandai dengan perkembangan bahasa dan kemampuan untuk mengelompokkan atau mengategorikan, tetapi anak tidak memahami mengapa atau bagaimana suatu benda bisa memiliki lebih dari satu klasifikasi.
Pengalaman-Pengalaman Sensoris (Kepekaan)
Seorang anak bergantung pada pengalaman-pengalaman kepekaan dan fisik. Dia belajar melalui benda-benda yang dilihat, didengar, dicium, dirasa, dan disentuh. "Ini menandakan bahwa anak-anak memunyai kebutuhan untuk bergerak dan berbicara. Mereka belajar dengan menggali secara aktif dan mengoordinasikan informasi yang diterima dari berbagai kepekaan yang dirasakan.
Pembelajaran di PAUD perlu menyediakan berbagai pengalaman-pengalaman kepekaan. Untuk mendengarkan, anak-anak ini perlu melihat, merasakan, mencium, dan menyentuh. Ketika guru mengatakan kepada anak untuk, "Jangan sentuh", sebenarnya guru menghalangi mereka untuk mengalami pembelajaran. Lingkungan pembelajaran di usia dini seharusnya membolehkan anak untuk menyentuh.
Pengulangan
Memori (ingatan) merupakan suatu fungsi intelegensi yang terbentuk ketika anak tumbuh. Memori jangka pendek muncul ketika anak berusia dua tahun. Memori yang terbatas melalui pengulangan merupakan hal penting untuk dipelajari; rutinitas yang sama, cerita yang sama, lagu-lagu yang sama, orang-orang yang sama. Aspek-aspek yang sama ini penting untuk anak-anak kecil. Biasanya guru yang mengajar anak-anaklah yang bosan terhadap pengulangan ini. Sedangkan anak-anak itu sendiri tumbuh melalui pengulangan ini.
Rentang Perhatian yang Terbatas
Rentang perhatian seorang anak sama terbatasnya dengan memori mereka. Pada umumnya anak usia 1 tahun memiliki rentang perhatian 1 menit. Ini berarti anak usia 2 tahun memiliki rentang perhatian selama 2 menit. Apa yang bisa dicapai dalam rentang waktu itu? Cerita-cerita untuk anak harus singkat, tetapi cerita yang sama bisa diulang beberapa kali.
Pemikir Apa Adanya (Literal)
Ketika anak beralih dari tahap sensorimotor ke tahap preoperational perkembangan mental, pola pikir mereka apa adanya (literal), konkret. Simbol-simbol tidak tepat digunakan untuk mengajar anak-anak kecil. Anak-anak harus belajar dengan pemahaman yang literal, konkret, dan kosakata sederhana yang sesuai dengan tingkat intelektual dan spiritual.
Kita bisa lebih menantang seorang anak dengan memperkaya secara horisontal (dengan menguraikan apa yang telah diketahui oleh anak-anak) daripada akselerasi vertikal (dengan mengenalkan konsep yang benar-benar baru dan abstrak).
Sifat Ingin Tahu
Anak-anak terkenal dengan keingintahuan mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, "mengapa" adalah kata favorit dalam kosakata anak prasekolah. Sering kali seorang anak meminta "tujuan" dari sesuatu selain penjelasan yang rinci. Seorang anak yang menanyakan pertanyaan yang sangat mendalam jarang menginginkan jawaban yang seperti tersebut. Elkind menunjukkan bahwa seorang anak memiliki kemampuan verbal yang jauh melebihi pengetahuan konseptualnya. Dengan kata lain, anak terlihat lebih pintar dari yang sebenarnya.
Belajar Melalui Permainan
Kegiatan bermain dan belajar berkaitan dan tersedia permainan-permainan tertentu yang bisa digunakan untuk gaya belajar tertentu. Permainan merupakan suatu kegiatan yang membuat seorang anak benar-benar bersenang-senang dengan aktif. Guru harus segera menyadari bahwa yang paling banyak terjadi dalam lingkungan belajar anak adalah bermain: menyusun balok, merawat boneka, berkreasi dengan tanah liat, bermain bola.
Belajar Terbaik Sesuai dengan Perkembangan Mereka
Mungkin seperti yang disampaikan oleh orang lain, Elkind telah mengingatkan kita terhadap bahaya memburu-buru anak pada masa kanak-kanaknya. Dalam bukunya tentang pendidikan prasekolah, dia menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah suatu perlombaan. Guru harus memberikan lingkungan yang kaya dan merangsang anak, dan pada saat yang sama, lingkungan itu juga hangat, penuh kasih, dan mendorong prioritas pembelajaran. Dalam lingkungan yang mendukung, tanpa ada tekanan, anak merasa sangat aman, harga diri yang positif, dan antusiasme yang panjang untuk belajar.
Banyak guru yang tidak paham tentang perkembangan anak sejak 0 tahu. Yang mereka paham hanyalah cara mengajarkan materinya. Anak usia 0 tahun sampai 7 tahun merupakan sosok yang berada di usia emas karena perkembangan fisik dan nonfisiknya sangat kuat dan dinamis. Jean Piaget melakukan penelitian yang mendalam tentang perkembangan kognitif anak usia tersebut. Dia menyebut usia-usia sejak lahir sampai 2 tahun sebagai masa intelegensi sensorimotor. Pada masa ini, anak tidak "berpikir" secara konseptual. Dia belajar terutama melalui indra-indranya. Anak-anak usia 2 hingga 7 tahun berada di tahap perkembangan yang disebut oleh Piaget "preoperational thought". Tahap ini ditandai dengan perkembangan bahasa dan kemampuan untuk mengelompokkan atau mengategorikan, tetapi anak tidak memahami mengapa atau bagaimana suatu benda bisa memiliki lebih dari satu klasifikasi.
Pengalaman-Pengalaman Sensoris (Kepekaan)
Seorang anak bergantung pada pengalaman-pengalaman kepekaan dan fisik. Dia belajar melalui benda-benda yang dilihat, didengar, dicium, dirasa, dan disentuh. "Ini menandakan bahwa anak-anak memunyai kebutuhan untuk bergerak dan berbicara. Mereka belajar dengan menggali secara aktif dan mengoordinasikan informasi yang diterima dari berbagai kepekaan yang dirasakan.
Pembelajaran di PAUD perlu menyediakan berbagai pengalaman-pengalaman kepekaan. Untuk mendengarkan, anak-anak ini perlu melihat, merasakan, mencium, dan menyentuh. Ketika guru mengatakan kepada anak untuk, "Jangan sentuh", sebenarnya guru menghalangi mereka untuk mengalami pembelajaran. Lingkungan pembelajaran di usia dini seharusnya membolehkan anak untuk menyentuh.
Pengulangan
Memori (ingatan) merupakan suatu fungsi intelegensi yang terbentuk ketika anak tumbuh. Memori jangka pendek muncul ketika anak berusia dua tahun. Memori yang terbatas melalui pengulangan merupakan hal penting untuk dipelajari; rutinitas yang sama, cerita yang sama, lagu-lagu yang sama, orang-orang yang sama. Aspek-aspek yang sama ini penting untuk anak-anak kecil. Biasanya guru yang mengajar anak-anaklah yang bosan terhadap pengulangan ini. Sedangkan anak-anak itu sendiri tumbuh melalui pengulangan ini.
Rentang Perhatian yang Terbatas
Rentang perhatian seorang anak sama terbatasnya dengan memori mereka. Pada umumnya anak usia 1 tahun memiliki rentang perhatian 1 menit. Ini berarti anak usia 2 tahun memiliki rentang perhatian selama 2 menit. Apa yang bisa dicapai dalam rentang waktu itu? Cerita-cerita untuk anak harus singkat, tetapi cerita yang sama bisa diulang beberapa kali.
Pemikir Apa Adanya (Literal)
Ketika anak beralih dari tahap sensorimotor ke tahap preoperational perkembangan mental, pola pikir mereka apa adanya (literal), konkret. Simbol-simbol tidak tepat digunakan untuk mengajar anak-anak kecil. Anak-anak harus belajar dengan pemahaman yang literal, konkret, dan kosakata sederhana yang sesuai dengan tingkat intelektual dan spiritual.
Kita bisa lebih menantang seorang anak dengan memperkaya secara horisontal (dengan menguraikan apa yang telah diketahui oleh anak-anak) daripada akselerasi vertikal (dengan mengenalkan konsep yang benar-benar baru dan abstrak).
Sifat Ingin Tahu
Anak-anak terkenal dengan keingintahuan mereka. Seperti yang sudah diungkapkan di atas, "mengapa" adalah kata favorit dalam kosakata anak prasekolah. Sering kali seorang anak meminta "tujuan" dari sesuatu selain penjelasan yang rinci. Seorang anak yang menanyakan pertanyaan yang sangat mendalam jarang menginginkan jawaban yang seperti tersebut. Elkind menunjukkan bahwa seorang anak memiliki kemampuan verbal yang jauh melebihi pengetahuan konseptualnya. Dengan kata lain, anak terlihat lebih pintar dari yang sebenarnya.
Belajar Melalui Permainan
Kegiatan bermain dan belajar berkaitan dan tersedia permainan-permainan tertentu yang bisa digunakan untuk gaya belajar tertentu. Permainan merupakan suatu kegiatan yang membuat seorang anak benar-benar bersenang-senang dengan aktif. Guru harus segera menyadari bahwa yang paling banyak terjadi dalam lingkungan belajar anak adalah bermain: menyusun balok, merawat boneka, berkreasi dengan tanah liat, bermain bola.
Belajar Terbaik Sesuai dengan Perkembangan Mereka
Mungkin seperti yang disampaikan oleh orang lain, Elkind telah mengingatkan kita terhadap bahaya memburu-buru anak pada masa kanak-kanaknya. Dalam bukunya tentang pendidikan prasekolah, dia menunjukkan bahwa pendidikan bukanlah suatu perlombaan. Guru harus memberikan lingkungan yang kaya dan merangsang anak, dan pada saat yang sama, lingkungan itu juga hangat, penuh kasih, dan mendorong prioritas pembelajaran. Dalam lingkungan yang mendukung, tanpa ada tekanan, anak merasa sangat aman, harga diri yang positif, dan antusiasme yang panjang untuk belajar.
Langganan:
Postingan (Atom)