Selasa, 16 November 2010

Guru di Mata Mbok Siti (85)

Aku curiga dengan keberadaan Mbok Siti hari ini setelah kulihat rumah tutup tapi lampu depan masih menyala. Ada apa? Tidak biasanya, pukul 10 siang, rumah Mbok Siti masih menutup diri dari campuran udara dan sinar matahari siang ini.

Aku ketuk pintu pelan-pelan dengan bersuara sedikit keras untuk menyampaikan salam. Tiba-tiba, ada suara dari dalam, "Masuk, Nak. Dorong saja pintu itu", ujar Mbok Siti lirih. Pasti ada apa-apa, gumamku. Benar juga, ternyata Mbok Siti berbaring sakit.

"Mbok. Sakit apa, Mbok?" tanyaku.

"Enggak sakit, nak. Hanya sedikit kelelahan", jawab Mbok sambil sedikit menutupi kalau sakit. Aku yakin, Mbok Siti sedang sakit karena wajahnya pucat buram, tubunya tergeletak seakan susah diangkat, dan suaranya sangat lemah.

"Tidak usah risau, anakku", katanya lagi. Kadang orang harus berada dalam kondisi istirahat untuk menempatkan diri pada posisi merenung, melihat, dan memelihara diri sendiri. Kalau tidak kita sendiri yang melihat dan merasakan, lalu, siapa yang akan merasakan? Begitu pula, guru juga sekali waktu perlu beristirahat untuk berada dalam posisi merenung sehingga dapat melihat, merasakan, dan mengenali perubahan diri. Lalu, ketika, sehat, hasil renungan diri itu menjadai penyegar tindakan guru dalam beraktivitas.

"Sudah minum obat, Mbok?" tanyaku menganjurkan.

"Sudah, anakku. Obat itu sudah saya minum sesuai anjuran dokter. Sekarang sudah agak lumayan perkembangan sakit ini", kata wanita yang tidak pernah mengeluh itu.

Tidak ada komentar: