Halaman belakang rumah mBok Siti tampak lapang dan menyenangkan. Ayam berkeliaran menyemangati datangnya siang. Terlihat dua ayam jago berkejaran sambil mengeluarkan kokok yang mendayu. Di kanan terlihat bebek memainkan paruhnya yang juga berkejaran. Hewan-hewan itu berlari-lari menikmati ruang halaman. Aku terpaku melihat kegembiraan hewan peliharaan itu. Lama dan terdiam menjadi kesukaanku pagi itu.
“Kalau mau, pegang saja satu ayam itu. Nanti, kita potong dan dimasak santan, anakku”, sergah Mbok Siti yang muncul dari pintu dapur lurus dengan halaman belakang. Aku tersenyum membalas tawaran Mbok Siti.
“Sudah, Mbok. Aku hanya mengamati hewan-hewan itu berlari-lari. Tampak lucu”, jawabku singkat sekali.
“Oh itu. Hewan-hewan itu berlari karena yakin akan kekuatan kakinya, tidak menabrak karena menggunakan sorot mata kecilnya, dan meliuk-liuk karena mampu mengolah gerak tubuhnya, anakku”, jawabnya dengan suara pelan khas Mbok Siti.
“Guru tentu dapat mengajari murid-muridnya untuk berlari karena lari merupakan hak murid-murid”, tambahnya. Murid punya kaki maka ajarilah mereka menentukan langkahnya. Murid mempunyai mata maka ajarilah murid untuk menajamkan penglihatannya. Murid mempunyai tubuh maka ajarilah menempatkan tubuhnya. Murid mempunyai otak maka ajarilah mereka berpikir. Murid punya hati maka ajarilah mereka menempatkan sikap dirinya. Dengan begitu, murid-murid akan dapat berlari menggapai keinginannya karena lari merupakan hak murid sebagai manusia. Tugas guru adalah memberikan kesempatan yang luas kepada murid untuk berlari. Jangan hentikan langkah murid hanya karena guru susah untuk melangkah.
“Lihatlah, induk ayam itu. Induk itu tidak pernah sekalipun melarang anak-anaknya untuk berlari”, tegas Mbok yang sangat sabar dan rendah hati itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar